Jangan Abai Gejala COVID-19 Ringan, Pakar Sarankan Langsung Swab Jika Demam atau Flu

Gejala COVID-19 yang terjadi saat ini seringkali ringan sehingga beberapa masyarakat kerap mengabaikannya.

oleh Diviya Agatha diperbarui 05 Agu 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2022, 12:00 WIB
Gambar Ilustrasi Wanita Terserang Flu Parah
Sumber: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Dunia masih belum sepenuhnya terbebas dari pandemi COVID-19. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, setidaknya terdapat 6.527 kasus baru pada Kamis, 4 Agustus 2022.

Sejak minggu keempat bulan Juli, kasus COVID-19 di Indonesia memang tengah mengalami kenaikan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan minggu-minggu sebelumnya. Kasus hariannya berkali-kali melewati angka enam ribu.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr Dwi Oktavia Handayani mengungkapkan bahwa sebaiknya masyarakat tidak abai dengan gejala COVID-19 ringan.

"Jangan abaikan gejala kesehatan atau keluhan kesehatan yang ringan sekalipun. Jadi kalau hanya merasa demam atau flu biasa, maka segeralah periksa dulu," ujar Dwi dalam acara Perkembangan Kasus Covid-19 di DKI Jakarta & Keterisian RSDC Wisma Atlet – Kemayoran bersama BNPB Indonesia ditulis Jumat, (5/8/2022).

"Apakah PCR atau antigen untuk memastikan bahwa sakit yang kita derita bukan COVID-19, karena gejala dari mereka yang COVID-19 ringan sangat mirip dengan gejala flu saja. Jadi mungkin sebagian masyarakat kita mengabaikan karena menganggap sangat ringan," tambahnya.

Sehingga menurut Dwi, apapun gejala yang dirasakan termasuk yang ringan sekalipun, akan ada baiknya bila tetap melakukan pemeriksaan swab PCR atau antigen untuk memastikan kondisi.

"Tujuannya tentu untuk memastikan bahwa obat yang perlu dikonsumsi menjadi tepat dan cepat. Kita juga menghindari penularan pada orang lain," kata Dwi.

Sadar dan Waspada di Ruang Publik

FOTO: Jumlah Kasus Aktif COVID-19 di Indonesia Melonjak
Para pekerja yang mengenakan masker berjalan kaki setelah meninggalkan perkantorannya di Jakarta, Rabu (2/2/2022). Sebanyak 5.110 pasien COVID-19 di Indonesia sembuh, membuat total pasien sembuh mencapai 4.148.804 orang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut Dwi mengungkapkan bahwa penting untuk menumbuhkan kesadaran satu sama lain, terutama di ruang publik tempat di mana masyarakat melakukan aktivitas.

"Di semua tempat aktivitas utama kita apakah di sekolah, tempat kerja, atau tempat aktivitas lain harus tumbuh kesadaran dari semua orang yang terlibat di dalam kegiatan untuk sama-sama menjaga. Jangan sampai terjadi penularan," ujar Dwi.

Menurut Dwi, persoalan ventilasi udara juga perlu disoroti. Mengingat penularan lebih mungkin terjadi bila Anda tidak berada dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.

"Ditambah dengan ventilasi yang baik, artinya ada pertukaran udara yang cukup di ruang-ruang kerja dan kelas kita. --- Setiap institusi tentu harus mempunyai tim-tim kerja yang berasal dari internal untuk memastikan protokol kesehatan dan upaya penanggulan COVID-19 berjalan dengan baik," pungkasnya.

Sedangkan berkaitan dengan vaksinasi, Indonesia sendiri baru saja memberikan izin untuk vaksinasi COVID-19 dosis keempat atau booster kedua untuk para tenaga kesehatan (nakes).

Taat Prokes Termasuk untuk Nakes

Vaksinasi Booster Keempat untuk Nakes
Petugas kesehatan memberikan vaksin booster dosis kedua atau vaksinasi dosis keempat untuk tenaga kesehatan relawan yang bertugas di RSDC, Wisma Atlit, Kemayoran, Jakarta. Rabu (3/8/2022). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mulai melaksanakan pemberian vaksinasi Covid-19 dosis keempat atau booster kedua bagi para tenaga kesehatan (nakes). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof Dr dr Sri Rezeki Hadinegoro, SpAK mengingatkan bahwa meskipun para nakes sudah mendapatkan booster kedua, penting untuk tidak lalai dalam hal protokol kesehatan (prokes).

"Nakes itu prokesnya harus kuat. Enggak bisa sudah divaksin (booster kedua) prokesnya longgar, karena penularan bisa juga bukan di rumah sakit. Bisa di rumah, mungkin di transportasi umum, mungkin di mal," ujar wanita yang akrab disapa Prof Sri melalui sambungan telepon pada Health Liputan6.com pada Kamis, 28 Juli 2022.

Vaksin booster pertama untuk nakes sendiri sudah diberikan sejak Agustus 2021, yang artinya telah melewati jangka waktu enam bulan. Menurut Sri, antibodi pada kebanyakan nakes kemungkinan sudah menurun.

"Nakes ini kan booster pertamanya awal itu bulan Agustus September tahun lalu. Kalau sampai sekarang memang sudah hampir setahun --- Jadi lewat enam bulan itu pasti menurun," kata Sri.

Terlebih menurut Sri, nakes menjadi kelompok berisiko tinggi. Sehingga penting untuk memperkuat kembali imunitas mereka yang bekerja di lapangan, yang nantinya juga bertugas mengurus pasien COVID-19.

Kegelisahan Kasus COVID-19 Terus Naik

Vaksinasi Booster Keempat untuk Nakes
Tenaga kesehatan relawan yang bertugas menunggu untuk mendapatkan vaksinasi dosis keempat di RSDC, Wisma Atlit, Kemayoran, Jakarta. Rabu (3/8/2022). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mulai melaksanakan pemberian vaksinasi Covid-19 dosis keempat atau booster kedua bagi para tenaga kesehatan (nakes). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Sri, pemberian vaksin booster kedua bagi nakes memang didasari atas kegelisahan akibat naiknya kasus COVID-19. Apalagi nakes merupakan garda terdepan yang berada di lingkungan kerja berisiko.

"Awal Juni kasus masih rendah, malah kematian pernah nol. Jadi pada waktu itu kita nilai memang belum perlu (booster kedua) nakes karena kasus rendah. Tapi makin hari sekarang makin tinggi, bahkan sampai enam ribu per hari. Nah itu yang membuat jadi gelisah," kata Sri.

Selain itu, kelompok berisiko lainnya yang perlu menjadi pertimbangan untuk vaksinasi booster kedua adalah orang dengan komorbid serta lansia. Namun menurut Sri, capaian vaksinasi pada dua kelompok itu masih rendah.

"Risiko tinggi itu bukan hanya pada nakes. Kepada orang lansia, pada yang komorbid itu semua risiko tinggi. Tetapi kalau kita lihat mereka booster satunya masih rendah sekali. Sayang sekali, itu kita lagi kejar itu," ujar Sri.

Sehingga Sri mengungkapkan, apabila lansia dan orang dengan komorbid ingin mendapatkan booster kedua, maka harus lebih dulu melengkapi booster pertama yang hingga saat ini masih rendah.

Infografis Gejala dan Pencegahan Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Gejala dan Pencegahan Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya