Sushi Enak nan Murah Bakal Jadi Makanan Langka pada 2050, Kenapa?

Sushi enak dengan harga ekonomis yang sekarang bisa dengan mudah ditemui akan sangat langka beberapa dekade ke depan.

oleh Asnida Riani diperbarui 15 Okt 2020, 04:03 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 04:03 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi sushi. (dok. Pexels/Valeria Boltneva)

Liputan6.com, Jakarta - Sushi, salah satu kuliner populer asal Jepang yang bisa dinikmati lidah orang dari banyak negara. Modifikasi dengan banyak sentuhan lokal pun mulai dilakukan tak sedikit tempat makan, mulai dari kedai pinggir jalan, sampai restoran kelas atas.

Sensasi makannnya pun bisa dinikmati sesantai mungkin, maupun semewah yang bisa diusulkan. Terlepas dari berbagai nuansa yang 'dijual', sushi selalu tentang kualitas bahan.

Minimnya bumbu lain membuat bahan utama penyusun sushi punya peran krusial dalam mengonstruksi rasa. Sayangnya, sushi enak bakal langka pada 2050 karena kualitas bahan utamanya sudah tak bisa dipenuhi.

Mengutip laman VICE, Rabu, 14 Oktober 2020, perhitungannya dilatarbelakangi perubahan iklim. Sehingga, sushi enak berharga miring akan sangat sulit ditemui di masa itu.

Profesor dan peneliti Unit Penelitian Perubahan Laut University of British Columbia, William Cheung, melakukan perhitungan jumlah ikan di dunia melalui laporan yang dirilis pada 2010. Ia pun memperkirakan kelamnya masa depan dunia, setidaknya hingga 2055.

"Setelah merangkum semua data, saya sadar dalam beberapa dekade, mau tak mau sushi akan dibuat dari jenis ikan yang berbeda dari sekarang," katanya. "Beberapa jenis ikan yang sekarang mudah didapat di restoran sushi mana pun akan jadi ikan mahal di masa depan."

Cheung menyadari pola ketersediaan ikan selalu berubah dari waktu ke waktu. "Di Hong Kong, tempat saya tumbuh besar, ada berbagai jenis ikan yang dulu kita santap setiap hari. Sekarang, ikan-ikan ini sudah langka. Misalnya, ikan croaker kuning yang dulu banyak sekali persediannya," ungkapnya.

"Sekarang saking mahalnya ikan croaker, restoran-restoran di Hong Kong jarang menyajikan menu ini," sambung Cheung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perburuan Bahan Alternatif

Ilustrasi Sushi (AFP)
Ilustrasi sushi (AFP)

Air laut yang semakin panas dan tingkat keasaman meningkat, menurut Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat, akan mengganggu ekosistem binatang laut. Ditambah adanya pemancingan ikan berlebihan dan penghancuran habitat laut, ini akan mengeliminasi sumber-sumber makanan favorit manusia.

"Sekarang, banyak dari muatan karbon ini diserap oleh laut," kata Prosanta Chakrabarty, ahli ikan dari Louisiana State University. "Masalahnya karbon membuat air laut semakin asam."

Proses pengasaman ini kemudian merusak kehidupan laut, termasuk susunan koral. "Seiring pengasaman terjadi, terjadi pemucatan, bahkan pemutihan koral. Mereka akan mati karena tak bisa mempertahankan simbiosis mutualisme dengan makhluk invertebrata," kata Chakrabarty.

Ikan-ikan tertentu, seperti tuna sirip biru dan beberapa spesies makarel, adalah yang paling terancam keberadaannya sekarang. Sementara, ketersediaan tuna masih jadi perdebatan. Sebagian percaya area penangkapannya saja yang bakal berpindah, namun ada juga yang meragukan lingkaran reproduksinya.

Guna mengatasi menurunnya populasi spesies ikan yang jadi bahan utama sushi populer, beberapa chef, seperti Bun Lai dari Restoran Mita di New Haven, Connecticut, mulai menyingkirkan ikan yang sepertinya tak akan bertahan lama di laut, misal salmon dan tuna.

Para chef turun tangan sendiri. Mereka keluar masuk pasar demi mencari opsi bahan baku sushi yang lebih masuk akal. Bagi Lai, pilihan paling masuk akal itu adalah ikan carp asia, kepiting lokal, serangga, dan tanaman lokal untuk vegan roll.

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya