Mengenal Sekaten, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Khas Kota Solo dan Yogyakarta

Perayaan di Solo dan Yogyakarta sebenarnya tidak memiliki banyak perbedaan. Perbedaan keduanya hanya terletak pada kirab akhir.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 28 Sep 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2023, 15:00 WIB
20151224-Tradisi Maulid Nabi, Ribuan Warga Berebut 6 Gunungan Sekaten-Solo
Ratusan warga berebut mendapatkan segala isi dari enam Gunungan Grebeg Mulud di halaman Masjid Agung, Surakarta, Kamis (24/12). Keluarnya gunungan menandai puncak acara Sekaten yang digelar untuk peringatan Maulid Nabi Muhammad. (Boy Harjanto)

Liputan6.com, Solo - Setiap tahunnya, tradisi sekaten bakal digelar di Solo dan Yogyakarta. Tradisi ini digelar untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi Muhammad SAW).

Konon, tradisi ini sudah digelar sejak abad ke-15. Hingga kini, tradisi ini masih dilestarikan dan menjadi salah satu tradisi yang banyak ditunggu masyarakat sekitar.

Mengutip dari surakarta.go.id, perayaan sekaten di Solo umummya berisi kegiatan pasar malam selama satu bulan penuh. Setelahnya, akan diadakan acara Grebeg Maulud Nabi berupa kirab gunungan yang berlangsung sebagai puncak acara.

Tradisi ini ternyata juga memiliki kaitan tersendiri dengan sejarah penyebaran agama Islam di Jawa Tengah. Konon, tradisi ini digunakan Wali Songo untuk menarik perhatian masyarakat terhadap agama Islam.

Sekaten dipercaya sebagai perpaduan antara kesenian dan dakwah. Dengan cara ini, masyarakat akan tertarik untuk diperkenalkan agama Islam lebih dalam.

Kala itu, masyarakat menyukai alat musik gamelan. Hal ini membuat penyelenggaraan sekaten selalu identik dengan pentas kesenian hingga kini.

Namun, terdapat beberapa tahapan dalam pagelarannya. Gamelan yang dibunyikan akan diarak ke Masjid Agung hingga dikembalikannya gamelan sekaten sebagai tanda berakhirnya upacara sekaten.

Biasanya rangkaian pagelaran ini berlangsung pada 5 hingga 12 bulan Rabiul Awal. Selama berlangsungnya pagelaran tersebut, gamelan terus ditabuh tanpa henti secara bergantian.

Selanjutnya, acara akan berlanjut pada prosesi numpak wajik dan grebeg muludan. Perayaan di Solo dan Yogyakarta sebenarnya tidak memiliki banyak perbedaan. Perbedaan keduanya hanya terletak pada kirab akhir.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya