Jurus PPATK agar Penanganan Kasus Korupsi Lebih Gereget

Data sepanjang 2014 hingga 2017, kasus korupsi menjerat 134 legislator. Ada 18 gubernur dan 60 bupati serta wali kota.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Jan 2018, 13:31 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2018, 13:31 WIB
20171116-ilustrasi-jakarta-korupsi 2
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Adiana Rae punya saran untuk pengusutan korupsi. Ia berpendapat idealnya setiap kasus dipaket dengan penelusuran tindak pidana pencucian uang oleh pelakunya.

Menurut dia, penetapan tersangka pelaku korupsi kurang gereget tanpa pasal TPPU. Dian mencontohkan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang diduga banyak melibatkan tokoh politik di Tanah Air.

"Kasus e-KTP kalau tidak diikuti dengan tindak pidana money laundry ini kurang gereget," ujar dia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (16/1/2018).

Dalam acara yang digelar PPATK itu, ia memaparkan data korupsi sepanjang 2014 hingga 2017. Kasus korupsi menjerat anggota DPR dan DPRD melibatkan 134 legislator.

Ada 18 gubernur yang terlibat, sementara jumlah bupati dan wali kota yang terjerat sebanyak 60 orang.

Menurut Dian, dengan jeratan pasal TPPU, setidaknya bisa membuat penyelenggara negara berpikir ulang sebelum melakukan tindak pidana korupsi. Sebab, jeratan TPPU bisa memiskinkan para koruptor.

"Sekarang koruptor dihukum lima tahun. Mendapatkan remisi dan sebagainya, hanya menjadi tiga tahun, kemudian lepas (bebas). Uangnya masih ada, masih bisa dinikmati, orangnya tetap kaya. Dengan money laundry itu bisa dimiskinkan," kata dia.

 

Kasus Anyar

Terlibat Suap, Bupati Nganjuk Resmi Ditahan KPK
Bupati Nganjuk Taufiqurrahman (tengah) saat meninggalkan gedung KPK Jakarta, Kamis (26/10). Taufiqurrahman ditahan KPK melalui OTT terkait dugaan suap perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kasus teranyar yang melibatkan pasal TPPU adalah yang menjerat Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman.

KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Taufiq atas harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

"KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang, yaitu menempatkan, mentransfer, menghibahkan, menitipkan, mengubah bentuk, atau menukarkan dengan mata uang atas harta kekayaan yang patut diduga hasil tindak pidana korupsi," jelas juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/1/2018).

Selain itu, Taufiq juga diduga membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi berupa kendaraan yang diatasnamakan orang lain, tanah, uang tunai, dan bentuk lainnya.

Febri menjelaskan aset tersebut berupa satu unit mobil Jeep Wrangler Sahara Artic 4D tahun 2012 warna abu-abu, satu unit mobil Smart Fortwo warna abu-abu tua, dan satu bidang tanah dengan luas 12,6 Ha di Desa Suru Kabupaten Nganjuk, serta surat-surat.

"Aset-aset yang dibelanjakan melalui pihak lain dan telah disita sebagai barang bukti," kata dia.

Atas perbuatannya, Taufiq disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya