Liputan6.com, Aceh - Desakan agar Komnas HAM segera menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat muncul di Aceh. Hal itu mencuat dalam aksi peringatan 18 tahun kasus pembunuhan aktivis pembela demokrasi tersebut.
Senin (5/9/2022) lalu, belasan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) Aceh Barat menggelar aksi "Solidaritas untuk Munir" di Tugu Simpang Pelor, Meulaboh, Senin siang (5/9/2022).
Koordinator aksi Sari Ramadana mengatakan bahwa kasus Munir akan segera menguap jika tidak segera ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Sementara itu, yang diseret ke pengadilan dalam kasus ini baru kroconya saja.
Advertisement
"Jika tidak, kasus ini akan dianggap kasus kriminal biasa yang bisa kedaluwarsa. Dalam aturan hukum pidana, terdapat ketentuan yang menyebutkan kasus pidana akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Masa waktu 18 tahun kasus pembunuhan Munir jatuh pada 7 September 2022," jelas Sari dalam orasinya.
Komnas HAM harus segera memulai penyelidikan agar kasus ini tidak terbengkalai berlarut-larut, kata Sari. Selain itu, SMUR juga meminta Pemerintah segera membuka dokumen laporan Tim Pencari Fakta kasus Munir kepada publik.
"Ini sebagaimana diamanatkan dalam poin 9 Keppres No. 111 tahun 2004 tentang Pembentukan TPF Kasus Munir sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi pengungkapan kasus ini," kata Sari.
Menagih Komnas HAM
Aksi serupa digelar di ibu kota Provinsi Aceh. Aksi tetrikal ini berlangsung di Simpang Lima, Banda Aceh, tepat pada tanggal saat Munir dibunuh di dalam pesawat, yakni 7 September.
Di lokasi, puluhan orang tampak mengenakan topeng Munir dengan pakaian serba hitam. Mereka berdiri dalam dua barisan mengapit dua orang perempuan yang sedang melukis wajah mirip Munir.
Koordinator Aksi Rozhatul Valica mengatakan dalam orasinya bahwa kasus pembunuhan Munir mesti segera ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat agar tidak kedaluwarsa. Kasus Munir menurutnya dapat menjadi patokan sejauh apakah negara menjamin perlindungan HAM.
"Yang mana kita tahu bahwa ini merupakan suatu kasus yang memang patut diajukan sebagai pelanggaran HAM berat," terang Rozhatul kepada wartawan di sela-sela aksi, Rabu (7/9/2022).
Mei lalu Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan adanya peluang besar menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, pihaknya saat itu masih berkutat terkait beberapa syarat terkait penetapannya dan memberi sinyal kemungkinan keputusannya akan terbit dua bulan lagi.
"Tapi, ada pada faktanya sehingga membuat aksi ini bahwa ternyata mereka hanya harapan palsu. Bisa kita katakan seperti itu," kata Rozhatul.
Advertisement
Melukis Munir
Rozhatul turut membacakan puisi yang merupakan puisi pemenang lomba yang diadakan oleh KontraS Aceh. Pembacaan puisi diiringi instrumental lagu Gugur Bunga.
Sementara itu, proses melukis berlangsung sepanjang aksi. Kuas terus dimainkan sementara para orator bergantian memekik di udara.
Kedua seniman tersebut adalah Arifa Safura dan Alica Putri Anjani. Safura memimpin jalannya liuk kuas diikuti oleh Alica.
Hasil lukisan memperlihatkan sesosok wajah mirip Munir yang tampak taram dengan bola mata redup dalam bentuk wajah yang telah mengelupas.
Lukisan ini dipampang di tengah, membelah para peserta aksi.
Jangan Langgengkan Impunitas
Di tempat terpisah, Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna mengatakan pembunuhan Munir adalah kasus yang melibatkan sistem yang tertutup rapi. Tujuannya untuk membungkam demokrasi.
Kasus Munir merupakan salah satu aksi penyerangan yang menargetkan defender HAM. Siapa dalangnya seakan tidak disentuh sama sekali, dan dianggap selesai hanya dengan menyeret eks pilot Garuda Pollycarpus sebagai tersangka.
"Jika kasus pembunuhan Munir dibiarkan kedaluwarsa, maka ke depan kepercayaan rakyat kepada pemerintah semakin tergerus terutama pada lembaga-lembaga yang diberi tanggung jawab menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat," Husna menjawab Liputan6.com.
Kata Husna, membiarkan kasus pembunuhan Munir kedaluwarsa berarti melanggengkan praktik impunitas. Dia berharap Komnas HAM tidak bikin kecele.
Advertisement
Siapa Dalang Pembunuh Munir?
Seperti yang diketahui, aktivis HAM Munir Said Thalib dibunuh di dalam pesawat penerbangan menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Ia dilaporkan tewas akibat terpapar racun arsenik.
Satu-satunya orang yang diseret dalam kasus ini hanya Pollycarpus. Pria bernama panjang Pollycarpus Budihari Priyanto ini melewati proses pengadilan yang alot sampai MA menjatuhkan hukuman 14 tahun kepadanya.
Namun, ia terhitung menjalani masa hukuman hanya 8 tahun. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly memberikan pembebasan bersyarat padanya akhir 2014 lalu, sebelum dinyatakan meninggal beberapa tahun kemudian karena Covid-19 pada 2020.