Polemik Putusan MK Soal Cawapres, Begini Tanggapan Praktisi Hukum

Putusan tersebut terkait dengan usia minimal calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dikabulkan oleh MK pada Senin (16/10/2023) lalu.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 23 Nov 2023, 18:36 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 17:27 WIB
Praktisi hukum
Diansa Sadida Praktisi Hukum yang juga sebagai pengacara (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Hingga kini, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) masih menjadi perbincangan publik. Bahkan, sebagian besar orang menganggap jika putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut, dinilai sangatlah kontroversial.

Putusan tersebut terkait dengan usia minimal calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dikabulkan oleh MK pada Senin (16/10/2023) lalu. 

Dalam putusan itu menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Wali Kota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun.

Berdasarkan putusan itu, Ketua MK Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Anwar pun dijatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Meski masih menjadi polemik, banyak juga yang mendukung putusan MK yang dianggap kontroversial itu. Pengamat hingga praktisi hukum setuju atas putusan yang meloloskan Prabowo-Gibran jadi pasangan capres dan cawapres.

Menurut salah satu praktisi hukum Dian Sadida, bilang putusan tersebut sudah final, bahkan terdapat pesan moral dalam sidang MK dan bisa menjadi motivasi untuk anak muda kedepan.

"Yang tersirat dalam putusan MKMK Terkait batas usia minimal Capres cawapres dan ada dengan ramainya kontroversi Gibran Maju dalam Ajang Pilpres," kata Dian kepada Liputan6.com, Kamis (23/11/2023).

"Menurut saya satu, tidak ada intervensi kekuasaan eksekutif ke MKMK. Semua berjalan sesuai fungsi masing-masing," ujar wanita yang berprofesi sebagai pengacara di Kota Jakarta. 

Menurutnya Dian, masyarakat tetap bisa mengawasi proses pemilu secara maksimal. Kedua tidak ada intervensi kekuasaan untuk mempengaruhi proses pemilu termasuk proses MKMK sebagai proses demokrasi, dan kekuasaan bersikap netral.

"Saya tegaskan, tidak ada dinasti atau kerajaan atau kekuasaan yang bersifat mutlak dalam demokrasi indonesia dan dalam proses pemilu," katanya.

Buktinya hakim MK bisa diberhentikan dan semua berjalan sesuai mekanisme yang ada. Masyarakat bisa menggugat apapun yang dipandang melanggar konstitusi.

Anak usia muda 40 tahun ke bawah termasuk gibran ini bisa melaksanakan hak konstitusinya memilih dan dipilih sesuai UUD 1945. Tidak ada pembatasan yang mencederai demokrasi dan hak asasi anak muda untuk meraih dukungan 60 persen pemilih milenial.

"Anak anak umur 25-30 tahun ke atas menurut saya silahkan mempersiapkan diri dari sekarang untuk menjadi capres dan cawapres mengikuti jejak pemimpin pemimpin besar yang pernah lahir di dunia di usia muda," katanya.

Intinya kata Diansa, putusan MK yang telah disahkan sudah sesuai yang diatur dalam Pasal 10 UU MK. Putusan MK bersifat final dan mengikat.

"Putusan MK sudah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum (Pasal 47 MK)," menandaskan.

Simak juga video pilihan berikut;

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya