KPK Periksa Sekda Terkait Kasus Suap Wali Kota Medan

Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Wali Kota nonaktif Medan, Tengku Dzulmi Eldin (TDE).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 29 Okt 2019, 10:50 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2019, 10:50 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Sekertaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kota Medan Wiriya Al Rahman dan Staf Subag Protokoler Pemkot Medan Uli Arta Simanjuntak dalam kasus dugaan suap proyek dan promosi jabatan di Pemkot Medan.

Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Wali Kota nonaktif Medan, Tengku Dzulmi Eldin (TDE).

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TDE," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (29/10/2019).

Selain Wiriya dan Uli Arta, tim penyidik juga akan memeriksa ajudan Wali Kota Medan Muhamad Arbi Utama, dua orang Honorer Protokoler Pemkot Medan Sultan Sholahudin dan M Taufik Rizal, serta Honorer Staf Wali Kota Medan Eghi Dhefara Harefa.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama, TDE," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun anggaran 2019.

Selain Dzulmi, KPK juga menjerat dua orang lainnya, yakni Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar (SFI).

Saksikan video pilihan berikut ini:

Terima Suap untuk Jalan-Jalan ke Jepang

Dzulmi diduga menerima suap untuk menutupi ekses perjalanan dinas wali kota ke Jepang. Dalam perjalanan dinas, Dzulmi membawa serta keluarga dan beberapa kepala dinas. Dzulmi dan keluarganya memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.

Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.

Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi. Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan dana, termasuk diantaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya