Integrasi BGCE dan Penerapannya dalam Pariwisata Ramah Lingkungan dengan Mengadopsi Artificial Intelligence

Integrasi konsep Blue-Green-Circular Economy (BGCE) dengan teknologi AI untuk pariwisata yang ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan sudah selayaknya dilakukan sejak dini.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 14 Okt 2024, 07:30 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2024, 07:30 WIB
Jatuh Bangun Operator Trip Hidupkan Kembali Denyut Wisata Labuan Bajo
Ilustrasi trip Labuan Bajo. (dok. Anjani Trip/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan pergerakan wisatawan Nusantara (wisnus) menunjukkan tren positif pada paruh pertama 2024. Performa tersebut diramalkan meningkat jika Indonesia menerapkan pariwisata berkelanjutan. 

Secara kumulatif sepanjang Januari hingga Agustus 2024 telah mencapai 9,09 juta atau atau naik 20,38 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara untuk wisatawan domestik secara kumulatif pada periode Januari--Agustus 2024, jumlah wisnas mencapai 5,99 juta. Angka ini naik 19,20 persen dibandingkan periode yang sama.

"Peningkatan diprediksi akan terus terjadi seiring kebutuhan akan pariwisata berkelanjutan sebagai masa depan sektor pariwisata," ungkap Menteri Pariwisata dan Ekonomi dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno yang hadir secara daring saat Seminar Indonesia Tourism Outlook 2025 di Kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 10 Oktober 2024. 

Hal itu menurut Sandiaga juga akan berjalan seiring dengan transformasi digital di dunia yang harus diadopsi oleh pelaku pariwisata Tanah Air. Ia pun mendorong seluruh unsur pentahelix yakni akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah dan publikasi media untuk berkolaborasi mengembangkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.

Hal itu penting kata Sandiaga Uno, karena tren pariwisata terus mengarah pada wisata yang cenderung bersifat personalize, customize, localize, dan smaller in size. "Integrasi konsep Blue-Green-Circular Economy (BGCE) dengan teknologi AI dalam rangka mewujudkan pariwisata yang ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan sudah selayaknya dilakukan sejak dini," pungkas pria yang akrab disapa Sandi tersebut.

 

Adopsi Teknologi Artificial Intelligence

Persiapan Labuan Bajo Jadi Lokasi Side Event G-20, dari Destinasi hingga Suvenir
Ilustrasi wisata Labuan Bajo. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Laporan World Economic Forum (WEF) yang dirilis pada 21 Mei 2024 menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam 10 negara dengan kinerja TTDI terbaik sejak 2019 dengan peningkatan skor sebesar 4,5 persen. Indonesia kini berada di peringkat ke-22 dari 119 negara di atas Belgia, peringkat ke-6 di Asia-Pasifik, dan peringkat ke-2 di ASEAN.

"Keberhasilan itu merupakan hasil kolaborasi pentahelix seluruh stakeholders di sektor pariwisata," tutur Sandiaga Uno.

Karena itu, lanjut Sandiaga, tidak ada kata tidak untuk mengadopsi teknologi Artificial Intelligence (AI) sebagai salah satu transformasi digital masa kini. Dengan itu, konsep ekonomi berkelanjutan yang mencakup Blue Economy, Green Economy, dan Circular Economy juga menjadi semakin relevan.

Sementara itu, Direktur Kajian Strategis Kemenparekraf, Ibu Agustini Rahayu, yang menjadi narasumber dalam kesempatan yang sama mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025--2029 pembangunan destinasi pariwisata berkualitas dilakukan sesuai preferensi pasar yang berkembang ke arah pariwisata berkelanjutan dan regeneratif.

"Itu dengan perluasan pariwisata yang fokus pada Blue, Green dan Circular economy. Termasuk pembangunan infrastruktur hijau untuk infrastruktur dasar dan pendukung pariwisata hingga peningkatan sumber daya manusia (SDM)-nya," jelas Ayu sambil menambahkan bahwa penerapan BGCE prinsipnya banyak beririsan dengan sustainability tourism. 

 

Tantangan Penerapan BCGE

Ilustrasi pariwisata Bali
Brand hand sanitizer Antis bersama tiket.com berkolaborasi mendukung program pemerintah pulihkan industri pariwisata. (dok. Unsplash.com/Jeremy Bioshop)

Lebih jauh Agustini mengatakan bahwa BGCE memiliki tantangan, bahwa belum banyak stakeholder pariwisata yang melakukan kegiatan BGCE secara konsisten. Selain itu belum banyak stakeholder pariwisata yang mengukur kegiatannya berdasarkan BGCE.

Namun penerapannya sudah memiliki regulasi yang jelas. Regulasi sebagai landasan penerapan BGCE ini sangat diperlukan untuk mempermudah tercapainya tujuan. Namun tetap perlu ada upaya menyempurnakan regulasi yang ada, khususnya Permenparekraf No.9 Tahun 2021, supaya dapat mengakomodasi prinsip-prinsip BGCE secara lebih baik. 

Prinsip pariwisata berkelanjutan juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian ada pula Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Laut. 

Agustini menambahkan bahwa pariwisata berkelanjutan bisa tercapai dengan regulasi pendukung, edukasi dan kesadaran masyarakat, kolaborasi dengan pemangku kepentingan dan dukungan finansial. Tak kalah penting harus ada peningkatan kapasitas SDN, transparansi produk atau destinasi, jaminan keamanan, hingga memberdayakan masyarakat lokal, pelestarian lingkungan yang menyeluruh, serta penegakan hukum dan regulasi.

Penerapan Sustainability di Tiap Destinasi Berbeda

Sandiaga Uno dan Ipuk Fiestiandani.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno saat berkunjung ke Banyuwangi, Sabtu (21/9/2024). (Foto: Istimewa)

BGCE sendiri apabila dibedah lebih lanjut, untuk blue economy akan fokus antara perekonomian dan konservasi lingkungan dalam konteks maritim dan daerah pesisir. Kemudian green economy akan menekankan pada ekonomi, lingkungan dan kepedulian.

Lalu circular economy akan mengutamakan aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui proses dan perputaran material untuk memaksimalkan fungsi ekosistem dan kesejahteraan manusia. Sementara itu, meski telah dipetakan dan minat wisatawan akan tourism sustainability baik, Agustini menyambung bahwa bahwa konsep sustainability sendiri masih belum mengkristal pemahamannya di masyarakat, terutama bagi industri.

Ia menyebut bahwa pariwisata sebenarnya adalah bisnis yang memanfaatkan apa yang sudah ada, maka untuk bisa berlangsung di masa depan sebuah destinasi harus dijaga kelestariannya. "Destinasi adalah given, jadi bagaimana cara mengelolanya, awareness perlu ditingkatkan," terang Ayu lagi.

Guru Besar Universitas Udayana Bali, I Nyoman Sunarta mengatakan penerapan aspek sustainability di tiap destinasi wisata akan berbeda pengaplikasiannya. Seperti Bali, menurutnya sudah dianggap terlambat karena alamnya sudah banyak yang rusak sejak masifnya pariwisata di pulau tersebut. Sementara kawasan lainnya seperti Banyuwangi dan Labuan Bajo justru baru merasakan eurofia kedatangan wisatawan dan alamnya masih dapat diselamatkan.

 

Infografis 5 Destinasi Wisata Super Prioritas
Pemerintah telah menetapkan 5 Destinasi Super Prioritas, antara lain Borobudur, Likupang, Danau Toba, Mandalika, dan Labuan Bajo. (Dok: Tim Grafis/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya