Perludem: Jika Berat, KPU Bisa Gelar Pilkada 2021

Menurut Perludem, ada 4 hal yang perlu disiapkan. Pertama soal aturan hukum pilkada yang harus menyesuaikan dengan kondisi pandemi.

oleh Maria FloraLiputan6.com diperbarui 17 Mei 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2020, 12:45 WIB
ilustrasi Pilkada serentak
ilustrasi Pilkada serentak

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tegas bersikap jika pemilihan kepala daerah (pilkada) sulit direalisasikan pada Desember 2020. 

"KPU harus tegas, jika memang sangat sulit dan berat, maka tidak perlu ragu melakukan penundaan ke 2021," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, di Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020. 

Kondisi saat ini menurutnya dinilai cukup berat bagi KPU. Karena jika hari pemilihan digelar pada Desember 2020, maka tahapan harus sudah bergulir lagi pada Juni.

"Banyak hal yang harus disiapkan KPU untuk menyesuaikan penyelenggaraan di tengah pandemi, hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu sangat singkat," ucap Titi dilansir Antara.

Setidaknya, menurut dia, ada 4 hal yang perlu disiapkan. Pertama soal aturan hukum pilkada yang harus menyesuaikan dengan kondisi pandemi. Selanjutnya, memastikan kesiapan anggaran yang harus tersedia, sementara saat ini fokus prioritas masih kepada penanganan Covid-19. 

KPU juga harus memastikan sisi teknis penyelenggaraan, agar tahapan sampai hari pemilihan bisa digelar meskipun dalam kondisi wabah.

Hal keempat yang perlu dipersiapkan, menurutnya yaitu mengenai sumber daya manusia (SDM) penyelenggara pilkada yang telah direkrut oleh KPU. Apakah ada yang terpapar Covid-19 serta kapabilitas mereka dalam menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi Corona.

"Hal itu tidak bisa tergesa-gesa, jadi orientasinya jangan hanya pada hari pemilihan saja. Tetapi sejak masa tahapan, semua penyesuaian itu dimulai sejak tahapan," lanjut dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pertimbangan Objektif

KPU juga telah diberi ruang untuk bersikap apakah perlu menunda pilkada atau tidak di dalam undang-undang.

"KPU berhak punya sikap karena mereka diberi ruang. Di UU disebutkan penundaan berdasarkan persetujuan tiga pihak, dan KPU boleh menentukan sikap berdasarkan pertimbangan objektif," ujarnya lagi.

Selain empat hal yang perlu dipersiapkan secara matang dan tidak bisa dilakukan seketika, KPU juga memiliki pertimbangan objektif lain untuk menunda pilkada.

Fenomena dan kondisi sosial sekarang bisa menjadi pertimbangan, contohnya kata Titi, kepala daerah yang berniat maju menjadi tidak berkonsentrasi dalam penanganan pandemi, karena tentu mereka akan membagi konsentrasinya.

Bahkan, lanjut Titi bisa berpotensi memanfaatkan pandemi sebagai ajang pencitraan dibanding melakukan penanganan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya