Moeldoko: Hoaks Marak, Tentukan Kebenaran Jadi Sulit

Kondisi tersebut, menurut Moeldoko bisa mencederai akal sehat jika dilakukan secara konsisten dan berulang. Kebenaran pun semakin tergerus.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2019, 14:34 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2019, 14:34 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai mengisi acara di Malang, Jawa Timur (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengakui hoaks menjadi masalah tersendiri jelang pemilu 2019. Hoaks memperkeruh kondisi pesta demokrasi.

"Ada 'revolusi jari' di mana pegiat media sosial mengatakan pertarungan 30 detik. Itu luar biasa di mana menentukan kebenaran menjadi sulit, karena rata-rata hanya me-manage suatu berita, tanpa memahami kebenaran, bisa langsung transfer ke orang lain. Padahal berita itu paradoks, antara situasi sesungguhnya dan berita yang dieksploitasi," kata Moeldoko di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2/2019).

Kondisi tersebut, menurut Moeldoko bisa mencederai akal sehat jika dilakukan secara konsisten dan berulang. Kebenaran pun semakin tergerus.

"Akhirnya menjadilah di mana logika manusia tidak berjalan dan akhirnya pembenaran yang dikedepankan," ucap Moeldoko.

Karena itu, Moeldoko mengimbau seluruh pihak untuk waspada terkait berita-berita yang belum jelas sumbernya. Dia tak menampik sulitnya menerapkan itu lantaran banyak media yang masih membeberkan berita bohong.

"Jangan karena kepentingan jangka pendek sangat pragmatis, tetapi membawa situasi yang sangat panjang. Makanya kita berikan penyadaran rekan-rekan semuanya," katanya menandasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Akui Kesulitan

Moeldoko juga menyebut Mendagri kesulitan untuk menyetir ruang publik guna menciptakan suasana yang kondusif di masyarakat. Menurut Moeldoko, sistem kehumasan negara masih berkaca pada zaman dulu, sehingga kalah saing dengan sejumlah kelompok tertentu yang memakai sistem lebih maju.

"Pak Mendagri juga kewalahan bagaimana menyuapkan perebutan ruang publik itu. Satu sisi kehumasan kira masih lebih kepada kondisi tradisional, tapi di sisi yang lain ruang publik sudah dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, tidak saja perasoalan politik, tapi juga persoalan bisnis," ucapnya. 

 

Reporter: Rifqi Aufal Sutisna

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya