Dilema Sopir Ojek Online Palembang di Zona Merah

Para sopir angkutan online mengaku banyak menerima intimidasi selama beroperasi di Palembang. Puncaknya, salah seorang dari mereka terbunuh.

oleh Nefri Inge diperbarui 24 Agu 2017, 08:02 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2017, 08:02 WIB
Dilema Sopir Ojek Online Palembang di Zona Merah
Para pengemudi ojek online di Palembang saat berunjuk rasa meminta perlindungan. (Liputan6.com/Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kasus pengeroyokan dan penganiayaan pengemudi ojek online di Palembang yang dilakukan oleh pengemudi transportasi konvensional pada Senin, 21 Agustus 2017, berbuntut panjang.

Ratusan pengemudi angkutan online mendatangi Gedung DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) untuk menyampaikan aspirasi dan meminta perlindungan dari ancaman selama ini. Terlebih, pada Selasa, 22 Agustus 2017, salah satu pengemudi online ditemukan meninggal dunia karena dirampok.

Asmid, salah satu pengemudi taksi online, mengatakan mereka tidak ingin meminta apa pun selain pengamanan kepada pihak kepolisian dan wakil rakyat. Selama menjalani profesi ojek online, ia merasa selalu diawasi dan terancam, terutama saat melewati beberapa kawasan di Kota Palembang.

"Kami terintimidasi. Mobil kami sering digedor-gedor seperti rampok saja. Pelaku sering main hakim sendiri. Mereka juga merusak kendaraan kami dan menghajar pengemudi online sesuka hati," ujarnya kepada Liputan6.com.

Di beberapa kawasan, Asmid dan teman seprofesinya sering diawasi, seperti di kawasan Kilometer 7 dan Tangga Buntung Palembang. Bahkan, ada yang sengaja bertanya langsung apakah dirinya pengemudi taksi online atau bukan.

Sandi, pengemudi ojek online, pun merasakan hal yang sama. Di beberapa kawasan, mereka tidak boleh mengambil penumpang. Kawasan tersebut disebutnya zona merah dan memang sangat berbahaya jika mereka mencoba masuk ke kawasan tersebut.

"Kami juga cari makan, ditambah bonus kecil, sehingga pendapatan minim. Kalau kami tolak orderan di zona merah, kami bisa dipecat oleh pihak kantor. Sedangkan, sepeda motor ini juga masih kreditan," ungkapnya.

Beberapa lokasi zona merah yang dimaksud, yaitu di kawasan kampus Universitas Sriwijaya (Unsri) di Bukit Besar Palembang, SMA Negeri (SMAN) 3 Palembang, SMAN 16 Palembang, dan SMAN 17 Palembang.

Dalam aksi ini, beberapa perwakilan pengemudi ojek online diberikan kesempatan untuk masuk dan berdiskusi dengan Anggota DPRD Sumsel dan Polresta Palembang terkait aspirasi mereka.

Yoyon, koordinator aksi (korak) demo, menuntut tiga poin, yaitu meminta adanya tim reaksi cepat polisi untuk berpatroli agar kondisi aman. Karena pihaknya merasa pada pukul 22.00 WIB ke atas, mereka sudah merasa tidak aman jika akan mengambil orderan.

"Kami juga ingin pihak berwenang memberikan penjelasan kepada sopir transportasi konvensional agar tidak melakukan sweeping. Itu yang membuat kami khawatir dan takut," katanya.

Mereka juga siap duduk bersama pengemudi kendaraan konvensional untuk membahas jalan keluar bagi kepentingan bersama yang didampingi pihak kepolisian, DPRD Sumsel, dan pemerintah daerah (pemda) setempat.

Pihaknya berharap dengan mengajukan tiga tuntutan ini, para pengemudi transportasi konvensional tidak merasa ada gesekan dengan pengemudi taksi online.

"Harapan kami agar kasus yang menimpa almarhum Edward adalah yang terakhir kalinya dialami pengemudi ojek online. Kami hanya meminta perlindungan saja," katanya.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Belasan Titik Rawan

Dilema Sopir Ojek Online Palembang di Zona Merah
Salah satu bentuk himbauan Polresta Palembang untuk meredam ketegangan pengemudi transportasi online dan konvensional (Liputan6.com / ist - Nefri Inge)

Elfuanom, kuasa hukum Paguyuban Pengemudi Online Palembang, mengatakan tindakan intimidasi seperti ini sangat memprihatinkan. Terlebih, para pengemudi online tidak bisa mendapatkan keamanan selama mencari nafkah.

"Ini dampak regulasi pengawasan penindakan. Harusnya Dinas Perhubungan (Dishub) dan Pemda ikut serta untuk kepastian hukum. Agar warga tidak mengalami benturan di lapangan, pasti akan banyak korban lagi," katanya.

Ada 13 lokasi yang masuk zona merah, terutama di stasiun kereta api Kertapati, Seberang Ulu (SU) II Palembang. Meskipun pengemudi taksi online menunggu penumpang di luar stasiun, mereka tetap mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari pengemudi taksi konvensional.

Menurut Kapolres Palembang Kombes Wahyu Bintoro Hari Bawono, tindakan persekusi termasuk kasus yang gampang-gampang sulit diproses. Namun, pihaknya tetap menerima pengaduan ini dan akan melindungi semua warga Kota Palembang.

Pihaknya juga menyarankan untuk menggunakan aplikasi android Wong Kito dan Panic Button yang menjadi alternatif lainnya untuk melapor ke pihak kepolisian.

"Kita akan melakukan berbagai upaya untuk membuat jera pihak yang bertindak anarkis seperti kemarin. Jika ada ancaman atau penganiayaan, sebisa mungkin membela diri. Jika sudah mengancam jiwa, segera laporkan ke kita," ucapnya.

Ia mendata ada 13 titik rawan yang termasuk zona merah bagi ojek online. Salah satunya di kawasan Jalan Macan Kumbang, Demang Lebar Daun Palembang. Polresta Palembang akan terus mempelajari dan meningkatkan patroli, khususnya di atas pukul 22.00 WIB.

Menurut Sekretaris DPRD Sumsel Ramadhan Basyeban, aspirasi para pengemudi online ini akan segera disampaikan ke Ketua dewan, Komisi I dan Komisi IV DPRD Sumsel pada hari Senin 28 Agustus mendatang, seusai rapat paripurna di Gedung DPRD Sumsel.

"Kita lihat situasinya. Ini perlu komunikasi internal antara Dishub, Pemda Kota Palembang dan pihak kepolisian. Semua yang terkait harus diundang," kata Ramadhan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya