Kemenag Pastikan Pelaksanaan Idul Adha di Tengah Pandemi Covid-19 Tetap Aman

Kementerian Agama (Kemenag) ingin memastikan pelaksanaan Idul Adha 1442 H di tengah pandemi Covid-19.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 14 Jul 2021, 21:23 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2021, 21:23 WIB
FOTO: Kekhusyukan Pelaksanaan Salat Idul Adha di Depok
Warga mengenakan masker saat melaksanakan salat Idul Adha di Lapangan Perumahan Sawangan Permai, Depok, Jawa Barat, Jumat (31/7/2020). Hari ini, seluruh umat muslim di dunia merayakan Idul Adha 1441 H yang dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama (Kemenag) ingin memastikan pelaksanaan Idul Adha 1442 H di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2021.

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama, Ishfah Abidal Aziz, menegaskan, penyelenggaraan Salat Idul Adha dan kurban wajib menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan surat edaran.

"Menimbang dan memperhatikan lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan, kita merasa Kemenag perlu membuat peraturan dan ketentuan untuk pedoman dengan tetap memperhatikan berbagai keputusan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi masa Islam," tutur Ishfah dalam Dialog Produktif KPCPEN, Rabu (14/7/2021).

Ishfah menyebut, surat edaran itu mengatur tiga poin penting. Seperti terkait malam takbiran menyambut Hari Raya Idul Adha, yang pada prinsipnya dapat dilaksanakan di semua masjid atau musala dengan ketentuan pelaksanaan paling banyak 10 persen dari kapasitas, sambil memperhatikan protokol kesehatan. Kegiatan takbir keliling untuk sementara dilarang untuk dilaksanakan.

"Salat Idul Adha di zona merah dan oranye ditiadakan sementara, sedangkan di daerah yang dinyatakan aman, bisa diselenggarakan di lapangan terbuka atau masjid musala dengan protokol kesehatan ketat serta kapasitas jemaah 50 persen," jelas dia.

Sementara untuk pelaksanaan pemotongan hewan kurban dituntut memperhatikan poin-poin sebagai berikut:

1. Penyembelihan hewan kurban berlangsung dalam tiga hari, tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah untuk menghindari kerumunan di lokasi pelaksanaan kurban.

2. Pemotongan hewan qurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R). Bisa juga di luar RPH-R dengan protokol kesehatan ketat.

3. Kegiatan penyembelihan, pengulitan, pencacahan daging, dan pendistribusian daging kurban kepada masyarakat yang berhak menerima, wajib memperhatikan penerapan protokol kesehatan ketat, seperti penggunaan alat tidak boleh secara bergantian.

4. Kegiatan pemotongan hewan kurban hanya boleh dilakukan oleh panitia pemotongan hewan kurban dan disaksikan oleh orang yang berkurban.

5. Pendistribusian daging kurban dilakukan langsung oleh panitia kepada warga di tempat tinggal masing-masing dengan meminimalkan kontak fisik.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 Hal Penting

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh menambahkan, ada dua dimensi penting dalam Hari Raya Idul Adha. Pertama adalah ketaatan menjalankan ketentuan ibadah yang mengikuti prosedur syariat, dan kedua terkait aspek sosial yang sepatutnya memperhatikan kemaslahatan dan mencegah mudarat atau kerugian.

"Dalam konteks hari raya Idul Adha yang berkaitan untuk kepentingan sosial, kita harus bisa menjawab persoalan sosial. Hari ini kita sedang kondisi pandemi, ada dampak yang dialami masyarakat. Ibadah kurban harus didedikasikan untuk menjawab masalah sosial ekonomi masyarakat. MUI pun menetapkan fatwa membolehkan pemanfaatan daging kurban dengan cara dikalengkan, dibuat kornet agar nilai manfaat dari penyembelihan kurban optimal bagi masyarakat, juga mencegah terjadinya penyebaran penyakit," ungkap Asrorun.

Kabid Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry Harmadi mengatakan, pelaksanaan ibadah Idul Adha harus betul-betul memperhatikan upaya menekan risiko penularan.

"Selain itu diupayakan untuk menjaga agar tidak terjadi penyebaran berita hoaks agar masyarakat berikhtiar dengan mengutamakan pendekatan iman," katanya

Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar pun berpesan bahwa umat Islam harus satu suara di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang terus memakan korban jiwa di setiap waktu tak terduga.

"Kepada semua tokoh agama yang sering tampil menyampaikan ajaran agama, kepada masyarakat, mari kita satu bahasa dengan MUI dan pemerintah. Insyaallah apabila kita memahami ajaran agama kita secara menyeluruh, tidak perlu ada perbedaan pendapat di antara kita, agar bangsa kita segera terbebas dari pandemi," tutup Nasaruddin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya