Liputan6.com, Gorontalo - Di tengah area perkebunan di Gorontalo, tepatnya di Desa Molintogupo, Kecamatan Suwawa Selatan, Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), terdapat sebuah monumen bersejarah yang kini mulai terlupakan. Warga sekitar menyebutnya Tugu Perjuangan Melawan Permesta.
Pembangunan monumen itu awalnya diinisiasi oleh Nani Wartabone, seorang pahlawan nasional, bersama tokoh masyarakat Gotontalo, sebagai pengingat bahwa masyarakat Gorontalo juga ikut berjuang melawan tentara Permesta, setelah penjajah Jepang dan Belanda hengkang dari tanah Gorontalo.
Advertisement
Baca Juga
Tugu tersebut dibangun pada 1958, setelah Gorontalo memenangkan pertempuran dengan melawan tentara Permesta.
Permesta merupakan akronim dari Perjuangan Rakyat Semesta, yaitu sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan pemimpin militer dan sipil Indonesia bagian timur pada 2 Maret 1957.
Pusat gerakan ini mulanya berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Namun perlahan-lahan dukungan di Sulawesi Selatan mulai hilang, sehingga pada 1957 markas Permesta dipindahkan ke Manado di Sulawesi Utara.
"Karena sulawesi utara dekat dengan Provinsi Gorontalo maka, imbas dari gerakan Permesta sangat dirasakan warga Gorontalo," kata Kris Wartabone, yang juga cucu Nani Wartabone.
Dirinya bercerita, pada Maret 1957, pernah terjadi rencana pengambilalihan kekuasaan oleh tentara Permesta di Gorontalo. Namun, Nani Wartabone saat itu tidak tinggal diam.
"Ia kembali memimpin rakyat untuk merebut kekuasaan Permesta di Gorontalo. Hingga pertempuran pun tak terhindarkan dan pasukan Nani Wartabone berhasil mengusir mereka," tuturnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Terbengkalai
Meski keberadaan Tugu Perjuangan Rakyat Semesta Gorontalo sangat bernilai sejarah, namun kondisi tugu tersebut kini makin memprihatinkan dan tak terawat. Saat memasuki lokasi monumen, pengunjung disuguhkan dengan semak belukar yang menutupi gerbang.
Selain itu, belukar juga sudah menutupi anak tangga menuju ke atas monumen. Sebab, monumen tersebut berada di atas bukit kecil.
"Saat mengunjungi lokasi, monumen seakan seperti hutan rimba," kata Odang Moe, seorang pengunjung saat berada di lokasi.
Menurutnya, tugu ini mulai dilupakan masyarakat, karena pemerintah tidak mau merawatnya. Padahal, tugu tersebut merupakan salah satu monumen yang kaya akan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa.
"Makanya tidak ada pengunjung, tempatnya tidak bersih. Seharusnya pemerintah tahu kondisi ini," katanya.
Advertisement