Liputan6.com, Jakarta - Wasekjen DPP Partai Golkar Christina Aryani meminta agar tidak ada pihak yang mengkaitkan kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 yang menjerat mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dengan Munaslub Partai Golkar.
Christina menilai, persoalan tersebut merupakan urusan pribadi dan tidak terkait dengan institusi partai. Dia juga menampik ada aliran dana korupsi yang digunakan untuk membiayai Munaslub.
Baca Juga
"Semua pengurus DPP di era Airlangga telah diminta menandatangani Pakta Integritas. Jika ternyata tetap ada juga kader yang terlibat korupsi, maka mereka harus mundur dari partai," ujar Christina di Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Advertisement
Christina menegaskan, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto telah sepakat untuk berbenah dan membersihkan dirinya.
"Saat Pak Airlangga terpilih sebagai ketua umum, kami diikat untuk membangun kesadaran bersama menghilangkan perilaku koruptif oknum-oknum, sebagai revisi dari era-era sebelumnya yang kerap tersangkut kasus korupsi," tukas Christina.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto tegas menyanggah tuduhan yang diberikan tersangka kasus PLTU Riau-1 terkait adanya hubungan antara dana korupsi dengan penyelenggaraan Munaslub Golkar pada 2017 lalu.
"Dari sekuens waktu sudah jelas kapan kegiatan ini diinisiasi, kapan itu Munas Golkar, dan itu tidak ada hubungannya dengan institusi. Kenapa asyik ganggu Golkar terus?" tegas Airlangga.
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di SiniÂ
Â
Mengarah Kampanye Hitam
Sementara itu, Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Poldata Indonesia, Fajar Arif Budiman mengatakan tudingan mengalirnya aliran dana korupsi yang menjerat Idrus Marham dalam Munaslub Golkar kental dengan muatan kampanye hitam.
Terlebih jika dikaitkan posisi Partai Golkar sebagai partai besar dan potensi friksi internal yang terjadi.Â
"Ini adalah kasus korupsi dari satu atau dua kader namun diambil momentumnya untuk menjadi sebuah tekanan politik terhadap Airlangga. Hal tersebut harus dilihat sebagai situasi riak-riak politik paska Airlangga tidak dipilih sebagai cawapres oleh Jokowi", ungkap Fajar saat dihubungi.
Menurut alumni Universitas Padjajaran ini, sumbangan politik dari pengusaha untuk kegiatan partai, apalagi partai sebesar Golkar, adalah sesuatu yang lazim. Problemnya memang tidak semua yang paham secara pasti darimana asal dana yang disumbangkan.
"Pengunduran diri Idrus Marham dari jabatan Menteri Sosial merupakan bukti nyata komitmen Partai Golkar di era Airlangga Hartarto. Idrus yang mengundurkan diri karena berstatus tersangka dilakukan sebelum pengumuman resmi oleh KPK kepada publik," tukas Fajar.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Â
Advertisement