Tanggapan Menparekraf Soal Pengerukan Tebing untuk Bangun Vila dan Penebangan Pohon Berusia 100 Tahun untuk Beach Club di Bali

Beberapa waktu lalu, beredar unggahan video di media sosial yang memperlihatkan pengerukan tebing di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, untuk membangun vila atau hotel.

oleh Henry diperbarui 21 Mei 2024, 05:51 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2024, 04:02 WIB
Tanggapan Menparekraf Soal Pengerukan Tebing untuk Bangun Vila di Pecatu dan Pohon Berusoia 100 Tahun di Bali Ditebang
Tanggapan Menparekraf Soal Pengerukan Tebing untuk Bangun Vila di Pecatu dan Pohon Berusoia 100 Tahun di Bali Ditebang.  (Liputan6.com/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu, beredar unggahan video di media sosial yang memperlihatkan pengerukkan tebing di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, untuk membangun hotel. Saat ini, proses pembangunan tersebut dihentikan untuk sementara.

"Pembangunan ini dihentikan sementara, selama kita memastikan tidak ada kerusakan alam," terang Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno dalam The Weekly Press Briefing with Sandi Uno yang digelar secara hybrid, Senin, 20 Mei 2024.

Pemberhentian sementara proses pembangunan ini dilakukan untuk memastikan perizinan proyek tersebut sesuai dengan realisasi pembangunan yang sedang berlangsung. "Kami sangat tegas untuk hal seperti ini, kita tidak boleh membangun fasilitas pariwisata yang berpotensi merusak alam. Saya koreksi juga ini lokasinya bukan di Uluwatu, tapi di Pecatu, tepatnya Desa Pecatu, di Badung," ujar Sandiaga Uno.

Kabar pembangunan resor atau hotel di Tebing Batu Kapur di Desa Pecatu Bali itu belakangan ramai dibahas di media sosial. Kabar tersebut menyusul beredarnya video Tebing Batu Kapur yang sebagian hancur dikabarkan karena pembangunan resor. 

Politikus Bali Ni Luh Djelantik melalui akun Instagram pribadinya, @niluhdjelantik juga membagikan unggahan serupa. Di sana terlihat Tebing Batu Kapur yang tadinya berdiri kokoh perlahan mulai terkikis. Tampak juga alat berat berada di tebing tersebut.

Sebelumnya, pohon berusia 100 tahun lebih jadi korban pembangunan pendukung pariwisata. Pohon tersebut ditebang, sementara bekas lahannya akan dibangun beach club. Menparekraf sangat menyesalkan jika pohon tersebut ditebang untuk kepentingan bisnis.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pohon Ratusan Tahun Ditebang di Bali

Tebing Kapur di Uluwatu Dibuldozer untuk Membangun Hotel: Bali Sudah Berlebihan
Tangkapan layar yang menunjukkan tebing kapur di wilayah Uluwatu, Bali yang dibuldozer. (dok. Instagram @therahayuproject/https://www.instagram.com/reel/C7ETbMcRgEm/?utm_source=ig_web_copy_link/Rusmia Nely)

"Wah sangat disayangkan sekali kalau memamg pohon sudah ratusan tahun ditebang, apalagi kalau untuk kepentingan komersial. Jadi kita selalu ingatkan untuk memperhatiakn unsur CHSE dalam membangun maupun mengelola tempat wisata,” ujar pria yang biasa disapa Sandi itu.

Sandi memastikan pihaknya akan memeriksa secara menyeluruh terhadap perizinan proyek beach club tersebut, terutama dalam aspek keberlanjutannya. Dalam video yang salah satunya diunggah oleh akun Instagram @therahayuproject, terlihat proses penebangan sebuah pohon besar yang diperkirakan telah berusia 100 tahun.

"Berapa banyak lagi pohon yang akan ditebang demi keuntungan?" tulis keterangan dalam unggahan tersebut. 

Video itu menimbulkan reaksi keras dari masyarakat,yang mengecam tindakan tersebut. Mereka mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap penghancuran alam demi keuntungan komersial. Banyak yang berharap agar pembangunan fasilitas wisata di lokasi yang belum diketahui tempat pastinya itu ditinjau kembali oleh pemerintah setempat. 

Selain di Bali, para wisatawan di Banyuwangi, Jawa Timur, tepatnya di kawasan Pantai Pulau Merah, juga terganggu oleh aktivitas pertambangan di sekitar tempat wisata tersebut.


Kepanikan Wisatawan di Pantai Pulau Merah

Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah di Banyuwangi, Jawa Timur. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Sebelumnya, aktivitas blasting atau peledakan di sebuah lokasi tambang emas dikabarkan menimbulkan getaran hingga lokasi wisata Pulau Merah, Rabu 15 Mei 2024. Peristiwa itu menimbulkan kepanikan para wisatawan yang sedang berada di kawasan tersebut.

Peledakan itu juga dikabarkan mengganggu kehidupan laut serta nelayan dan juga kegiatan wisata di Pulau Merah. Sementara bagi masyarakat dan para pedagang yang berada di lokasi wisata Pulau Merah, mereka sudah terbiasa dan tidak lagi kaget dengan suara ledakan tersebut.

"Tentu hal-hal seperti itu tidak boleh terjadi di kawasan wisata karena bisa menganggu kenyamanan berwisata. Ya itu tadi, faktor CHSE harus selalu diperhitungkan dalam berbagai bidang. Tempat wisata harus aman dan nyaman, dan juga memperhatikan unsur sustainability," kata Sandi.

Kegiatan pertambangan yang menganggu masyarakat tidak hanya terjadi di Bali dan Banyuwangi. Sebelumnya, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, ada sekitar 2.408 pulau kecil yang masuk dalam Provinsi Kepulauan Riau yang kerap dieksploitasi demi meningkatkan iklim investasi dan pemasukan daerah.


Kawasan Wisata dan Industri

Suku Laut
Perkampungan suku Laut di Kepulauan Riau yang tempat tinggalnya terus menyusut akibat abrasi dari gelombang kapal Ferry yang lewat. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

"Kalau tata ruangnya sesuai pengembangan kawasan wisata dan industri, ya kita mesti dukung karena itu investasi," kata Gubernur Kepri Ansar Ahmad kepada Liputan6.com di Batam, Selasa, 4 Juli 2023.

Menurut Ansar, eksploitasi pengembangan pulau-pulau kecil di Kepri lebih baik daripada tidak termanfaatkan sama sekali. Sementara itu, advokasi lapangan yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji, menyoroti sejumlah isu strategis maritim di Kepulauan Riau seperti pengelolaan pulau-pulau pesisir secara berkelanjutan.

Penolakan eksploitasi besar-besaran atas pulau-pulau kecil di Kepri bukan hanya datang dari kalangan aktivis dan Lembaga Swadaya Masyrakat (LMS), tapi juga mahasiswa. Mereka menyadari, pulau-pulau kecil menyangkut hajat hidup orang banyak di Kepri. Jika tak dikelola secara baik, dampaknya akan dirasakan masyarakat yang sebagian besar menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.

Presiden BEM Universitas Maritim Raja Ali Haji Alfi Rivan Syafutra, mengatakan pihaknya mulai menyoroti kebijakan pemerintah yang belum memberikan grand design yang konkret untuk mengelola pulau-pulau kecil di Kepri.

 

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia
Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya