Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa pimpinan MPR belum memutuskan adanya amandemen UUD 1945. Hal ini disampaikan Bamsoet usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Yang pertama tidak ada ucapan yang disampaikan dari kami pimpinan bahwa kita sudah memutuskan untuk amandemen, tidak ada. Apalagi merubah sistem pemilihan presiden di MPR," kata Bamsoet di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Sabtu (8/6/2024).
Baca Juga
"Yang ada adalah kami berkunjung menyampaikan berbagai aspirasi yang kami terima," sambungnya.
Advertisement
Aspirasi itu seperti adanya permintaan usulan amandemen terbatas untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan menambah dua ayat di dua pasal Undang-Undang Dasar.
"Yang kedua amandemen atau kajian amandemen secara menyeluruh untuk melakukan penyempurnaan, yang ketiga kembali ke Undang-Undang Dasar sesuai dengan dekret Presiden 5 Juli 59 beserta penjelasan dan terakhir lagi kemudian aspirasi kembali undang-undang dasar yang asli dan perubahannya melalui adendum," ujarnya.
"Nah yang terakhir tidak perlu amandemen, karena Undang-Undang Dasar kita hari ini sudah sesuai dan masih cocok," sambungnya.
Ia menjelaskan, perubahan atau amandemen itu harus melalui aturan yang sudah ditentukan oleh undang-undang dasar sesuai dengan Pasal 37, yang diusulkan oleh sepertiga, kuorumnya 2/3 dan seterusnya.
"Jadi yang saya sampaikan atau kami sampaikan pimpina adalah menyerap aspirasi apa yang berkembang di masyarakat, itu yang bisa saya sampaikan jangan sampai ada lagi miss komunikasi enggak pernah kita menyampaikan kita akan kembali memilih Presiden di MPR, belum karena kita belum bersidang," tegasnya.
Dapat Masukan dari Cak Imin
Selain itu, dirinya mengaku telah mendapatkan masukan dari Cak Imin yakni untuk mengatasi berbagai persoalan hukum, tidak cukup hanya dengan mengubah undang-undang. Akan tetapi, melalui pokok pangkalnya tersebut untuk menyempurnakan atau melakukan perubahan di konstitusinya.
"Karena masih banyak lubang-lubang yang kadang dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, oleh kelompok tertentu dan seterusnya. Beliau juga menyampaikan kepada kita, menerima dengan baik, beliau akan menyiapkan berbagai masukan secara tertulis. Karena kami sudah bertekad bahwa kami akan membuat suatu legacy dokumen kearifan yang kita sampaikan ke MPR yang akan datang maupun kepada presiden terpilih yang akan datang," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah memastikan, MPR dilarang untuk melakukan aktivitas konstitusional kelembagaan termasuk untuk merubah UUD 1945 sebelum enam bulan masa jabatan atau masa bakti berakhir.
"Sekarang menuju 1 Oktober, kita sudah tinggal kurang empat bulan, jadi sudah kurang dari 6 bulan. Maka sudah pasti MPR tidak dapat merubah konstitusi dalam periode sekarang ini," ujar Basarah.
Advertisement
Masyarakat Minta Kembali ke UUD 45 yang Asli
Kemudian, terkait dengan adanya aspirasi masyarakat itu datang dari tiga kelompok. Salah satunya mengatakan perubahan UUD 1945 di periode 1999 sampai 2002 itu kebablasan.
"Maka mereka mengatakan tidak layak lagi Undang-Undang Dasar 1945 ini disebut sebagai Undang-Undang Dasar 1945, karena perubahan yang sangat fundamental. Maka mereka mengatakan ini undang-undang tahun 2002 bukan undang-undang 1945, lalu reaksinya mereka mengusulkan agar kembali kepada undang-undang dasar yang asli," kata Basarah.
Lalu, kelompok masyarakat berikutnya yang mengatakan bahwa UUD 1945 ini sudah cukup baik. Tetapi, mengingat dinamika masyarakat diperlukan beberapa perubahan-perubahan, dalam hal ini mereka menyebut amandemen ke-5.
"Satu di antaranya teman-teman DPD RI yang mengusulkan tentang positioning DPD RI dalam kelembagaan legislatif di kamar Parlemen Indonesia. Terakhir, berkembang usulan yang mengatakan bahwa bangsa ini perlu kembali memiliki apa yang dulu di zaman Bung Karno disebut pembangunan konsep," katanya.
UUD Sudah Baik
"Pembangunan nasional semesta berencana di zaman Pak Harto disebut garis-garis besar daripada haluan negara dan di era Pak Bamsoet memimpin MPR sekarang melalui badan pengkajian diusulkan adanya pokok-pokok haluan negara. Kembali wewenang itu dimiliki MPR," sambungnya.
Selanjutnya, untuk UUD ini disebutnya sudah cukup baik. Sehingga, hanya tinggal butuh pelaksanaannya saja.
"Nah MPR fungsinya, karena undang-undang dasar kami sadari dia merupakan visi berbangsa dan bernegara kita. Sehingga merubahnya tentu berbeda dengan kamar DPR untuk merevisi undang-undang. Karena undang-undang dasar ini menyangkut tentang bangsa bernegara," kata Basarah memungkasi.
Reporter: Nur Habibie
Merdeka.com
Advertisement