Kementerian Kesehatan meminta masyarakat agar tak meresahkan munculnya kuesioner ukuran kelamin pada beberapa sekolah. Mereka menyatakan kuesioner ukuran kelamin merupakan hal yang ilmiah, bukan pornografi.
Kuesioner itu masuk dalam buku Pedoman Petunjuk Teknis (Juknis) Penjaringan Kesehatan Tingkat Anak Sekolah Lanjutan milik Kemenkes. Kemenkes pun menyesalkan respons Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap kuesioner. KPAI pernah menyatakan, ada unsur pornografi di dalam kuesioner itu.
"Sepertinya KPAI belum bergaul aktif dengan adanya buku ini, padahal kita sudah jalankan buku itu untuk SLTP/SLTA tahun 2010. Juga sudah ada petugas yang meriksa. Ini masalah kesehatan," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, Jane Soepandi di kantornya, Jakarta, Sabtu (7/9/2013).
Jane menuturkan, buku ini disebarkan pada para siswa-siswi baru yang duduk di kelas I SMP dan SMA yang sederajat. Buku dan kuesioner semacam itu bertujuan untuk mendeteksi secara dini masalah kesehatan peserta didik. Penerapannya baru diuji coba di 6 daerah, seperti Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
"Sebenarnya buku ini bertujuan untuk mengetahui pubertas remaja. Jadi bukan buku penelitian. Namanya penjaringan yang sudah rutin setiap anak masuk SMP dan SMA di tahun ajaran baru," imbuhnya.
Kuesioner ukuran kelamin yang berada di halaman 13 dan 43 buku ini memang yang paling meresahkan masyarakat. Dalam lembaran itu, gambar alat kelamin pria-wanita berbagai ukuran terpajang di sana. Namun Jane menyatakan, dalam pengisian kuesioner tak dilakukan siswa dengan meraba dan mengukur kelaminnya.
"Tidak mungkin siswa itu mengukur ini-itu (alat kelamin pria). Kemudian anak-anak didik perempuan itu diajarkan untuk memeriksa payudara. Kuesioner program ini rahasia. Yang tahu hanya petugas kesehatan dan anak," pungkas Jane. (Ndy/Mut)
Kuesioner itu masuk dalam buku Pedoman Petunjuk Teknis (Juknis) Penjaringan Kesehatan Tingkat Anak Sekolah Lanjutan milik Kemenkes. Kemenkes pun menyesalkan respons Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap kuesioner. KPAI pernah menyatakan, ada unsur pornografi di dalam kuesioner itu.
"Sepertinya KPAI belum bergaul aktif dengan adanya buku ini, padahal kita sudah jalankan buku itu untuk SLTP/SLTA tahun 2010. Juga sudah ada petugas yang meriksa. Ini masalah kesehatan," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, Jane Soepandi di kantornya, Jakarta, Sabtu (7/9/2013).
Jane menuturkan, buku ini disebarkan pada para siswa-siswi baru yang duduk di kelas I SMP dan SMA yang sederajat. Buku dan kuesioner semacam itu bertujuan untuk mendeteksi secara dini masalah kesehatan peserta didik. Penerapannya baru diuji coba di 6 daerah, seperti Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
"Sebenarnya buku ini bertujuan untuk mengetahui pubertas remaja. Jadi bukan buku penelitian. Namanya penjaringan yang sudah rutin setiap anak masuk SMP dan SMA di tahun ajaran baru," imbuhnya.
Kuesioner ukuran kelamin yang berada di halaman 13 dan 43 buku ini memang yang paling meresahkan masyarakat. Dalam lembaran itu, gambar alat kelamin pria-wanita berbagai ukuran terpajang di sana. Namun Jane menyatakan, dalam pengisian kuesioner tak dilakukan siswa dengan meraba dan mengukur kelaminnya.
"Tidak mungkin siswa itu mengukur ini-itu (alat kelamin pria). Kemudian anak-anak didik perempuan itu diajarkan untuk memeriksa payudara. Kuesioner program ini rahasia. Yang tahu hanya petugas kesehatan dan anak," pungkas Jane. (Ndy/Mut)