Viral Video Ospek Minum Air Ludah, Psikolog: Sama Saja dengan Bullying

Psikolog anak dan remaja menilai kegiatan ospek di Universitas Khairun yang melibatkan mahasiswa baru berjalan jongkok dan meminum air bercampur air liur tak ubahnya perundungan atau bullying.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 01 Sep 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2019, 09:00 WIB
Video sejumlah mahasiswa dipaksa meminum air ludah dan berjalan jongkok saat masuk kampus viral di media sosial. (Istimewa)
Video sejumlah mahasiswa dipaksa meminum air ludah dan berjalan jongkok saat masuk kampus viral di media sosial. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Tengah viral di media sosial, video sejumlah mahasiswa baru mengikuti kegiatan orientasi kampus (ospek) yang diminta menaiki tangga dengan berjongkok dan meminum air kemudian meludahkannya kembali ke gelas yang sama secara bergiliran. Aktivitas tersebut diketahui terjadi di Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara.

Psikolog anak dan remaja Oktina Burlianti menilai hal itu tak ubahnya perundungan atau bullying. "Kenapa diizinkan oleh sistem pendidikan dengan dibungkus nama 'ospek'" ucap Oktina, dihubungi oleh Health-Liputan6.com, Minggu (1/9/2019).

Lebih lanjut psikolog yang akrab disapa Ulie ini menjelaskan, tindakan ospek itu akan berdampak serupa dengan perundungan yang terjadi di sekolah. Ulie menyebut, setidaknya ada tiga dampak bagi mahasiswa/mahasiswi yang mengalaminya yakni menjatuhkan harga diri, dampak penyakit fisik, dan depresi. Bahkan, bukan tak mungkin juga mengurangi semangat belajar di sekolah/kampus.

Namun, Ulie mengatakan, yang perlu dikhawatirkan dari tindakan ospek itu adalah menularnya perilaku kekerasan. "Kekerasan akan memicu kekerasan juga dari orang yang di-bully," jelasnya.

 

Saksikan juga video berikut ini:

Maaf saja tidak cukup

Psikolog yang juga aktif sebagai Direktur Program Sekolah Citta Bangsa Cibubur ini mengatakan, aktivitas ospek yang menjadi viral tersebut menunjukkan adanya salah kaprah dalam memaknai mentoring di kalangan pelajar.

"Mentoring di kalangan pelajar kok seringkali dianggap sebagai tindakan kekerasan ya? Ada salah kaprah di sini," ujar Ulie.

Untuk mengatasi hal tersebut tidak cukup hanya dengan permintaan maaf dari para pelaku, ungkap Ulie.

"Maaf saja tidak cukup. Sistem pendidikan harus diubah. Rasa ingin berkuasa dari para senior baiknya diubah menjadi rasa ingin mengayomi, melindungi, dan melakukan coaching," ucapnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya