ICW: OTT KPK di Kepempinan Firli Bahuri Menurun Drastis

Kurnia mengatakan, penindakan yang dilakukan KPK menurun drastis, dan seringkali menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 26 Jun 2020, 11:36 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2020, 17:09 WIB
Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan terkait ulang tahun KPK yang ke-16 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/12/2019). Firli Bahuri mengatakan selama belasan tahun ini capaian KPK banyak dan ke depannya harus lebih baik dari tahun sebelumnya. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali memberikan catatan atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri.

Menurut ICW, KPK jilid V kini menjadi institusi pemberantasan korupsi yang tak lagi dipercaya oleh masyarakat.

"KPK memasuki masa yang paling suram," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (25/6/2020).

Menurut Kurnia, masa suramnya KPK tak bisa lepas dari awal pemilihan pimpinan KPK jilid V ini. Kurnia mengatakan, Presiden Joko Widodo dan DPR turut terlibat di dalamnya.

ICW pun membeberkan persoalan selama enam bulan lembaga antirasuah dipimpin oleh Firli Bahuri. Menurut Kurnia, hal yang utama adalah upaya penindakan yang dilakukan KPK menurun drastis, dan seringkali menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

"Hal ini didasari atas minimnya tangkap tangan, menghasilkan banyak buronan, tidak menyentuh perkara besar, dan juga abai dalam melindungi para saksi," kata Kurnia.

Padahal, menurut ICW, instrumen penindakan menjadi salah satu bagian utama untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan korupsi. Yang kedua, fungsi pencegahan belum berjalan optimal. 

Hal ini dapat ditelusuri dengan melihat minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, ketiadaan strategi baru dalam pencegahan kerugian keuangan negara, stagnasi program pencegahan korupsi di sektor strategis, dan strategi nasional pencegahan korupsi belum efektif.

"Sehingga KPK dalam hal ini penting untuk merombak ulang strategi pencegahan karena terbukti gagal dalam enam bulan terakhir," kata dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Fungsi Dewas Belum Efektif

Pantang Absen LHKPN
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ketiga, kebijakan internal KPK seringkali hanya didasarkan atas penilaian subjektivitas semata. Kesimpulan itu merujuk pada fakta yang terjadi di KPK, diantaranya, pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, dan memberikan perlakuan khusus kepada tersangka.

"Tentu ini menunjukkan minimnya pengetahuan dari pimpinan KPK untuk menciptakan tata kelola organisasi yang baik," kata dia.

Keempat, fungsi Dewan Pengawas KPK belum berjalan efektif sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.

Hal ini karena sejak pimpinan KPK dilantik, praktis tidak ada temuan penting terhadap potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai lembaga anti rasuah ini.

"Ini menujukkan bahwa Dewan Pengawas KPK berupaya menutup diri terhadap ragam persoalan di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Tak hanya itu, saat merumuskan kode etik, Dewan Pengawas juga tidak lagi mengakomodir pengaturan etik pimpinan KPK," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya