Liputan6.com, Jakarta Banyak dari kita, memakan camilan sebelum tidur merupakan ritual yang menyenangkan dan memuaskan. Mulai dari makan keripik, biskuit, sereal, hingga keju sebelum tidur dilakukan agar nantinya tak terasa lapar saat tidur.
Pada saat yang bersamaan juga kamu pasti pernah mendengar bahwa untuk tidak makan di malam hari karena itu buruk bagi pencernaan dan berat badan.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari Self pada Rabu (29/1/2020), makan sebelum tidur tentu memiliki banyak efek kesehatan bagi tubuh.
Advertisement
1. Masalah pencernaan
Antara perut dan kerongkongan (saluran yang membawa makanan dari mulut ke perut) adalah katup berotot yang disebut sfingter esofagus bagian bawah, menurut Institusi Nasional untuk Diabetes dan Ginjal (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases/NIDDK).
"Terkadang katup itu tetap terbuka dan memungkinkan isi lambung dan cairan pencernaan mengalir kembali ke kerongkongan dan menyebabkan iritasi," ujar ahli gastroenterologi di Klinik Cleveland, Scott Gabbard, M.D.
Sensasi terbakar yang tidak bikin nyaman itu disebut gastroesophageal flux (refluks asam).
Dari itu kemudian bisa juga menimbulkan sakit maag. Sakit maag itu sendiri dapat dipicu oleh beberapa hal, termasuk makan kemudian berbaring, menurut Mayo Clinic.
Dokter Gabbard mengatakan ketika seseorang berbaring secara horizontal dengan perut penuh, ia akan kehilangan efek gravitasi yang membantu menjaga isi perut tetap rendah.
Menurut United State National Library of Medicine, jika kamu merasakan sakit perut lebih dari dua kali seminggu, mungkin saja menderita penyakit yang disebut GERD (gastroesophageal reflux).
Risiko lainnya jika makan sebelum tidur yaitu dispepsia. Ini merupakan serangkaian gejala seperti sakit perut, mual, merasa tidak nyaman, dan perut bagian atas terasa kembung atau terbakar.
Jika itu berlangsung lebih dari dua minggu atau disertai dengan gejala lain, sebaiknya menemui dokter yang dapat membantu menangani itu.
"Makan banyak sebelum tidur dapat memperburuk gejala yang ada," kata Gabbard.
Camilan atau makan malam yang porsinya lebih besar akan lebih membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dicerna dengan baik. Jadi, camilan di malam hari yang ideal adalah yang porsinya kecil atau sedikit dan dimakan beberapa jam sebelum tidur.
Simak video menarik berikut ini:
2. Masalah pada kualitas tidur
Jika kamu secara teratur makan sebelum tidur dan mengalami kesulitan untuk tidur nyenyak, bisa saja ada hubungan antara keduanya.Jika asam lambung naik itu akan membuat ketidaknyamanan dan menjadikan seseorang tidak bisa tidur.
Faktanya, rutinitas waktu tidur yang padat dapat memberi sinyal ke tubuh dan pikiran. Memang benar jika tidur dalam keadaan perut terasa lapar juga akan mengganggu tidur.
Namun, jika kamu makan camilan untuk mencegah rasa lapar saat tidur, maka lakukanlah dengan memperhatikan porsinya.
3. Masalah berat badan
Banyak dari kita mengasosiasikan makan malam dengan bertambahnya berat badan.
"Ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara makan malam, berat badan, dan fungsi metabolisme," kata profesor psikologi psikiatri di Parelman School of Medicine, University of Pennsylvania, Kelly C. Allison, Ph.D.
Sebuah tinjauan literatur yang diterbitkan dalam Physicology & Behavior tahun 2018 yang ditulis oleh Allison menyimpulkan bahwa waktu makan berdampak pada berat dan fungsi metabolisme. Khususnya, dengan makan malam yang teratur berpotensi berkontribusi dalam hal tersebut.
Pengalihan konsumsi kalori ke hari berikutnya dapat mengubah ritme sirkadian tubuh, yang membantu mengatur metabolisme.
"Tubuh kita diatur agar terjaga dan makan serta beraktivitas di siang hari," kata Allison.
Meskipun begitu, Allison mengatakan perlu lebih banyak penelitian tentang kaitan kedua hal tersebut.
"Ini masih sebagian besar tentang nilai gizi dan jumlah makanan yang dimakan, bukan tentang waktu," ucap profesor psikologi dari Pennsylvania itu.
Pada intinya, jadikan camilan atau makanan menjadi porsi yang kecil, lewati makanan yang berserat, berlemak, pedas, atau asam sebelum tidur. Atur waktu juga dan jika gejala terus berlanjut segera temui dokter.
Penulis : Vina Muthi A.
Advertisement