Liputan6.com, Gaza - Rumah sakit di Gaza menjadi sasaran serangan roket pada Selasa (17/10/2023). Kementerian Kesehatan Gaza menyebut setidaknya ada 500 orang yang tewas.
Meski demikian, Hamas dan Israel saling menyalahkan. Pihak Israel menuding bahwa rumah sakit itu diserang roket Hamas yang salah sasaran.
Baca Juga
RS yang menjadi target adalah Al Ahli Arab Hospital.
Advertisement
Dilaporkan AP News, pihak Hamas berkata serangan ke rumah sakit itu adalah "pembunuhan massal mengerikan" yang disebabkan serangan udara Israel.
Militer Israel secara spesifik menyalahkan kelompok bernama Jihad yang merupakan grup militan yang kerap bekerja sama dengan Hamas.
Menurut militer Israel, kelompok tersebut menembak roket dengan rumah sakit itu dan intelijen Israel berkata roketnya menyerang rumah sakit tersebut.
BBC melaporkan bahwa kelompok Jihad membantah pihaknya menembakan roket tersebut.
Serangan ini terjadi sebelum kedatangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke timur tengah.
Salah satu rumah sakit tempat evakuasi korban adalah RS Al-Shifa. Direktur RS tersebut, Mohammed Abu Selmia, menyebut rumah sakitnya sudah kewalahan. Sejumlah korban terluka juga dibaringkan di lantai.
Pihak WHO telah mengecam serangan di Gaza tersebut, serta menyorot ada ratusan orang tewas serta terluka.
"WHO menyerukan segera adanya perlindungan aktif ke rakyat sipil dan perawat kesehatan," tegas WHO.
Joe Biden Ingin Palestina Merdeka dan Hamas Lenyap
Sebelumnya dilaporkan, Presiden Joe Biden mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Hamas harus dilenyapkan dari muka bumi. Ia juga menginginkan agar Palestina segera merdeka.
“Perlu ada Otoritas Palestina. Perlu ada jalan menuju negara Palestina,” kata Biden dalam wawancara dalam program "60 Minutes" CBS.
Secara historis, Amerika Serikat adalah salah satu sekutu terbesar Israel, meskipun AS juga mendukung solusi dua negara, yang akan menciptakan negara Palestina terpisah di samping Israel, dikutip dari CNBC, Selasa (17/10/2023).
Selama beberapa dekade, kedua pihak telah berjuang untuk hidup berdampingan, salah satunya disebabkan oleh klaim yang tumpang tindih atas kota suci Yerusalem, yang dianggap oleh Palestina dan Israel sebagai ibu kota mereka.
Presiden AS telah mencoba merundingkan solusi dua negara di Timur Tengah dengan tingkat kemanjuran yang berbeda-beda.
Dalam wawancara tersebut, Biden mengatakan bahwa meskipun Hamas perlu dinetralisir, kelompok tersebut tidak “mewakili seluruh rakyat Palestina. Merupakan suatu kesalahan jika Israel menduduki Gaza lagi.”
Sebelumnya, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan juga menyerukan perlindungan terhadap warga sipil yang tidak bersalah.
"Banyak sekali warga Palestina yang tidak ada hubungannya dengan organisasi teroris brutal Hamas, mayoritas penduduk Gaza, mereka layak mendapatkan martabat. Mereka berhak mendapatkan keselamatan dan keamanan," katanya dalam sebuah wawancara.
Advertisement
Perang Hamas-Israel, Korban Tewas Terus Meningkat
Komentar para pejabat Gedung Putih ini muncul setelah ketegangan berkepanjangan antara Israel dan wilayah Palestina memuncak ketika Hamas melancarkan serangan mematikan yang menewaskan lebih dari 1.400 orang di Israel.
Serangan balik Israel telah menewaskan sedikitnya 2.600 orang di Gaza, banyak di antaranya menurut pemerintah setempat adalah warga sipil.
Gaza yang berada di bawah kendali Hamas sejak 2007, kini menjadi pusat krisis kemanusiaan. Banyak warga sipil, termasuk warga negara Amerika, terdampar tanpa akses terhadap makanan, air, layanan medis, dan tempat berlindung.
Segera setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, AS menyatakan dukungannya terhadap tindakan Israel untuk mempertahankan diri dan sejak itu mengerahkan sumber daya dan bantuan kemanusiaan.
Masih dalam wawancara hari Minggu, Joe Biden mengatakan menurutnya tidak perlu mengirimkan pasukan militer AS untuk mendukung serangan balasan Israel.
Sebelumnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga berkata pihaknya mendukung Israel. Akan tetapi, ia akhirnya mengeluarkan statement bahwa rakyat Gaza memang menderita dan perlu bantuan.