DPR Sesalkan Intervensi PBB Terhadap Hukuman Mati di Indonesia

Intervensi Sekjen PBB itu diperkirakan mendapat tekanan dari Australia, Prancis, dan Brazil.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 28 Apr 2015, 12:37 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2015, 12:37 WIB
TB Hasanuddin
TB Hasanuddin

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin menyesalkan sikap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon yang mengintervensi hukuman mati yang diterapkan di Indonesia. Intervensi Sekjen PBB itu diperkirakan mendapat tekanan dari Australia, Prancis, dan Brazil.

"Belum ada Sekjen PBB berbicara hukum positif di negara masing-masing," ujar TB Hasanuddin dalam pesan tertulisnya di Jakarta, Selasa (28/4/2015).

Menurut Sekretaris Militer era Presiden BJ Habibie dan Megawati Sekarnoputri itu, hukuman mati adalah hukum positif di Indonesia. Sehingga Sekjen PBB tak perlu ikut campur karena ini bukan masalah konflik antar-negara melainkan hukum yang berlaku di negara-negara yang bersangkutan.

"Di Malaysia, di Afrika ada hukuman mati, di Timur Tengah banyak, bahkan di Amerika sendiri masih ada hukuman mati, tapi Sekjen PBB tidak pernah mencampuri itu. Sebab memang bukan tugasnya untuk mengintervensi hukuman mati sebuah negara, termasuk hukuman mati di Indonesia," kata dia.

Politisi PDI Perjuangan itu menilai, intervensi yang dilakukan Sekjen PBB diperkirakan mendapat tekanan dari Australia, Prancis, dan Brazil. "Langkah Sekjen PBB bisa menurunkan kredibiltas PBB karena sebelumnya  tidak pernah mengurus yang lain, bahkan menurunkan kredibilitas Ban Ki-moon di depan mata dunia karena bukan tugasnya."

Langkah itu, lanjut TB Hasanuddin, juga menunjukan PBB sudah terbiasa mendapat tekanan dan bisa dimaknai dibawah kepemimpinan Ban Ki-moon PBB lemah.

"Saya berharap Indonesia terus jalan melakukan hukuman mati, karena yang menderita akibat Narkoba ini adalah Indonesia bukan negara lain," tandas TB Hasanuddin.

‎Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon sebelumnya mengimbau Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati 9 narapidana kejahatan narkotika, 2 di antaranya warga Australia. Warga negara Australia, Nigeria, Brasil, Ghana dan Filipina ada dalam daftar yang akan segera dieksekusi mati.

"Sekretaris Jenderal meminta pemerintah Indonesia untuk menahan diri dari melakukan eksekusi, seperti yang diumumkan, dari 9 tahanan hukuman mati atas tuduhan kejahatan narkoba," kata juru bicara Ban.

PBB menentang hukuman mati dalam berbagai kesempatan, dan dalam satu pernyataannya, juru bicara Ban menyatakan Sekjen PBB telah mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mempertimbangkan moratorium hukuman mati di Indonesia, dengan pandangan mengarah ke abolisi.

"Menurut hukum internasional, jika hukuman mati sama sekali harus digunakan, maka itu hanya dikenakan kepada kejahatan-kejahatan sangat serius, misalnya yang melibatkan pembunuhan berencana, dan hanya demi upaya melindungi yang selayaknya," kata juru bicara Ban Ki-moon.

Meski sudah banyak persiapan yang dilakukan jelang eksekusi mati, tapi untuk waktu pelaksanaan eksekusi masih belum dipastikan. Kabar terakhir menyebut, eksekusi mati dilaksanakan Selasa malam ini atau Rabu 29 April dini hari.

Berikut 9 terpidana mati yang akan dieksekusi:

1. WN Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin
2. WN Australia, Myuran Sukumaran, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
3. WN Indonesia, Zainal Abidin, kasus Ganja
4. WN Ghana, Martin Anderson, kasus perdagangan 50 gram heroin
5. WN Spanyol, Raheem Agbaje Salami, kasus penyelundupan 5,8 kg heroin
6. WN Brasil, Rodrigo Gularte, kasus penyelundupan 6 kg heroin
7. WN Australia, Andrew Chan, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
8. WN Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise, kasus penyelundupan 1,2 kg heroin
9. WN Nigeria, Okwudili Oyatanze, kasus perdagangan 1,5 kg heroin.

(Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya