Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan suap terhadap Bupati Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae. Suap diberikan kepada Marianus melalui cash dan pemberian ATM.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, modus suap dengan menggunakan ATM merupakan model terbaru para koruptor agar tak mudah dilacak oleh pihaknya.
Baca Juga
“ATM ini memang sekarang menjadi model yang baru, karena mereka bisa lebih nyaman tidak perlu bawa-bawa uang bawa uang cash,” ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).
Advertisement
Jika menggunakan uang cash, menurut Basaria, pelaku suap akan lebih mudah terdeteksi. Membawa uang Rp 1 miliar dalam bentuk cash minimal harus membawa dua koper.
“ATM diberikan tinggal mengambil yang bersangkutan, jadi memang setiap saat modus operandi yang dilakukan para pelaku tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi pasti akan berkembang,” kata dia.
Dengan perkembangan modus yang dilakukan para pelaku korupsi, Basaria mengimbau agar penegak hukum juga bisa mengikuti perkembangan modus-modus operandi tersebut.
“Ini diharapkan memang otomatis juga para penegak hukum akan dipaksa juga harus mengikuti perkembangan-perkembangan yang dilakukan oleh para pelaku,” kata Wakil Ketua KPK Basaria.
Bupati Ngada Jadi Tersangka
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae sebagai tersangka kasus dugaan menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada. Bersama dengan Marianus, KPK juga menjerat Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka. Wilhelmus merupakan pihak pemberi suap.
Wilhelmus membuka rekening atas nama dirinya sejak 2011 dan menyerahkan ATM bank tersebut kepada Bupati Marianus pada 2015. Total uang yang ditransfer ke ATM maupun cash untuk Marianus sekitar Rp 4,1 miliar.
Untuk tahun 2018, Marianus sudah menjanjikan kepada Wilhelmus untuk menggarap beberapa proyek di Kabupaten Ngada dengan nilai proyek sebesar Rp 54 miliar.
Sebagai pihak penerima, Bupati Marianus disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangka sebagai pihak pemberi, Wilhelmus disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement