Liputan6.com, Pekanbaru - Seorang nelayan inisial MA bersama temannya AB ditangkap Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau karena membawa 35 kilogram sabu dari Malaysia. Keduanya tergiur karena mendapat upah tinggi dari pengendali inisial S yang saat ini masih buron.
Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menjelaskan, pengungkapan ini merupakan rangkaian dari tertangkapnya dua kurir pembawa tiga kilogram sabu di depan Polsek Kandis, Siak. Barang haram bawaan keduanya masuk melalui Rupat, Kabupaten Bengkalis tujuan Kota Dumai untuk selanjutnya dibawa ke Pekanbaru.
Advertisement
Baca Juga
Dari sini, petugas memantau pergerakan nelayan di Pulau Rupat, khususnya di Perairan Rhu karena sering dijadikan transaksi narkoba di tengah laut. Hanya saja, petugas tidak tahu perahu yang mana mengangkut narkoba karena mobilitas nelayan di sana cukup tinggi.
Akhirnya, Tim Tiger Reserse Narkoba Polda Riau memantau pelabuhan rakyat di Dumai, tepatnya di Sungai Sembilang karena menjadi pintu masuk dari Rhu. Petugas belum mengidentifikasi kapal hingga akhirnya mendapat informasi dari masyarakat.
"Berkat masyarakat perahu berhasil diidentifikasi. Oleh karena itu kami menghimbau masyarakat jangan takut memberi informasi, mari perangi narkoba bersama-sama," kata Agung di Mapolda Riau, Minggu siang, 9 Februari 2020.
Sekilas, perahu tadi tidak terlihat membawa barang mencurigakan, apalagi ada banyak jaring ikan di dalamnya. Berkat kejelian petugas, sabu tadi ditemukan tersimpan dalam fiberglass.
Ada dua ruangan tertutup ditemukan petugas. Sisi kanan berisi 22 kilogram sabu dan kiri berisi 13 kilogram sabu berserta 36 liquid cair yang belum diketahui apakah mengandung narkoba atau tidak.
"Nanti kami minta BPOM mengecek apakah cairan untuk vape (rokok elektrik) ada narkoba atau tidak," sebut Agung didampingi Direktur Narkoba Polda Riau Komisaris Besar Suhirman SIK.
Informasi dirangkum, MA yang sehari-harinya menjaring ikan di laut nekat menjadi penjemput sabu di perbatasan Indonesia-Malaysia karena diupah Rp 5 juta per kilo. Jumlah itu akan diterima jika sabu sampai ke Dumai.
Dari tangan MA, petugas menyita Rp 5 juta diduga sebagai uang muka. Sementara temannya AB hanya menerima uang segitu untuk sekali pengiriman narkoba dari Rupat ke Dumai.
Kepada petugas, keduanya mengaku sudah dua kali mengirim narkoba ke Dumai dengan upah serupa. Kini keduanya terancam hukuman mati atau paling lama 20 tahun penjara karena dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.
Disediakan Perahu dari Malaysia
Agung menjelaskan, bandar narkoba di Malaysia selalu punya cara baru untuk meloloskan barangnya ke Indonesia. Panjangnya pantai di Riau dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka menjadi celah memasok barang.
Bandar narkoba di Malaysia punya penghubung ke Indonesia. Penghubung ini biasanya memanfaatkan nelayan yang sangat paham seluk beluk perairan di sana dan memberi upah menggiurkan.
Dari Malaysia, penghubung tadi punya kaki tangan membawa narkoba hingga ke perairan perbatasan. Penghubung menyebut penjemputan sabu ini sebagai becak laut dan kurir di darat sebagai becak darat.
Dalam kasus 35 kilogram sabu ini, bandar dan penghubung menyediakan perahu dari Malaysia. Perahu ini sudah dimodifikasi menyimpan sabu untuk dibawa ke parairan perbatasan.
Pengantar dan penjemput di tengah laut tidak saling kenal. Mereka hanya diberikan lokasi pertemuan dan menggunakan sandi untuk memastikan sampai ke tangan yang tepat.
"Sandinya cincin untuk sabu dan batu alam untuk jumlah. Jadi mana cincin dan tiga batu alam," terang Agung.
Setelah saling paham dengan sandi tadi, perahu dari Malaysia diserahkan ke penjemput. Pembawa dari Malaysia lalu pulang dijemput kapal yang sudah menunggu begitu transaksi selesai.
"Perahu dibawa penjemput tujuan Dumai, nanti ada penjemput lagi di sana," jelas Agung bersama Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto SIK.
Advertisement
Ratusan Kasus Narkoba
Agung menyatakan, banyaknya jumlah sabu ini tidaklah berharga karena merupakan perusak generasi bangsa. Dia menghimbau masyarakat menjauhi karena sabu ini masuk disebabkan masih ada pemakainya.
"Nikmatnya cuman 2 jam, sisanya 22 jam lagi itu neraka. Ini barang haram, mari perangi narkoba," ucap Agung.
Agung menyebut penggagalan peredaran 35 kilogram sabu ini telah menyelematkan 137.000 jiwa. Selanjutnya, penggagalan lainnya akan terus dilakukan agar Riau tidak menjadi pintu masuk narkoba.
Menurut Agung, tangkapan ini merupakan kasus ke 215 narkoba yang ditangani Polda Riau dan jajaran tahun ini. Dari jumlah itu ada 188 kasus sabu dengan barang bukti 98,21 kilogram.
Dari ratusan kasus itu, polisi menangkap 305 orang baik itu pengedar, kurir hingga bandar. Ratusan orang itu punya ragam pekerjaan sebelum terjerat narkoba, mulai dari mahasiswa, buruh, petani hingga pegawai pemerintah.
Sementara itu, perwakilan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Maizar, yang hadir dalam konferensi pers ini meminta Polda Riau untuk mengasih tahu kalau ada bandar narkoba masuk ke Lapas ataupun Rutan.
Dari sini, petugas Rutan ataupun Lapas akan menjaga ketat sehingga tidak lagi tahanan narkoba menjadi pengendali di balik jeruji.
Pihak Kemenkumham Wilayah Riau juga menyebut dulunya penghuni Lapas dan Rutan di Riau yang terlibat narkoba hanya berkisar 20 orang. Sekarang, dari 1723 penghuni Lapas, 1300 di antaranya merupakan kasus narkoba.