Desa Ini Gunakan Aksara Jawa untuk Kehidupan Sehari-hari

Selain pengunaan aksara Jawa, akan digalakkan juga wajib berpakaian Jawa.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 09 Sep 2016, 06:01 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2016, 06:01 WIB
Aksara Jawa
Kerja sama gerakan aksara Jawa di Sleman Yogyakarta (Liputan6.com / Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Sleman - Kepala Desa Tegaltirto Berbah Sleman menandatangani nota kesepahaman dengan Lembaga Cahaya Nusantara (Yantra) untuk membudayakan aksara Jawa melalui Gerakan Bangga Aksara Jawa (Gerbang Raja), Kamis (8/9/2016).

Dalam penandatanganan yang bertepatan dengan peringatan Hari Aksara Internasional tersebut dihadiri pula oleh perwakilan 14 dusun, guru dan kepala sekolah, perwakilan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Sleman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, serta musyawarah pimpinan Kecamatan Berbah.

"Ini sebagai bentuk edukasi kepada warga masyarakat untuk menggunakan aksara Jawa dalam kehidupan sehari-hari," ujar Susilo Nugroho, Kepala Desa Tegaltirto.

Ia mengungkapkan, selain untuk melestarikan budaya Jawa, penggunaan aksara Jawa juga dapat mengajarkan pranata sosial dan memperkuat branding produk UMKM masyarakat. Desa Tegaltirto yang terdiri dari 14 dusun memiliki penduduk sebanyak 10.576 jiwa dengan produk UMKM dari makanan olahan sampai kesenian.

Penerapan aksara Jawa dalam waktu dekat dilakukan dari mengganti papan nama desa dari tulisan latin menjadi aksara Jawa. Di level tatanan pemerintahan di bawahnya, yakni dusun, juga akan diterapkan hal yang sama.

"Rumah kepala dusun juga dibuat seperti itu," ucap dia.

Dia juga menggalakkan berpakaian dan berbahasa Jawa sebulan sekali di lingkup pelayanan pemerintahan desa. Sementara, untuk pembelajaran aksara Jawa lebih diintensifkan dalam kelas-kelas di desa dan dusun sebanyak empat kali dalam satu bulan.

"Guru dan kepala sekolah juga kami minta membantu, kalau bahasa Inggris dan Arab bisa diajarkan intensif di sekolah, kenapa Jawa tidak bisa," kata Susilo.

Koordinator Program Yantra Jogja, Pamuji Raharjo, menuturkan, gerakan ini berawal dari keprihatinan terhadap generasi masa kini yang mulai melupakan aksara Jawa. Ia memilih Sleman dengan pertimbangan masyarakatnya heterogen karena banyak pendatang dari luar daerah.

"Jangan sampai akulturasi budaya justru melunturkan budaya sendiri," ujarnya.

Ia menjelaskan, kegiatan ini baru pertama kali dilakukan di DIY dan Berbah terpilih sebagai pilot project karena secara struktural sudah siap menerapkan Gerbang Raja.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya