Liputan6.com, Jakarta - Matahari hampir tenggelam. Azan Magrib mulai terdengar di antara hiruk-pikuk kemacetan di Jalan Teluk Gong Raya, Penjaringan, Jakarta Utara. Beberapa warga berbusana muslim berjalan menuju Masjid Nurul Hasanah yang berada di mulut Jalan Kepanduan II, Kalijodo.
Pemandangan kontras terlihat di lokasi yang berjarak puluhan meter dari masjid tersebut. Di lokasi itu berderet 50-an warung remang-remang dan kafe penjaja minuman keras. Satu per satu lampu mulai menyala. Reklame iklan bir pun mulai menghiasi sepanjang Kalijodo.
Baca Juga
Itulah kawasan Kalijodo di Jalan Kepanduan II‎, Kelurahan Pejagalan. Sebagian pria hidung belang bisa jadi tidak asing mendengar nama kawasan ini, tempat pelepas syahwat yang mulai naik pamor di era kolonial Belanda, 1930-an.
Advertisement
"Memang wilayah sana tempat maksiat. Warga sini enggak terlalu memusingkan selama mereka tidak mengusik," ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya usai salat Magrib di Masjid Nurul Hasanah, Kalijodo, Rabu, 10 Februari 2016.
Pantauan Liputan6.com di lokasi, sekilas tidak ada aktivitas mencolok begitu baru memasuki Jalan Kepanduan II‎ dari arah Jalan Teluk Gong Raya. Namun, setelah beberapa puluh meter, suasana gemerlapnya dunia hiburan malam mulai terasa.
Hentakan musik dangdut remix mulai terdengar dari beberapa kafe ketika pintu terbuka. Tampak sejumlah wanita berpakaian seksi dengan makeup tebal sibuk menggoda para lelaki yang datang atau melintas.
Sedang‎kan di Masjid Nurul Hasanah, puluhan anak kecil asyik bercengkerama di lantai 2. Rupanya bocah-bocah itu tengah menanti guru ngaji mereka. Sementara di lantai bawah terlihat 3 pria sedang iktikaf sambil menanti azan Isya.
"Memang yang di sana (lokalisasi Kalijodo) itu kebanyakan orang pendatang semua. Kalau warga asli sini ya aktivitasnya biasa saja, seperti warga Jakarta lainnya," ucap warga lainnya menimpali.
Sementara pada siang hari, kawasan Kalijodo terlihat biasa saja. Tidak ada penjagaan ketat dari preman yang menguasai kawasan tersebut.
Meski gemerlap dunia malam belum terlihat, beberapa kafe sudah mulai buka sejak siang. Sementara sejumlah kafe lainnya masih tutup.
Ada juga wanita berpakaian minim menggoda laki-laki yang melintas di Jalan Kepanduan II itu. Mereka menawarkan masuk ke kafe untuk sekadar minum atau karaoke.
Anak-anak juga terlihat bermain berlarian ke sana ke mari dengan leluasa di pinggir jalan. Para pedagang kaki lima berderet menjajakan dagangannya di sepanjang Jalan Kalijodo.
Beberapa pria yang berprofesi sebagai tukang parkir berjalan ke sana ke mari menghampiri kendaraan yang berhenti. Mereka langsung meminta ongkos parkir Rp 5 ribu begitu ada ‎sepeda motor yang menepi di kawasan tersebut.
Sulit Mendata Warga
Memang tidak semua bangunan yang ada di RW 5 Kelurahan Pejagalan itu dijadikan kafe maupun tempat karaoke. Kawasan prostitusi itu hanya tersebar ‎di 5 RT yang ada di RW 5, yakni RT 1, 3, 4, 5, dan 6. Di RW 5 Pejagalan, terdapat 9 RT.
Secara administrasi kewilayahan, lokalisasi Kalijodo berada di 2 kecamatan‎, yakni Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Informasi yang diperoleh, mayoritas warga pendatang di Kalijodo berasal dari Jawa Barat. Tercatat ada 150 pekerja seks komersial dan pemandu lagu di lokalisasi tersebut.
"Tapi kelihatannya kalau malam lebih ramai. Mungkin di sana bisa sampai 1.000 orang kalau hitungan kasarnya per kafe misalnya ada 20 orang," ucap sumber yang enggan diungkap identitasnya itu.
Dia mengungkapkan, petugas di kawasan tersebut sulit mendata warga yang berada di lokalisasi Kalijodo. Apalagi banyak aparat setempat yang tidak berani mengulik kawasan yang dikenal dijaga sejumlah preman itu.
"Mungkin karena banyak juga yang kerjanya di situ, tapi tinggalnya di tempat lain‎," kata dia.
Tak Ada yang Mengusik
Seorang warga yang enggan disebut namanya mengaku sejak dulu tidak ada aparat yang berani mengusik bisnis esek-esek di kawasan tersebut. Bahkan ormas-ormas besar pun tak ada yang berani masuk kawasan ini.
"‎Dari dulu mah emang ada wacana-wacana penggusuran. Tapi isu-isu itu ya timbul tenggelam. Enggak ada yang berani usik Kalijodo," ucap pria berusai 45 tahun itu di sekitar lokasi Kalijodo, Pejagalan, Jakarta Utara.‎
"Dulu pernah ada ormas datang ke sini bawa 8 mobil. Tapi mereka enggak berani masuk. Akhirnya balik lagi,"‎ sambung dia.
Menurut pria itu, banyak preman yang berjaga di sekitar lokasi. Mereka dikenal sadis dan tak takut mati demi mempertahankan sumber penghasilan dan bisnis prostitusi yang telah mereka jalani selama bertahun-tahun.
"Tahun 2002 pernah ada bentrok di sini gara-gara rebutan lapak. Memang bukan warga asli sini, tapi orang-orang Sulawesi. Itu semua orang pakai tombak, pakai panah," ucap dia.
Bukan tanpa alasan mereka rela mati-matian mempertahankan Kalijodo agar tetap hidup. Sebab, kawasan tersebut dapat menghidupi ribuan orang yang mengharapkan rezeki dari bisnis dunia malam. Bahkan, omzet per malam di kawasan tersebut mencapai ratusan juta.
"Bayangin aja, kafe ada sekitar 50. Kalau tiap kafe dikunjungi 20 orang saja itu udah ada 1.000 orang. Mereka pasti minum-minum, karaoke, main judi, main perempuan," kata dia.
Lebih jauh, pria bertubuh kurus itu mengungkapkan, mereka yang berada di kawasan Kalijodo cukup sensitif dengan keberadaan orang asing. Mereka sangat anti terhadap aparat, begitu juga awak media.
"‎Mereka itu punya insting kuat sekali, mudah curiga.‎ Enggak ada petugas yang berani masuk. Dulu pernah ada wartawan masuk aja diambilin parang," kata dia.
Fortuner Maut dan Rencana Ahok
Namun, kini situasinya tak lagi setenang biasanya. Warga Kalijodo yang menggantungkan hidup pada bisnis hiburan malam dan prostitusi tengah menunggu kepastian tentang masa depan mereka.
Sejak terjadi kecelakaan Fortuner maut di KM 15 Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Senin, 8 Februari 2016, Kalijodo menjadi sorotan. Keberadaan tempat prostitusi ini kembali dipersoalkan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun langsung memunculkan niat menertibkan kawasan Kalijodo. Dia berencana tempat prostitusi itu akan diganti menjadi taman.
Rencana ini pun mendapat tanggapan beragam dari warga sekitar. Sebagian setuju dan sebagian lainnya menolak.
Bahkan, tak sedikit di antara mereka menyangsikan rencana tersebut bakal terwujud. Sebab isu pembongkaran sudah sering mereka dengar. Namun hingga kini bisnis prostitusi di Kalijodo masih tumbuh subur.
"Ya enggak apa-apa (dibongkar). Warga setempat kan pasti memikirkan masa depan anak-anaknya," ucap warga sekitar lokasi Kalijodo yang merahasiakan namanya.
Hal serupa juga keluar dari mulut warga setempat lainnya. Pria paruh baya ‎itu mendukung langkah Ahok. Namun, dia pesimistis pernyataan mantan Bupati Belitung Timur itu hanya gertak sambal.
"Digusur aja, bagus itu. Tapi kalau bisa...," ‎ucap warga tersebut menghentikan ucapannya.
Sementara warga lainnya meminta ketegasan Ahok, lokasi mana saja yang akan dibongkar. Sebab, kawasan Kalijodo cukup luas. Di kawasan itu juga terdapat permukiman warga biasa, yang sama sekali ‎tidak terlibat dengan bisnis prostitusi.
"Sekarang pertanyaannya yang mau dibongkar itu kafe-kafe (tempat prostitusi) atau semua rumah warga juga?" tanya warga lainnya.
Pria yang mengaku sejak lahir tinggal di Kalijodo itu minta pemerintah melakukan pendekatan dengan baik jika ‎ingin membongkar Kalijodo.
"Kalau tiba-tiba ada pembongkaran tanpa pemberitahuan, ya kita pasti akan lawan," ujar pria paruh baya tersebut yang meminta namanya dirahasiakan.
Warga lainnya meminta agar suami Veronica Tan ‎itu membatalkan saja rencana pembongkaran. Sebab, lokasi tersebut menyangkut pekerjaan dan hajat hidup banyak orang.
"Itu kalau mau dibongkar, dampaknya bakal luas sekali. ‎Dari kafe-kafe itu kan bisa menghidupi ribuan orang," ujar salah seorang warga lainnya.
Tak hanya para pekerja seks komersial (PSK) yang mengharapkan rezeki dari tempat tersebut. Sejumlah pedagang kaki lima, tukang parkir, petugas keamanan, hingga tukang ojek pun menggantungkan hidupnya di Kalijodo.
Karena itu, warga meminta agar ‎Ahok memikirkan solusi jika kawasan tersebut benar-benar akan dibongkar. Jika penertiban dilakukan tanpa adanya solusi, bukan tidak mungkin bakal mendapatkan perlawanan.
"Warga kan punya kepentingan di situ, pemerintah juga punya. Jadi harus ada solusi biar kedua pihak tidak dirugikan," tutur dia.
Ahok Pantang Mundur
Meski begitu, dirinya tidak menjamin pembongkaran kawasan Kalijodo akan berjalan lancar tanpa konflik. Mengingat warga yang tinggal di kawasan Kalijodo sudah puluhan tahun lamanya.
"Penertiban pedagang kaki lima aja bisa berantem, apalagi ini (pembongkaran Kalijodo)," ujar pria bertubuh jangkung itu.
Bahkan, ada warga yang mengatakan pihak Pemprov DKI Jakarta harus membawa tank untuk bisa meratakan Kalijodo.
Mendengar hal itu, Ahok pun tertawa. "Ya sudah, nanti kita minta kirim tank ke sana," kata Ahok sambil tertawa di Balai Kota Jakarta, Rabu, 10 Februari lalu.
Menurut Ahok, penertiban di lokalisasi itu harus tetap dilakukan. Dia juga tak segan menurunkan seribu Brimob untuk menghadapi preman di wilayah itu.
"Ya jangan datang 1-2 orang lah. Datang pasukan dong. Kalau dia seribu, kita seribu Brimob senjata lengkap," ujar Ahok.
Meski harus menghadapi para preman yang diduga menjaga lokasi itu, Ahok menegaskan penertiban tetap akan dilakukan.
"Mana ada sih negara kalah sama preman?" tanya Ahok.
Saat ini, proses sosialisasi sudah tahap pengiriman surat peringatan 1 (SP 1). Namun, bila surat peringatan ke 3 sudah dikirim tapi mereka belum pindah, maka pemerintah akan membongkar paksa kawasan itu.
"Itu kan melibatkan 2 wali kota. Utara dan Barat. Kita akan kirim SP1, saya sudah minta kasih SP1 dulu, SP 2, SP 3, SPB, begitu masuk SPB pasti kita akan minta bantuan polisi dan tentara," kata Ahok.
Kini keseriusan dan keberanian Ahok kembali diuji. Mungkin kali ini Gubernur DKI harus menarik napas agak panjang dan mempersiapkan pembongkaran lebih matang agar semuanya bisa berjalan mulus tanpa gesekan.
Jika nantinya Ahok berhasil membuat kawasan Kalijodo berubah wajah, berarti dia sudah mewujudkan banyak mimpi dari Gubernur DKI yang sebelum-sebelumnya, yang ingin melihat Kalijodo lebih beradab dan normal seperti wilayah Ibu Kota lainnya.
Â