Liputan6.com, Naypyidaw - Sebuah laporan PBB menyebut bahwa Myanmar kini menjadi produsen opium terbesar di dunia, melampaui Afghanistan yang sebelumnya berada di posisi teratas.
Produksi opium di Myanmar tahun ini diperkirakan meningkat 36 persen menjadi 1.080 ton, jauh di atas angka produksi Afghanistan yang tercatat sebanyak 330 ton. Ini disebabkan karena budidaya opium di Afghanistan menurun hingga 95 persen setelah larangan ketat soal narkoba diterapkan oleh Taliban yang berkuasa tahun lalu.
Baca Juga
Sementara itu, budidaya tanaman telah meluas di Myanmar, di mana terjadi perang saudara yang brutal, menjadikannya sumber pendapatan yang menguntungkan.
Advertisement
"Gangguan ekonomi, keamanan, dan pemerintahan yang terjadi setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada Februari 2021 terus mendorong petani di daerah terpencil beralih ke opium untuk mencari nafkah," kata Jeremy Douglas, perwakilan regional Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), yang menulis laporan tersebut, seperti dilansir BBC, Rabu (13/12/2023).
Opium, bahan utama pembuatan heroin, telah dibudidayakan di Myanmar selama beberapa dekade, dan telah mendanai kelompok pemberontak yang memerangi pemerintah.
Namun dalam satu tahun terakhir saja, ketika perang saudara yang dipicu oleh kudeta tahun 2021 berkobar, budidaya tanaman opium diperkirakan meningkat sebesar 18 persen.
Lebih lanjut, laporan itu menyebut bahwa tanaman opium juga menjadi "lebih berkembang" dan lebih produktif karena karena penggunaan lahan yang tertata rapi, sistem irigasi dan pupuk yang berkualitas.
Meningkatnya harga tanaman opium juga telah menarik lebih banyak orang untuk menanamnya.
Pandemi dan kondisi perekonomian Myanmar yang buruk juga menjadikan budidaya opium sebagai bentuk pekerjaan yang lebih dapat diandalkan dan menarik. Sebuah laporan baru yang suram dari Bank Dunia mengatakan mereka memperkirakan "pertumbuhan kecil" di negara ini.
Wilayah Penghasil Opium Terbesar di Myanmar
Negara Bagian Shan, yang sering dilanda pertempuran sengit antara aliansi tiga kelompok etnis bersenjata dan militer, selalu menjadi penghasil opium terbesar di Myanmar. Meningkatnya konflik di Shan bahkan telah menjatuhkan keluarga mafia kuat yang kekayaannya dibangun dari perjudian, pusat penipuan, dan narkotika.
Namun kelompok pemberontak masih mengandalkan penjualan opium untuk mendanai operasi mereka.
Douglas mengatakan semakin intensifnya konflik di Shan dan wilayah perbatasan lainnya diperkirakan hanya akan menyebabkan peningkatan produksi opium.
Laporan tersebut juga mengatakan bahwa wilayah penanaman opium paling luas berada di Negara Bagian Shan bagian utara, diikuti oleh negara bagian Chin dan Kachin, tempat kelompok pemberontak memerangi tentara.
Budidaya opium yang miskin, terpencil dan tidak subur telah lama menjadi pendorong perekonomian di Shan. Banyak penduduk setempat yang kehilangan pekerjaan di wilayah lain di Myanmar juga telah kembali ke Shan, tempat mereka mendapatkan pekerjaan di bidang budidaya opium.
Advertisement
Menguntungkan Secara Ekonomi
Produksi dan perdagangan heroin adalah kegiatan yang paling menguntungkan dalam perekonomian opium. Laporan tersebut memperkirakan bahwa hingga 154 ton heroin telah diekspor tahun ini dari Myanmar, dengan nilai hingga USD 2,2 miliar.
Wilayah pertemuan perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos – yang disebut Segitiga Emas – secara historis menjadi sumber utama produksi opium dan heroin.
Myanmar dan Afghanistan adalah sumber sebagian besar heroin yang dijual di seluruh dunia.
Butuh Lebih Banyak Tenaga Kerja
Opium sendiri membutuhkan lebih banyak tenaga kerja dibanding obat sintetik, membuatnya menjadi tanaman komersial yang menarik di negara di mana krisis ekonomi pasca-kudeta telah mengeringkan banyak sumber pekerjaan alternatif.
Pendapatan petani opium tahun lalu tumbuh menjadi U$ 280 per kg, tanda daya tarik opium sebagai tanaman dan komoditas, serta permintaan yang kuat.
Laporan PBB juga mengungkapkan bahwa area penanaman opium pada tahun 2022 meningkat sepertiga menjadi 40.100 hektare. Hal tersebut dinilai menunjukkan praktik pertanian yang semakin canggih.
"Pada akhirnya, budi daya opium benar-benar tentang ekonomi dan tidak dapat diselesaikan dengan menghancurkan tanaman, di mana hanya akan meningkatkan kerentanan," kata perwakilan UNODC untuk Myanmar Benedikt Hofmann. "Tanpa alternatif dan stabilitas ekonomi, budi daya dan produksi opium kemungkinan akan terus berkembang."
Menurut laporan UNODC sebelumnya, harga opium melonjak di Afghanistan musim semi lalu setelah Taliban yang berkuasa mengumumkan larangan penanaman.
Advertisement