Liputan6.com, Jakarta - Dibukanya kembali sejumlah tempat wisata di saat pandemi Covid-19 belum berlalu, membuat para pengelola berusaha menerapkan protokol kesehatan dengan konsisten.
Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh para pengunjung, termasuk kawasan wisata selam seperti Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Dua tempat wisata selam yang termasuk banyak diminati di Indonesia. Meski sudah ada protokol kesehatan, ternyata bukan hal mudah untuk membuat para pengunjung dan pengelola menaatinya. Hal itu disampaikan Noval Monali selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi.
"Meski sudah ada petugas dan aturan yang jelas, ada juga yang tidak mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan seperti tidak memakai masker," ucap Noval dalam webinar ‘Adaptasi Kebiasaan Baru Wisata Selam di Masa Pandemi Covid-19 di Raja Ampat dan Wakatobi’ pada 2 September 2020.
Advertisement
Baca Juga
Meski begitu, pengelola Wakatobi selalu berusaha untuk menjalankan protokol kesehatan dengan konsisten untuk mencegah mencegah penyebaran Covid-19. Desa Wisata Nglanggeran di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, juga menjalankan pola wisata aman. Sebelum dibuka kembali, mereka sudah melakukan uji coba pelayanan protokol kesehatan selama satu minggu pada akhir Juni 2020.
Kegiatan simulasi dihadiri oleh Wakil Bupati Gunungkidul, perwakilan DPRD Gunungkidul, Dinas Pariwisata DIY, Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Dinas Kominfo Gunungkidul, BNPB, perwakilan kecamatan Patuk, Asosiasi pariwisata di Gunungkidul, Pemerintah Desa Nglanggeran, Tim Gugus Tugas tanggap Covid-19, dan tamu undangan lainnya serta pengelola Desa Wisata Nglanggeran.
Menurut salah seorang pengelola, Sugeng Handoko pada Liputan6.com beberapa waktu lalu, pihaknya berusaha tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan, apalagi sekarang pengunjung sudah cukup banyak. Pihaknya pun paham betul masalah disiplin sebagian masyarakat Indonesia. Karena itu para pengunjung harus selalu diingatkan tentunya dengan cara yang baik dan tidak menganggu kenyamanan mereka.
"Kita ada tim yang bertugas untuk 'greteh" yaitu mengingatkan wisatawan untuk mematuhi protokol kesehatan, itu selalu kita lakukan," jelas Sugeng. Hal itu sesuai imbauan Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 sekaligus Ketua BNPB, Doni Monardo. Bahkan beberapa waktu lalu ia kembali menegaskan kalau masyarakat harus tetap mematuhi protokol kesehatan di masa new normal ini.
"Saya ingin kembali mengingatkan bahwa selama pandemi masih berlangsung, maka pelaksanaan protokol kesehatan adalah harga mati," tegas Doni dalam keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, pada 30 Juli 2020.
Menurut Sonny Harry B Harmadi, selaku Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, protokol kesehatan memang harus selalu diterapkan dengan konsisten saat kita berada di ruang umum seperti tempat wisata. Masyarakat harus memahami kalau ia tidak mengikuti protokol bukan diri mereka sendiri yang bisa terpapar Covid-19, tapi juga orang-orang di sekitarnya.
Untuk itu, pihaknya akan lebih gencar lagi menyebarkan informasi pentingnya melaksanakan protokol kesehatan saat berada di luar rumah atau di tempat-tempat umum.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lebih Kreatif
"Kita akan menyebarkan informasi melalui berbagai saluran seperti media sosial, media massa, televisi dan saluran promosi lainnya, untuk mengingatkan masyarakat kalau pandemi belum berakhir. Jangan sampai kita lalai dan meremehkan protokol kesehatan karena bisa merugikan diri sendiri dan orang lain," jelas Sonny pada Liputan6.com, Jumat, 4 September 2020.
Untuk di tempat-tempat tertentu, seperti tempat wisata, Sonny menyarankan agar pihak pengelola bisa lebih kreatif dalam menerapkan protokol kesehatan.
"Kalau seperti di Wakatobi misalnya masih banyak yang tidak mau memakai masker, pengelola bisa dengan membuat masker sendiri dengan tulisan ‘Wakatobi’ misalnya, jadi mereka yang pakai masker bisa unggah di media sosial dan jadi kebanggaan juga buat yang pakai maskernya karena menunjukkan dia sedang ada di Wakatobi, ya itu salah satu contoh saja," tuturnya.
Sonny menambahkan, biasanya ada dua faktor yang membuat seseorang tidak mau memakai masker, yaitu karena tidak tahu risiko yang akan dihadapinya dan ada juga karena tidak percaya kalau masker bisa mencegah Covid-19. Kadang ada juga yang kesulitan beli masker atau mendapatkan masker.
"Di beberapa daerah memang ada yang kesulitan mendapatkan masker, makanya kita juga membagi-bagikan masker di sejumlah daerah. Kalau yang tidak tahu bahaya tidak pakai masker ya harus kita kasih pengertian, yang agak sulit ya mereka yang tidak percaya, tapi tetap harus terus kita beri pengertian dan penjelasan," sambung Sonny.
Sementara itu, salah satu daerah yang sangat mengandalkan perekonomiannya dari bidang pariwisata adalah Bali. Mereka kini perlahan mulai bangkit setelah membuka pintu untuk wisatawan nusantara (winus) mulai akhir Juli lalu.
Meski begitu mereka tetap menerapkan protokol kesehatan dengan cukup ketat. Sejumlah destinasi wisata ada yang belum diijinkan untuk dibuka dan rencana membuka pintu untuk wisatawan mancanegara (wisman) yang tadinya akan dilaksanakan pada September ini, diputuskan untuk ditunda atau diundur.
Advertisement
Aspek CHSE
Salah satu kawasan wisata di Bali yaitu Badung misalnya, mereka belum membuka semua destinasi wisata bahkan baru ada 11 tempat yang bisa dikunjungi. Pembukaan 11 obyek wisata ini pun dilakukan setelah diverifikasi dan mendapat sertifikasi.
"Semua destinasi wisata yang siap buka diverifikasi dan bagi yang sudah lulus dapat sertifikat. Sejauh ini baru 11 tempat yang sudah memenuhi persyaratan untuk menerima wisatawan. Yang belum, masih proses, kita genjot agar memenuhi persyaratan untuk membuka tempat usaha," terang Plt. Kadispar Kabupaten Badung, Bali, Cokorda Raka Darmawan, dalam webinar Voxpop Shout! Kampanye Indonesia Care, Jumat, 4 September 2020.
Pria yang akrab disapa Cok Raka itu menambahkan, Bupati Badung sudah mengeluarkan Surat Edaran tentang panduan stakeholder pariwisata di Kabupaten Badung menuju new normal tourism. Intinya, semua penyelenggara jasa usaha pariwisata wajib menerapkan protokol kesehatan sesuai standar, berbasis pada aspek Cleanliness, Healthy, Safety, Environment (CHSE).
Selain kawasan wisata, hotel juga termasuk tujuan wisata yang paling diminati di masa pandemi terutama untuk mereka yang ingin staycation atau berlibur di dalam kota.
Salah satu grup hotel di Indonesia, Hotel Indonesia Natour (HIN) juga menyatakan komitmen mereka menerapkan protokol kesehatan dengan konsisten. Sejalan dengan era Tatanan Kehidupan Baru, HIN telah menerapkan/mengimplementasikan "Standard Operational Procedure" (SOP) dan "Protokol Kesehatan" (Guidelines & SOP) di seluruh unit Inna Hotels and Resorts yang berada di berbagai kota di Indonesia.
Menurut Iswandi Said, selaku Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (Persero) lewat pesan elektronik pada Sabtu, 5 September 2020, SOP dan Protokol Kesehatan Tatanan Kehidupan Baru tersebut juga disosialisasikan kepada seluruh stakeholders HIN, yaitu para tamu, pelanggan, mitra bisnis, pemasok, dan masyarakat pada umumnya; sehingga HIN dan seluruh stakeholders dapat berkembang bersama-sama.
Upaya Komunikasi Perubaha Perilaku
"Perlu kami tekankan, bahwa "kebersihan, kesehatan, dan keamanan" (Clean, Healthy, and Safety) merupakan aspek yang sangat kami utamakan dalam "Guidelines & SOP Kesehatan - Tatanan Kehidupan Baru, sehingga seluruh Inna hotels & Resorts punya standar hieginitas yang tinggi, dan para tamu akan merasa aman dan nyaman untuk menginap dan melakukan kegiatan di seluruh bagian dan area hotel-hotel," terangnya.
Mengenai perilaku sebagian masyarakat yang masih tidak menjalankan protokol kesehatan seperti tidak memakai masker di tempat umum, menurut pakar komunikasi kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Dien Anshari, masalah komunikasi mungkin jadi salah satu penyebabnya.
"Saya tidak tahu pasti berapa jumlah masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, tapi bagi mereka yang belum atau tidak mau menjalankannya mungkin harus ada upaya komunikasi perubahan perilaku," terangnya pada 3 September 2020.
"Secara sederhana bisa dilakukan dengan peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan dari audiensnya. Jadi harusnya audiens di asesmen dulu (pengetahuannya, kemauannya, dan kemampuannya) sehingga upaya perubahan disesuaikan dengan hasil asesmen," tambahnya.
Dien menambahkan, selama ini yang masih kurang adalah pesan-pesan yang memotivasi dan yang dapat meningkatkan rasa kemampuan diri. "Hal itu bukan saja untuk mencegah tertular dan menulari COVID-19, tapi juga kemampuan diri untuk sembuh jika terkena atau untuk membantu kesembuhan anggota keluarga dan masyarakat yang terkena COVID-19," pungkasnya.
Advertisement