Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi polemik, lantaran ada salah satu klausul pasal di mana Gubernur DKI Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh Presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur.
Terkait hal itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) khawatir penunjukan langsung gubernur Jakarta oleh presiden bakal menjadi ajang Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Bisa saja, presiden menunjuk keluarga atau kerabatnya yang tidak punya kompetensi.
Baca Juga
"Bisa saja suatu saat Presiden atau Partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," ujar Juru Bicara PKS Muhammad Iqbal dalam keterangannya, Rabu (6/12/2023).
Advertisement
PKS menolak wacana tersebut karena dibuat secara terburu-buru dan tanpa kajian mendalam. Malah bakal merugikan warga serta menurunkan kualitas demokrasi.
"PKS dengan tegas menolak RUU ini karena dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia," jelas Iqbal.
Sejak awal, PKS juga menolak pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Konsistensi sikap PKS supaya Jakarta tetap menjadi ibu kota dan gubernurnya dipilih langsung oleh rakyat.
"PKS sejak awal menolak Undang-Undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan Gubernur serta Wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk Presiden," kata Iqbal.
Pengamat: Warga Kehilangan Hak Dapatkan Pemimpin Terbaik
Pengamat Tata Kota dan Transportasi Yayat Supriatna, menilai dihilangkannya Pilkada untuk penetapan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dapat menimbulkan persoalan baru.
Dalam draf RUU DKJ yang beredar disebut bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh Presiden atas usul DPRD. Menurut Yayat, aturan tersebut membuat warga Jakarta kehilangan hak mencari pemimpin terbaik.
"Ini bisa menimbulkan masalah ketika Warga DKI kehilangan hak memilih untuk mendapatkan calon yang terbaik buat pimpinan daerah," kata Yayat kepada Liputan6.com, Rabu (6/12/2023).
Yayat pun menilai, mengambil usulan dari DPRD pun tak tepat. Sebab, bakal ada kepentingan yang bisa saja diatur antara calon gubernur dan anggota dewan.
"Kalau diusulkan oleh DPRD bisa terjadi ruang negoisasi kepentingan antara calon gubernur dan DPRD. Padahal ke depan kita membutuhkan gubernur DKI yang benar benar bertanggung jawab ke warganya dan bisa memenuhi janjinya," jelas Yayat.
Advertisement
Adanya Kepentingan
Selain itu, Yayat juga melihat adanya kepentingan dari pemerintah pusat atau presiden terkait aturan ini. Pasalnya, kata dia aturan tersebut tidak jauh berbeda dengan penunjukkan seorang pejabat gubernur yang juga ditunjuk presiden.
"Kalau pola penunjukan, khawatir bisa gaya model Pj/Plt lebih mendekati kepada kepentingan pemerintah pusat atau presiden," ucap Yayat.
Â
Â
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com