Trump Divonis Bersalah tapi Tidak Dijatuhi Hukuman dalam Kasus Suap

Trump menghadiri persidangan secara virtual dari kediamannya di Florida.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Jan 2025, 08:36 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2025, 08:36 WIB
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump didampingi pengacaranya Todd Blanche hadir secara virtual dalam sidang vonis kasus suap di Pengadilan Pidana New York, Jumat (10/1/2025).
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump didampingi pengacaranya Todd Blanche hadir secara virtual dalam sidang vonis kasus suap di Pengadilan Pidana New York, Jumat (10/1/2025). (Dok. AP/Brendan McDermid)

Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump divonis bersalah dalam kasus suap pada Jumat (10/1/2025), namun hakim tidak menjatuhkan hukuman apapun. Keputusan ini memungkinkan Trump kembali ke Gedung Putih tanpa ancaman hukuman penjara atau denda.

Ini adalah dakwaan pidana pertama dan vonis pertama terhadap seorang mantan presiden Amerika Serikat (AS) dan presiden terpilih. Kasus di New York menjadi satu-satunya dari empat dakwaan pidana Trump yang dibawa ke pengadilan dan mungkin satu-satunya yang akan sampai ke pengadilan.

Vonis pada Jumat dijatuhkan 10 hari sebelum pelantikannya untuk masa jabatan kedua.

Dalam sekitar enam menit pernyataan di pengadilan, Trump yang tenang namun tegas menyebut kasus ini sebagai "pemanfaatan kekuasaan pemerintah" dan "aib bagi New York". Dia menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan kejahatan.

"Ini adalah perburuan penyihir politik. Ini dilakukan untuk merusak reputasi saya supaya saya kalah dalam pilpres dan, jelas, itu tidak berhasil," kata Trump seperti dikutip dari kantor berita AP, Sabtu (11/1).

Setelah proses yang berlangsung sekitar setengah jam, Trump mengatakan dalam unggahan di jejaring sosialnya bahwa sidang yang dijalaninya adalah "permainan hina". Dia menegaskan akan mengajukan banding terhadap vonis tersebut.

Hakim Manhattan Juan M. Merchan bisa saja menjatuhkan hukuman hingga empat tahun penjara bagi Trump yang berusia 78 tahun. Alih-alih mengambil langkah itu, Merchan memilih vonis yang menghindari isu konstitusional yang rumit dengan secara efektif mengakhiri kasus ini, namun memastikan bahwa Trump akan menjadi presiden pertama yang menjabat dengan catatan pidana pada rekam jejaknya.

Vonis tanpa hukuman yang dijatuhkan, yang disebut sebagai pembebasan tanpa syarat, sangat jarang untuk vonis pidana berat. Hakim mengatakan dia harus menghormati perlindungan hukum yang akan didapat Trump sebagai presiden, sekaligus mempertimbangkan keputusan juri.

"Meski perlindungan yang luar biasa ini ada, salah satu kekuasaan yang tidak mereka berikan adalah kekuasaan untuk menghapus vonis juri," kata Merchan, yang sebelumnya telah mengungkapkan dia memang berencana menjatuhkan vonis tanpa hukuman.

Saat Merchan mengumumkan vonis, Trump duduk tegak, bibirnya rapat, sedikit mengerutkan dahi. Dia menoleh ke samping saat hakim mengatakan, "Selamat menjalani masa jabatan kedua."

Sebelum sidang, sejumlah pendukung dan pengkritik Trump berkumpul di luar pengadilan. Satu kelompok membawa spanduk bertuliskan "Trump bersalah". Kelompok lain membawa spanduk bertuliskan "Hentikan konspirasi partisan" dan "Hentikan perburuan penyihir politik".

Jaksa Wilayah Manhattan, Alvin Bragg, yang mengajukan dakwaan terhadap Trump, adalah seorang anggota Partai Demokrat.

Dalam kasus suap ini, Trump didakwa dengan 34 tuduhan pidana atas pemalsuan catatan bisnis. Proses persidangannya berlangsung hampir dua bulan dan juri memutuskan Trump bersalah pada setiap tuduhan.

Upaya Gagal Kuasa Hukum Trump

Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump didampingi pengacaranya Todd Blanche hadir secara virtual dalam sidang vonis kasus suap di Pengadilan Pidana New York, Jumat (10/1/2025).
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump didampingi pengacaranya Todd Blanche hadir secara virtual dalam sidang vonis kasus suap di Pengadilan Pidana New York, Jumat (10/1/2025). (Dok. Jabin Botsford/The Washington Post via AP, Pool)

Tuduhan spesifik dalam kasus suap ini berkaitan dengan cek dan pembukuan. Namun, tuduhan yang mendasarinya sangat memalukan dan terkait erat dengan kebangkitan politik Trump.

Trump didakwa memalsukan catatan bisnisnya untuk menutupi suap sebesar USD 130.000 kepada artis film dewasa Stormy Daniels. Pembayaran itu dilakukan pada akhir kampanye Trump 2016 agar Daniels tidak mengungkapkan hubungan seksual yang dia klaim terjadi antara mereka 10 tahun sebelumnya. Trump membantah ada hubungan seksual antara mereka dan mengatakan tidak melakukan kesalahan.

Jaksa mengatakan Daniels dibayar — melalui pengacara pribadi Trump pada saat itu, Michael Cohen — sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk mencegah pemilih mendengar tentang dugaan perselingkuhan Trump.

Trump membantah setiap tuduhan. Pengacaranya menyatakan bahwa dia menutupi cerita itu untuk melindungi keluarganya, bukan untuk kepentingan kampanyenya. Sementara itu, jaksa berpendapat bahwa pembayaran yang dilakukan Cohen untuk Stormy secara curang dicatat sebagai biaya hukum. Namun, Trump membela diri dengan mengatakan bahwa pencatatan memang seharusnya dilakukan seperti itu.

"Untuk ini saya didakwa," keluh Trump kepada hakim pada Jumat. "Sungguh luar biasa."

Pengacara Trump telah gencar berusaha agar persidangan tidak dilanjutkan dengan sangat mengandalkan klaim kekebalan presiden dari dakwaan pidana dan mereka mendapatkan dorongan pada bulan Juli dari keputusan Mahkamah Agung yang memberi mantan presiden kekebalan yang cukup besar.

Pada tahun 2016, Trump masih merupakan warga negara biasa dan calon presiden ketika pembayaran kepada Stormy Daniels dilakukan. Namun, ketika penggantian biaya tersebut dilakukan dan dicatat pada tahun berikutnya, Trump sudah menjabat sebagai presiden AS.

Hakim Merchan, yang merupakan anggota Partai Demokrat, beberapa kali menunda pembacaan vonis, yang awalnya dijadwalkan pada bulan Juli. Namun, pada minggu lalu, dia menetapkan tanggal 10 Januari 2025 sebagai sidang vonis dengan alasan bahwa sudah saatnya untuk membuat "keputusan yang final".

Pengacara Trump kemudian melakukan berbagai upaya pada detik-detik terakhir untuk mencegah sidang vonis. Namun, harapan terakhir mereka hilang pada Kamis (9/1) malam, ketika Mahkamah Agung AS memutuskan dengan suara 5-4 untuk tidak menundanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya