Ganjar Sebut Penanganan Pengungsi Rohingya Butuh Kerjasama Internasional

Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyatakan, penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya membutuhan kerja sama internasional.

oleh Devira PrastiwiDelvira Hutabarat diperbarui 16 Des 2023, 18:55 WIB
Diterbitkan 16 Des 2023, 18:55 WIB
Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyatakan, penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya membutuhan kerja sama internasional.
Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyatakan, penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya membutuhan kerja sama internasional. (dok Tim Media Ganjar Pranowo)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyatakan, penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya membutuhan kerja sama internasional.

Ganjar Pranowo menyebut, sebagai bagian dari ASEAN, Indonesia tetap konsisten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dan menjalin kerja sama regional.

"Wajib bagi Indonesia menjalankan diplomasi internasional, kerja sama regional, dan terlibat aktif dalam membantu mengatasi krisis kemanusiaan dunia, termasuk persoalan pengungsi Rohingya," ujar Ganjar di Bekasi, Sabtu (16/12/2023).

Terkait derasnya arus masuk pengungsi Rohingya ke Indonesia, khususnya di Provinsi Aceh, Ganjar menilai diperlukan langkah kehati-hatian dalam menyelesaikan isu pengungsi Rohingya.

Sebab, kata dia, pendekatan secara terencana dan terstruktur, yang melibatkan pihak lain dalam menyelesaikan persoalan ini. Indonesia, lanjutnya, tidak bisa bekerja sendiri.

"Tidak bisa bergerak sendiri. Ada organisasi pengungsi PBB yaitu UNHCR. Jadi, kita harus berhati-hati menyikapi persoalan pengungsi Rohingya. Kehati-hatian sangat diperlukan. Politik luar negeri kita adalah bebas aktif, jadi kita harus tetap berhati-hati," terang Ganjar.

Menurutnya, apabila kebijakan internasional terkait pengungsi diterapkan secara total di Indonesia maka akan berbenturan dengan rakyat Indonesia sendiri.

"Sebab kewajiban internasional itu jika diimplementasikan oleh Pemerintah Indonesia, tentu akan berbenturan dengan masyarakat," pungkas Ganjar.

Sebelumnya, hasutan kebencian terhadap imigran Rohingya belakangan kerap muncul di berbagai platform media sosial. Fenomena ini muncul seiring intensnya pendaratan imigran Rohingya di Serambi Makkah dalam satu bulan terakhir.

Selain dibombardir melalui unggahan netizen, narasi "negatif" terhadap imigran Rohingya yang berseliweran di media sosial berkembang biak melalui media massa.

 

Alasan Warga Rohingya Tak Mau Tinggal di Tempat Pengungsian

Pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya duduk bersama di tanah setelah mereka tiba dengan perahu di Pantai Kalee, Laweung, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Indonesia, Selasa (14/11/2023). Hampir 200 pengungsi Rohingya, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, terdampar di provinsi paling barat Indonesia pada 14 November, menurut laporan setempat. (Jon S./AFP)

Beberapa waktu lalu totalnya, ada 1.200 etnis Rohingya yang baru-baru ini datang ke Aceh.

Kedatangan Rohingya yang makin banyak ke Aceh juga menimbulkan penolakan dari warga lokal, sebab jumlah etnis Rohingya telah semakin besar. Sementara, pemerintah Indonesia mulai mencurigai aksi human trafficking yang membawa etnis Rohingya ke Aceh.

Berdasarkan laporan VOA Indonesia, lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak bulan November, menurut data dari UNHCR. Tetapi, warga lokal menyorot keadaan ekonomi lokal yang juga kekurangan.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat etnis Rohingya mengungsi dan tak mau tinggal di pengungsian?

Hal ini bermula dari lokasi pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh. Selama ini mereka hidup di Pulau Bhasan Char, yang terletak 60 km dari daratan utama Bangladesh.

Dengan biaya US$350 juta atau Rp5,1 triliun, pemerintah Bangladesh menghabiskan tiga tahun membangun kota baru di pulau terpencil ini. Tujuan mereka adalah merelokasi lebih dari 100.000 pengungsi ke pulau tersebut guna meredakan ketegangan di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, dikutip dari laman BBC, Jumat 15 Desember 2023.

Terpencilnya pulau itu dan isolasi yang dirasakan di sana adalah yang ditakutkan orang-orang Rohingya.

"Rumah-rumah di Bhasan Char bagus, tapi terlihat seperti penjara," kata Nur Hossain, seorang etnis Rohingya yang tinggal di kamp.

"Di Cox's Bazar kami bermukim sebagai sebuah komunitas. Tapi di pulau, kebebasan kami akan dibatasi. Kami bakal diharuskan hidup di bawah pengawasan angkatan laut," tambahnya.

 

Unjuk Rasa Warga Lokal

Pengungsi Rohingya
Pejabat tersebut mengatakan, kontingen terbesar dari minoritas Myanmar yang teraniaya akan tiba dalam beberapa bulan ke depan. (Jon S./AFP)

Pekan lalu, para pengunjuk rasa di Pulau Sabang, Aceh, memindahkan tenda-tenda yang didirikan sebagai tempat penampungan sementara bagi warga Rohingya, seperti yang ditunjukkan dalam video-video yang disiarkan di televisi-televisi lokal, dan mengancam akan mendorong kapal-kapal mereka kembali ke laut.

Babar Baloch, juru bicara UNHCR untuk wilayah Asia, mengatakan bahwa badan tersebut “terkejut” dengan laporan tersebut, yang dapat membahayakan nyawa para penumpang.

Kedatangan pengungsi Rohingya cenderung meningkat antara bulan November dan April, ketika laut lebih tenang. Banyak dari mereka naik kapal dan berlayar menuju negara tetangga Thailand, serta Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.

“Terlalu banyak orang Rohingya di Aceh,” kata Desi Silvana, 30, salah seorang warga yang tinggal di daerah tersebut. “Tahun ini sudah ratusan, bahkan ribuan yang datang.”

"Saya tidak mau membayar pajak jika digunakan untuk Rohingya," kata salah satu pengguna platform sosial X, trianiwiji9. Yang lain menggambarkan Rohingya sebagai 'parasit'.

Infografis Catatan Pengungsi Asing di Indonesia
Infografis Catatan Pengungsi Asing di Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya