Liputan6.com, Garut - Berada di jalur utama mudik Lebaran, selatan Jawa, tepatnya di Desa Cirapuhan, Kecamatan Selaawi, Garut, Jawa Barat, Hutan Oko memiliki segudang syarat menjadi destinasi wisata, termasuk lokasi untuk menyepi pada hari terakhir Ramadan tahun ini.
Suasana teduh, sunyi dengan embusan angin semilir khas hutan pinus, akan memberikan nuansa berbeda bagi pengunjung selama di sana. "Memang lebih tepat jika kumpul bersama keluarga, makan bersama di sini," ujar Dede Rosidin (40), salah seorang pengelola hutan Oko, saat ditemui Liputan6.com, Senin (3/6/2019).
Hutan Oko terletak di atas ketinggian bukit Oko, Leuweung. Orang sekitar memanggil kawasan hutan Oko, sebagai destinasi baru wisata alam di wilayah Garut bagian utara. "Mungkin kami sebagai pionir di sini," kata dia.
Advertisement
Meskipun sejak lama dikenal dengan wisata alam terbukanya yang aduhai, tetapi keindahan alam Garut lebih banyak berasal dari wilayah bagian selatan kota Intan, sementara wisata alam di wilayah utara nyaris tak terdengar.
"Kami tengah mencoba untuk mempercantik hutan Oko ini, sehingga lebih banyak wisatawan yang datang," kata dia.
Baca Juga
Sejak pertama kali tersebar luas pada 2017 lalu, kawasan hutan Oko yang masih asri dan alami tersebut, menjadi target buruan warga Garut. "Ide awalnya berasal dari reuni teman SMP di sini, hingga akhirnya terbentuklah ini," kata dia.
Mengantongi izin warga sebagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), izin pengelolaan kawasan yang diberikan Perhutani Garut relatif lebih mudah diperoleh lembaga. "Saat ini yang tengah dikelola sekitar 1,5 hektare, namun sudah mendapat tambahan sekitar 8 hektare lahan baru," ujar dia.
Di area seluas itu, pengelola kawasan yang mayoritas dikelola masyarakat sekitar, mempercantik hutan dengan berbagai fasilitas hiburan mulai dari rumah pohon, area bermain anak, hingga gembok cinta yang ditujukan bagi pasangan yang ingin langgeng pernikahannya.
"Inginnnya lebih lengkap seperti flying fox, camping ground, dan homestay, namun terkendala minimnya investasi," papar dia.
Namun, kendala itu bukan sandungan utama, cara dia bersama anggota lainnya mempercantik kawasan hutan Oko, tanpa mengganggu dan merusak ekosistem, ternyata mendapatkan respon luar biasa.
"Rata-rata per hari kunjungan masih 50 orang, kalau weekend bisa sampai 150 orang, tetapi jika momen besar seperti lebaran bisa lebih banyak lagi," papar dia.
Cocok untuk Wisata Keluarga
Berada di kawasan yang berhubungan langsung dengan pegunungan kabupaten Sumedang, hutan Oko bisa menjadi alternatif hiburan terdekat, warga dua kota tersebut.
Kokom (40), salah seorang pengunjung lokal Kecamatan Salaawi, Garut mengatakan, sejak pertama kali dibuka dua tahun lalu, keberadaan hutan Oko langsung menjadi magnet warga. "Mungkin lokasinya yang cocok untuk botram (makan bersama dengan beralaskan tikar) atau bermain keluarga," kata dia.
Ia yang sengaja boyongan bersama belasan anggota keluarga lainnya, tampak asyik menikmati suasana hutan Oko, mulai makan bersama, bermain hingga mencoba menikmati suasana alam, menggunakan ayunan tempat tidur yang tergantung di antara batang batang besar pohon pinus. "Udaranya masih segar," kata dia.
Hal yang sama disampaikan Ayu, pengunjung lainnya dari Banyumas, Jawa Timur. Menurutnya, hutan Oko bisa menjadi pusat wisata baru di wilayah Garut Utara, asalkan dengan penataan yang menunjang. "Lokasinya sudah bagus, sayang jalan dan fasilitasnya belum lengkap seperti pengaman kawasan," dia menambahkan.
Memang cukup berasalan, berada di atas ketinggian, kawasan wisata hutan Oko memang masih minim fasilitas pengamanan. Saat ini, sebagian besar pagar penyangga masih terbuat dari kayu dan bambu. "Tadi saat ke gembok cinta sempat was-was sebab ternyata belum ada pengamanan," ujar dia.
Ia berharap dengan semakin banyaknya pengunjung yang datang, pihak pengelola segera melakukan pembangunan fasilitas penyangga, agar memberikan rasa aman bagi pengunjung. "Sayang potensinya bagus, kalau dibiarkan orang nanti malas untuk datang," ujarnya.
Advertisement
Misteri Oko dan Gembok Cinta
Tidak ada yang mengetahui secara pasti kenapa hutan itu dinamakan Oko. Namun, berdasarkan cerita yang beredar secara turun-temurun masyarakat sekitar, penamaan kawasan Oko berasal dari kata Okol kolot, atau secara fisik berarti perwujudan dari kesaktian seseorang.
Konon di wilayah itu, ada seorang kakek sakti yang sanggup melumpuhkan beberapa ekor harimau yang mendiami daerah itu. "Katanya di daerah sini tempat bertarungnya harimau dan kakek tua sakti itu," ujar Dede.
Namun terlepas dari cerita mistis tersebut, keberadaan hutan Oko memang mengasyikkan. Selain asri, hutannya juga masih terbilang perawan. "Makanya kami berharap bisa mempertahankan sebaik mungkin sesuai dengan yang semula," kata dia.
Selain soal mistik nama Oko, hal lain yang membuat pengunjung terpana yakni gembok cinta. Berada di atas tepi tebing yang cukup curam, antara pegunungan Kabupaten Sumedang dan Garut, kondisi kawasan itu memang cukup memantang.
"Ini tempat untuk menggantung gembok kuncinya," ujar Dede menunjukkan sebuah rangka besi yang telah disediakan pengelola di sana.
Entah dari mana asal muasal cerita itu, tetapi konon jika seseorang memancangkan kunci gembok yang disimpan dalam besi rangka itu, bakal diberkahi hubungan silaturahmi dan percintaan yang abadi. "Tapi tergantung kepercayaan juga," ujar dia.
Keluhkan Fasilitas
Salah satu kendala utama hutan Oko saat ini, ujar Dede, memang terletak pada buruknya fasilitas jalan menuju kawasan wisata. "Kita akui bersama, memang kendalanya di situ (fasilitas jalan)," kata dia.
Beruntung sejak ramainya pemberitaan hutan Oko, Pemda Garut langsung turun tangan dan memberikan bantuan pembangunan betonisasi jalan desa yang menuju kawasan wisata. "Angkanya di atas Rp 1 miliaran, untuk sekitar 1 kilometer dulu," ujar dia.
Dalam sebuah kegiatan camping akhir tahun lalu, Bupati Garut Rudy Gunawan yang sengaja menyempatkan menginap di sana terpesona keelokan alam Hutan Oko. "Insya Allah diperbaiki," kata dia.
Dengan adanya penambahan perbaikan fasilitas jalan tersebut, Dede berharap jumlah kunjungan yang datang lebih meningkat dari saat ini. "Saya optimis jika jalan bagus akses kunjungan pun bakal meningkat," ujar dia.
Ihwal masih minimnya fasilitas wisata di hutan Oko, Dede mengakui jika hal itu tengah dalam proses pembahasan pemerintah pusat. "Memang ada beberapa yang tidak bisa kami garap," ujar dia.
Rencannya, di area tambahan lahan baru seluas 8 hektare, pemerintah daerah segera menggaet investor untuk membangun sejumlah fasilitas hiburan mulai homestay, restoran, outbond, camping ground, flying fox hingga fasilitas bermain lainnya. "Kami pun berharap bumdes bisa ikut serta membangun kawasan ini," dia menandaskan.
Advertisement
Komitmen Pemerintah
Camat Selaawi Ridwan Efendi mengatakan, salah satu kendala utama menuju kawasan hutan Oko, akibat minimnya fasilitas jalan. Saat ini satu-satunya jalan yang digunakan merupakan milik desa dengan kontur dasar tanah. "Semoga tahun ini segera ada perbaikan," kata dia.
Sesuai dengan ajuan tahun lalu, saat ini program jalan desa menuju hutan Oko, tengah memasuki tahap lelang di Dinas PUPR pemda Garut. "Kami targetkan Juni atau Juli ini sudah mulai ada progress (pembangunan)," kata dia.
Untuk tahap pertama total sepanjang 1 kilometer jalan menuju hutan Oko, bakal mulai digarap. "Sisanya mungkin nanti bertahap," kata dia.
Menurutnya, kawasan hutan Oko merupakan salah satu destinasi alam di wilayah Garut Utara yang tengah naik daun. "Kami tentu bersyukur, semoga lebih banyak lagi potensi wisata Garut Utara yang bisa dibuka," ujar dia.
Untuk mendukung hal itu, lembaganya tengah menyiapkan sejumlah program, salah satunya One Village One Tourism atau satu desa satu kawasan wisata baru di seluruh kecamatan Selaawi. "Jika dikembangkan dengan serius Selaawi punya potensi untuk itu," kata dia.
Adanya hutan Oko, lembaganya berharap mampu menjadi pelecut bagi desa lainnya, membuka akses fasilitas wisata desa menjadi lebih maju. "Nanti tidak hanya hutan Oko, tetapi ada juga hutan lainnya," dia menandaskan.