Liputan6.com, Jakarta Beberapa perusahaan rokok elektronik atau rokok elektrik atau vape menyebut bahwa produk buatannya tidak berbahaya atau less harmful. Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto klaim tersebut sangat kontraindikasi dengan bukti yang ada.
"Disebut rokok elektronik itu tidak berbahaya atau less harmful, tentu ini menjadi hal yang sangat kontradiksi dengan data-data, evidence, yang ada di seluruh dunia," kata Agus dalam Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024 yang jatuh setiap 31 Mei.
Advertisement
Baca Juga
Agus mengungkapkan dari berbagai data-data ilmiah menunjukkan bahwa rokok elektronik tetaplah berbahaya. Bisa membuat kecanduan serta meningkatkan risiko kanker.
Advertisement
"Rokok elektronik mengandung bahan berbahaya, mengandung (senyawa) bersifat adiktif (membuat kecanduan), bersifat karsinogenenik, dan merangsang inflamasi atau peradangan pada tubuh," kata Agus.
Disebut juga kandungan zat dalam rokok elektronik lebih sedikit dari rokok konvensional. Sebenarnya, mengenai bahaya sama dengan rokok konvensional.
"Meskipun dalam jumlah kecil, bahan-bahan yang ada pada rokok konvensional itu tidak sepantasnya masuk ke saluran napas kita, tidak aman untuk kesehatan," kata dokter spesialis paru konsultan Feni Fitriani Taufik dalam konferensi pers secara daring pada Jumat, 31 Mei 2024.Â
Rokok Elektronik Tak Terbukti Bantu Berhenti Merokok
Rokok elektronik juga disebut-sebut mampu membantu untuk berhenti merokok. Nyatanya studi mengatakan bahwa seseorang jadi kecenderungan merokok elektronik usai mencoba produk tersebut.
"Suatu penelitian malah menyebutakan 65 persen yang menggunakan rokok elektronik itu langsung menggunakan. Jadi tidak seperti yang awal dikatakan akan menjadi alternatif berhenti merokok tapi malah menarik generasi muda untuk menggunakan rokok tersebut," kata Feni.
Â
Advertisement
Perusahaan Rokok Elektronik Sasar Anak dan Remaja
Feni juga menyampaikan bahwa saat ini perusahaan-perusahaan rokok elektronik menyasar anak dan remaja sebagai targetnya.
"Padahal, ketika sudah mencoba rokok elektronik ini bisa menjadi pintu gerbang ke rokok konvensional, narkoba dan hal berbahaya lainnya," lanjut Feni.Â
Bila menilik data di Indonesia, memang terlihat ada peningkatan penggunaan rokok elektronik dalam beberapa tahun terakhir. Data Riset Kesehatan Dasar Nasional 2018 angkanya sebesar 0,06 persen menjadi 0,13 persen.
"Ini menjadi suatu warning kaalau tidak mau 10-15 tahun bom waktu timbulnya masalah kesehatan dari produk tembakau," kata Agus.Â