Mengenal Porang, Umbi-umbian Kaya Manfaat yang Mampu Tumbuh Subur di Garut

Potensi hutan Garut yang masih luas, bisa menjadi salah satu alternatif penanaman tanaman porang sebagai penghasil umbu-umbian tersebut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 22 Apr 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2021, 08:00 WIB
Potensi hutan Garut yang masih luas, bisa menjadi salah satu alternatif penanaman tanaman porang sebagai penghasil umbu-umbian tersebut.
Potensi hutan Garut yang masih luas, bisa menjadi salah satu alternatif penanaman tanaman porang sebagai penghasil umbu-umbian tersebut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Sebagai daerah vulkanis yang subur, Kabupaten Garut, Jawa Barat bisa menjadi area baru, pusat penanaman tanaman porang (Amorphophallus muelleri) di Jawa Barat.

Pengamat Pertanian dari Kebun Pemikiran Edaphia Cibiuk-Garut Dadang Mohammad mengatakan, potensi hutan Garut yang masih luas, bisa menjadi salah satu alternatif penanaman tanaman penghasil umbi-umbian tersebut.

"Sangat potensial terutama di kawasan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)," ujarnya, Selasa (20/4/2021).

Menurutnya, kondisi kesuburan lahan di Garut terutama datarannya tingginya yang relatif masih terjaga, menjadi syarat lain untuk mengoptimalkan budi daya tanaman porang tersebut.

“Amplitudo suhu harian dan kesuburan tanah di Garut mendukung untuk uji coba,” kata dia.

Dadang menerangkan, budi daya porang atau juga dikenal dengan iles-iles memiliki nilai keekonomian yang cukup tinggi. Selain digunakan sebagai bahan baku tepung, juga memiliki banyak manfaat untuk dunia kosmetik dan lainnya.

“Tanpa naungan seperti di habitat aslinya (hutan), umbi yang dihasilkan di lahan budi daya bisa lebih besar,” kata dia.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, Dadang merekomendasikan, penanaman bibit porang menggunakan bulbil/katak yang ditanam secara langsung.

“Jika sumber bibitnya dari spora, butuh 4 musim baru bisa dipanen, dan umbinya kecil-kecil,” ujar dia mengingatkan.

Bahkan, masa tanam porang bisa lebih cepat dengan hasil optimal, ketika menggunakan sumber bibit dengan ukuran 2 ons. “Satu musim di dataran tinggi Garut bisa 9-12 bulan,” kata dia

Namun jika sumber bibitnya dari bulbil/katak, hanya butuh waktu minimal dua musim untuk bisa dipanen. “Untuk dataran tinggi Garut, butuh dua musim atau sekitar 18-24 bulan,” kata dia.

Selain itu, dibutuhkan unsur hara yang baik saat pemupukan dengan sumber utama pupuk organik atau hasil fermentasi. “Perbanyak bahan organik yang banyak mengandung unsur K,” ujarnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Buka Pasar Baru

Untuk menghindari penurunan harga, Dadang berharap agar petani Garut menyiapkan pasar baru untuk menyerap produk mereka, sehingga mampu menjaga harga pasar.
Untuk menghindari penurunan harga, Dadang berharap agar petani Garut menyiapkan pasar baru untuk menyerap produk mereka, sehingga mampu menjaga harga pasar. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Saat ini, harga porang terbaru (April) berada di kisaran Rp 8.500/kg. “Itu harga di pabrik, perhitungkan juga ongkos kirim dari kebun ke pabrik,” kata dia.

Dengan semakin banyaknya petani yang mulai menanam porang, Dadang berharap petani Garut bisa menyiapkan pasar baru untuk menyerap produk mereka, sehingga mampu menjaga harga pasar.

“Minimal adanya pabrik pengolahan dalam radius 60 km,” kata dia.

Upaya itu perlu dilakukan sejak dini, ujar dia, untuk menghindari penurunan harga saat produk porang dalam negeri, melebihi kapasitas serapan pasar yang ada.

“Jika pasar baru tidak tumbuh, akan menyebabkan jatuhnya harga porang dalam waktu 2-3 tahun ke depan,” kata dia.

Seperti diketahui porang adalah tanaman yang bisa tumbuh pada tanah dengan ketinggian hingga 700 mdpl. Tanaman ini cukup toleran di segala cuava dengan naungan hingga 60 persen. Salah satu keunggulan tanaman ini yakni penghasil glucomannan berbentuk tepung, atau bisa larut dalam air sebagai zat aditif makanan dan pengental.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya