Musim Ini Merupakan Kemarau Paling Basah, Kenapa?

Potensi hujan lebat masih mungkin terjadi sampai lima hari mendatang.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 21 Jun 2016, 04:07 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2016, 04:07 WIB
Musim Kemarau
Musim Ini Merupakan Kemarau Paling Basah

Liputan6.com, Yogyakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY memprediksi, musim kemarau tahun ini diprediksi paling basah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini berdampak positif pada tanaman padi yang diperkirakan bisa tumbuh subur karena air hujan melimpah. Sedangkan tanaman hortikultura perkebunan seperti palawija, tembakau, dan tebu terancam gagal panen.

"Kemarau basah artinya peluang terjadinya hujan di musim kemarau masih cukup besar dan hal ini disebabkan La Nina yang bertepatan dengan musim kemarau," ujar Koordinator Operasional Stasiun Klimatologi BMKG DIY Joko Budiono di Yogyakarta, Senin (20/6/2016).

Dia mengungkapkan, musim kemarau yang seharusnya datang pada April 2016 lalu namun baru muncul bulan ini. Sementara La Nina dengan kekuatan lemah sampai sedang muncul pada Juli sampai September 2016.

La Nina adalah fenomena turunnya suhu muka laut di Samudera Pasifik. La Nina, kata dia, juga merupakan dampak dari El Nino atau meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik yang bulan ini mulai luruh kekuatannya. Curah hujan pada Juli sampai Agustus diperkirakan 21-100 milimeter dan meningkat menjadi 51-100 milimeter pada September.

Selain itu, kondisi ini juga dipengaruhi anomali cuaca yang disebut dipole mode negatif, yaitu bertambahnya pasokan air di wilayah Indonesia bagian barat.

Joko menambahkan, potensi hujan lebat masih mungkin terjadi sampai lima hari mendatang. "Dari tinjauan atmosfer masih terlihat indikasi munculnya hujan lebat disertai petir dan angin kencang," ucap dia.

Indikasi yang dimaksud meliputi kondisi masih hangatnya suhu muka laut di atas normal di perairan pesisir selatan Jawa atau Samudera Hindia, masuknya aliran massa udara basah dari Samudera Hindia di maritim kontinen Indonesia, dan aktivitas gugusan uap air atau yang saat ini ada di phase 4 (ada di wilayah Indonesia).

Ia meminta masyarakat tetap waspada karena masih ada kemungkinan terjadi pohon tumbang, banjir bandang, longsor, serta gelombang laut tinggi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya