Liputan6.com, Jakarta - Tercatat ada 153 negara mendukung resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza. Hanya 10 negara yang menolak, termasuk Amerika Serikat, Israel, Paraguay, dan Papua Nugini.
Ada sejumlah hal yang diinginkan dalam resolusi tersebut.
Baca Juga
Seperti gencatan senjata kemanusiaan secepatnya, mematuhi tanggung jawab-tanggung jawab di bawah hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan internasional, terutama terkait perlindungan rakyat sipil hingga pelepasan secepatnya dan tanpa syarat semua tawanan, serta memastikan akses kemanusiaan.
Advertisement
Melihat situasi ini, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah menyebut bahwa resolusi ini hanya akan jadi macan kertas saja.
"Resolusi PBB, yang diputuskan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, hanya akan menjadi macan kertas," kata Teuku Rezasyah saat dihubungi oleh Liputan6.com, Kamis (14/12/2023).
"Israel tetap akan melanjutkan praktik Carpet Bombing secara sistematis, diseluruh wilayah Gaza. Titik-titik pemboman sudah semakin mudah, sejak Israel menguasai wilayah Utara. Selanjutnya, bergerak ke Tengah dan Selatan."
Menurut Rezasyah, Resolusi PBB ini tak menyebut Hamas sebagai teroris dan yang dihasilkan hanya angka statistik saja.
"Bagi Israel, Resolusi yang PBB hasilkan hanyalah angka statistik. Karena Resolusi tersebut tidak pernah menyebut Hamas sebagai Teroris," kata Rezasyah.
"Israel diperkirakan semakin brutal, karena para penyandang senjata dari luar negeri tersebut, tak terpengaruh oleh aksi-aksi demonstrasi yang menentang Israel."
Terciptanya Upaya Perundingan?
Saat ditanya soal upaya perundingan setelah Resolusi PBB ini keluar? Teuku Rezasyah mengatakan hal ini sangat sulit terjadi.
"Sangat sulit terjadi. Karena tiadanya tekanan politik, ekonomi, dan militer dari OKI dan GNB," kata Rezasyah.
"Sepanjang masyarakat Palestina di dalam dan luar negeri masih berbeda pandangan soal Two States Solution yang menyangkut kewilayahan dan pemerintahan, maka perundingan tidak akan terwujud."
Ada Negara Barat Dukung Resolusi PBB
Sejumlah negara Barat juga terpantau mendukung resolusi ini, termasuk Norwegia, Denmark, Finlandia, Kanada, Kroasia, Irlandia, dan Estonia.
Ada 10 negara yang menolak resolusi ini, yakni Austria, Czechia, Guatemela, Israel, Liberia, Micronesia, Nauru, Papua Nugini, Paraguay, dan Amerika Serikat.
Sebelum resolusi ini lolos, Duta Besar Israel Gilad Erdan menyuarakan kekesalannya karena resolusi itu tidak mengecam Hamas.
"Tidak hanya resolusi ini gagal untuk mengecam Israel untuk kejahatan terhadap kemanusiaan, ini tidak menyebut Hamas sama sekali. Ini hanya akan memperlama kematian dan kehancuran di kawasan, itulah tepatnya arti dari gencatan senjata," ujar Gilad Erdan.
Lebih lanjut, Erdan mengklaim Israel sudah lama telah membantu akses kemanusiaan ke Gaza.
"Kita semua tahu bahwa panggilan gencatan senjata kemanusiaan di resolusi ini tidak terkait kemanusiaan. Israel telah mengambil setiap tindakan untuk memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan ke dalam Gaza," katanya.
Advertisement
Qatar Sebut Israel Persulit Gencatan Senjata di Jalur Gaza
Sebelumnya dilaporkan, Qatar masih terus berupaya agar gencatan senjata kembali terwujud di Jalur Gaza. Namun, bombardir Israel disebut mempersulit keadaan.
Dilansir BBC, Minggu (10/12), Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menegaskan bahwa Qatar masih akan terus menekan pihak Hamas dan Israel agar mau melakukan gencatan senjata.
Pada gencatan senjata jilid I, Qatar memainkan peran penting proses negosiasi bersama dengan Amerika Serikat dan Mesir. Gencatan senjata di Jalur Gaza lantas terwujud meski hanya beberapa hari.
Di lain pihak, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkata perang masih berlanjut dengan penuh. Politisi yang tersandung masalah korupsi itu juga berkata bahwa "lusinan teroris Hamas" telah menyerah dan menjatuhkan senjata mereka.
"Ini adalah awal dari akhir untuk Hamas," ujar Netanyahu.
Pada Minggu (10/12), pihak Hamas menyebat sudah nyaris 18 ribu orang Palestina yang meninggal di Jalur Gaza. Hamas menegaskan tidak akan ada pembebasan tawanan kecuali Israel mau berdiskusi.
Kepala UNRWA Philippe Lazzarini berkata area di Jalur Gaza telah menjadi "neraka di dunia" dan merupakan "situasi terburuk yang pernah saya lihat".