Liputan6.com, Jakarta - Wacana pengurangan hari libur akhir tahun dalam menyambut Natal dan Tahun Baru demi menekan potensi penyebaran corona Covid-19 di masyarakat akhirnya benar-benar terjadi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengumumkan bahwa libur akhir tahun dipangkas sebanyak tiga hari.
Hari libur akhir tahun yang dihapuskan berada di tanggal 28, 29 dan 30 Desember 2020. Hal ini ditetapkan setelah melalui rapat bersama dengan kementerian/lembaga teknis. Mulai dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Menteri Agama (Menag), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Kepala Staf Presiden serta pihak Polri.
"Intinya kita sesuai arahan putuskan bahwa libur Natal dan tahun baru tetap ada. Adapun liburnya, mulai 24 sampai 27 (Desember) libur Natal," kata Menko PMK Muhadjir Effendy dalam rapat daring, Selasa (1/12/2020), dilansir dari kanal News Liputan6.com.
Advertisement
Baca Juga
Adapun libur akhir tahun akan dimulai dari 24 sampai 27 yang beririsan dengan libur Natal. Lebih rinci, 24 adalah cuti bersama Natal, 25 libur Natal dan 26-27 karena hari Sabtu dan Minggu.Kemudian 28-29-30 (Desember) tidak libur tetapi tetap kerja biasa .Lalu, pada 31 Desember akan dilanjutkan dengan libur pengganti Idul Fitri. Setelahnya akan dilanjutkan libur tahun baru pada 1 Januari 2021, kemudian di 2 dan 3 Januari karena bertepatan dengan Sabtu-Minggu.
Dia juga menjelaskan bahwa jatah libur yang dikurangi ini tidak akan diganti. "Dikurangi berarti tidak akan diganti. Dipangkas, dikurangi jadi tidak akan diganti," tegasnya. Muhadjir menyatakan keputusan ini sudah final dan ditandatangani tiga menteri. "Dengan demikian secara teknis pengurangan libur itu ada tiga hari yaitu 28-30 Desember. Kesepakatan ini akan ditandatangani oleh tiga menteri, Menpan, Metenaker, dan Menag," tandasnya.
Wacana pengurangan libur panjang dan cuti bersama di akhir tahun ini memang sudah bergulir sejak beberapa hari lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta para menterinya untuk meninjau ulang penetapan libur dan cuti bersama akhir 2020. Permintaan Jokowi didasari kekhawatiran kasus baru virus Corona COVID-19 yang kembali tinggi.
Masa libur panjang cuti bersama pada akhir Oktober lalu ternyata berdampak pada kenaikan kasus positif corona Covid-19 di Indonesia. Hal itu dikatakan Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satgas Penanganan Covid-19 Andre Rahadian pada Senin, 30 November 2020.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jakarta Sepi
Pada Minggu, 29 November 2020, ada penambahan lebih dari 6.200 kasus positif Covid-19. Jumlah ini menjadi rekor tersemdiri karena tercatat paling banyak sejak diumumkan kasus Corona di Indonesia pada awal Maret 2020. Lalu, apakah kebijakan tersebut akan efektif menekan angka kasus positif corona?
Menurut Krishnadi, Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jakarta mengatakan keputusan tersebut mungkin tidak akan terlalu mempengaruhi tingkat hunian hotel dan pengunjung restoran di Jakarta. Pihaknya juga sudah mengantisipasi akan keluarnya keputusan pemotongan hari libur tersebut.
"Biasanya liburan natal dan akhir tahun Jakarta memang agak sepi karena banyak yang pergi ke luar Jakarta. Sebenarnya bukan keputusan pengurangan hari libur yang kita khawatirkan, kita lebih takut dengan kemungkinan adanya pemberlakuan kembali PSBB ketat di Jakarta," terang Krishnadi pada Liputan6.com, Selasa (1/12/2020).
"Itu bisa saja terjadi lagi, karena kasus Covid-19 di Jakarta meningkat lagi. Kalau ada PSBB ketat lagi ya bisa makin sedikit orang yang datang ke restoran, paling cuma beli makanan lalu dibawa pulang. Begitu juga dengan hotel, bakal makin sepi, ujung-ujungnya bakal ada PHK lagi. Padahal selama ini kita sudah berusaha menerapkan protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya," lanjutnya.
Krishandi berharap semua pihak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan pemerintah untuk bisa mengurangi kasus positif Covid-19.
"Jangan lagi ada kerumunan, patuhii aturan-aturan yang sudah ditetapkan, ini perlu kerjasama semua pihak bukan hanya pemerintah saja. Tapi kalau kita menyarankan agar tracing lebih ditingkatkan di Jakarta, karena di Jawa Timur terutama Surabaya sekarang kasus corona mereka lebih rendah dari DKI karena tracing nya lebih banyak. Mudah-mudahan di Jakarta juga bisa seperti itu," pungkasnya.
Advertisement