Aturan Tes COVID-19 Mandiri Belum Ada, Bagaimana Pengawasan Kemenkes?

Sampai saat ini, Kemenkes RI belum mengeluarkan aturan resmi tes COVID-19 mandiri.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 21 Mei 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2022, 09:00 WIB
FOTO: Lokasi Tes COVID-19 Mulai Ramai Akibat Varian Omicron
Petugas melakukan tes usap PCR kepada warga di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Kamis (3/2/2022). Terkait meningkatnya kasus harian COVID-19 di Tanah Air, tren penambahan kasus di Indonesia secara konsisten cenderung meningkat dalam sepekan terakhir. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai alat tes COVID-19 mandiri (self testing COVID-19) banyak diperjualbelikan di e-commerce. Ada juga produsen alat kesehatan seperti PT. Jayatunggal Sekarmulia yang baru meluncurkan Juvara tes antigen dan C-Saliva PCR mandiri yang berinovasi dengan menjual produknya melalui mesin penjual otomatis (vending machine).

Walau begitu, aturan penggunaan self testing COVID-19 belum diterbitkan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. Lantas, bagaimana pengawasan peredaran alat tes COVID-19 mandiri saat ini?

Angguh Gubawa dari Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kemenkes RI menjelaskan, sepanjang produk alat kesehatan mendapat izin edar dan layak diedarkan, pengawasan terus dilakukan.

Pengawasan yang dimaksud selama masa setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ini serupa dengan pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

"Kalau kami 'berkiblatnya' begini, utamanya sepanjang produk sudah mendapat izin edar, berarti sudah mendapat verifikasi dan dianggap layak edar oleh Kemenkes. Ya silakan saja beredar, walaupun istilahnya ini adalah produk inovasi atau produk baru," jelas Angguh saat diwawancarai Health Liputan6.com usai Peluncuran Juvara Tes Antigen dan C-Saliva PCR di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (19/5/2022).

"Intinya, sepanjang mereka sudah mendapat izin edar, entah AKL atau AKD. AKL adalah Alat Kesehatan Luar Negeri, sedangkan AKD adalah Alat Kesehatan Dalam Negeri. Kalau izinnya sudah ada, ya sudah layak (edar) berarti."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sampling Produk Alat Tes COVID-19

Tes Swab Mandiri
Warga menjalani "swab test" di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Pemerintah menetapkan harga batas tes usap alias tes swab melalui PCR untuk mendeteksi Covid-19 agar mendorong masyarakat melakukan tes secara mandiri. (merdeka.com/Imam Buhori)

Angguh Gubawa menambahkan, Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dalam mengawasi produk alat kesehatan yang beredar, khususnya alat tes COVID-19 mandiri melakukan uji sampling product. Uji ini untuk mengetahui kualitas sejauh mana kondisi produk selama post-market.

"Kalau proses pengawasannya ya biar kita ke depan lihat beredar ya. Kami ada program sampling product. Jadi, produk ini, misalnya Juvara tes antigen dan C-Saliva PCR, tetap akan kami uji post-market-nya di lab yang sudah dirujuk oleh Kemenkes," tambahnya.

"Kalau produk dari produsen alat kesehatan sudah memenuhi persyaratan ya lanjut (beredar dan dijual), tapi kalau tidak memenuhi syarat, ya kami akan memberikan surat peringatan. Seperti itu mekanismenya."

Ketika suatu produk alat kesehatan selepas post-market berkurang kualitas atau tidak terjaga mutunya, maka produsen akan diminta oleh Kemenkes untuk memperbaiki alat tersebut. Apabila tidak direspons oleh produsen yang bersangkutan, izin edar dapat dicabut.

"Ada surat peringatan kepada mereka (produsen) untuk memperbaiki kualitas. Kalau, misalnya, perbaikan tidak dikomplain (respons), ya kami bisa recall atau dicabut izin edarnya," pungkas Angguh.

Recall adalah kewajiban produsen kepada konsumen untuk memperbaiki produk yang sudah dijual.

Pengawasan Iklan Alat Kesehatan

Ciri-Ciri Iklan yang Benar
Ilustrasi Iklan Credit: pexels.com/Polina

Dalam peredaran alat kesehatan yang diperjualbelikan di e-commerce, Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan Kemenkes RI ikut mengawasi iklan yang berseliweran. Iklan-iklan alat kesehatan yang tidak terverifikasi atau terbukti merugikan konsumen akan diturunkan (takedown).

"Untuk yang regulasi alat kesehatan, banyak juga penggunaannya yang beredar di e-commerce, makanya kami ada program mengawasi iklan-iklan alat kesehatan. Kami kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), IDEA yang menginisiasi Bukalapak, Tokopedia," beber Angguh Gubawa.

"Nah, iklan-iklan yang ada kami kumpulin, kemudian kami konfirmasi ke Kominfo untuk ditakedown. Itu salah satu program kerja kami. Jadi, enggak sembarangan juga alat kesehatan dijual secara bebas."

Meski ada upaya mengawasi iklan alat kesehatan, lanjut Angguh, menjadi hal yang menantang. Sebab, akun-akun lain akan muncul kembali.

"Tapi ya memang namanya (di e-commerce) banyak akun perseorangan. Kadang hari ini kita tebang, besok atau lusa tumbuh lagi akun-akun baru. Ya, non-setop 'perangnya' seperti itu," pungkasnya.

Tes COVID-19 oleh Tenaga Medis

Tes Swab Massal untuk Melacak Covid-19 di Depok
Seorang perempuan mengikuti tes swab PCR massal di Kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Selasa (5/1/2021). Puskesmas Pancoran Mas melakukan tes Swab PCR kepada warga yang pernah memiliki riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Adapun di Indonesia, pemeriksaan dan pengujian tes antigen (RDT-Ag) untuk COVID-19 dilakukan oleh tenaga medis.

Ketentuan ini merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen Dalam Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Pada KMK yang diteken Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin tertanggal 5 Maret 2021 dinyatakan secara tegas, bahwa:

Pengambilan spesimen dan pemeriksaan RDT-Ag dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat terbuka antara lain di bandar udara, stasiun, terminal dengan melakukan penilaian risiko mempertimbangkan sirkulasi yang baik dan memperhatikan keamanan lingkungan sekitar sesuai pembahasan mengenai keselamatan hayati (biosafety).

Pengambilan spesimen dan pemeriksaan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Pengolahan limbah menjadi tanggung jawab pelaksana fasilitas pemeriksaan.

Infografis Seberapa Sering Harus Ikuti Tes Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Seberapa Sering Harus Ikuti Tes Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya