Politisasi SARA Jadi Ancaman Serius di Pilkada Jambi, Bagaimana Mitigasinya?

Politisasi SARA, ujaran kebencian, hoaks dan disinformasi, politik uang, serta potensi petahana menggunakan kekuasaan berlebihan menjadi ancaman yang tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana mitigasinya?

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 01 Sep 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2024, 00:00 WIB
Anggota Bawasalu Jambi
Anggota Bawaslu Provinsi Jambi M Hapis (kanan) saat diskusi mengenai potensi pelanggaran Pilkada serentak 2024 di Jambi, Selasa (27/8/2024). Bawaslu mengklaim telah memitigasi potensi pelanggaran Pilkada. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi menyebut politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA menjadi ancaman serius yang membayangi pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Berbagai format dan langkah mitigasi telah disiapkan untuk mencegah politisasi SARA dan isu krusial lainnya yang berpotensi menghambat jalannya pemilihan umum secara demokratis.

Anggota Bawaslu Provinsi Jambi, M Hapis menjelaskan politisasi SARA berdampak luas terhadap rangkaian dan tahapan Pilkada serentak 2024 di Jambi. Bahkan dampaknya bisa memecah belah masyarakat hingga menimbulkan konflik. 

"Kami sudah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, semua elemen masyarakat dan organisasi serta organ-organ ideologi sudah kami libatkan untuk mencegah ini," kata M Hapis di Jambi, Selasa (27/8/2024).

Selain politisasi SARA, ujaran kebencian dan berita bohong atau hoaks yang menyebar di dalam berbagai plaform media sosial juga tak kalah mengkhawatirkan. Hapis pun mewanti-wanti jurnalis agar selalu mengedepankan verifikasi. 

Jurnalis diminta tidak menjadi echo chamber. Sebab di era digital ini, informasi muncul dari berbagai sumber dengan berbagai macam perspektif sehingga bisa menimbulkan berita hoaks yang bisa memecah belah warga.

Selain itu, Bawaslu Jambi mengkalim memiliki kader dari berbagai perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat. Kader ini telah dilatih dalam format Pendidikan Pengawas Partisipatif (P2P). Format ini adalah gerakan bersama antara Bawaslu dengan masyarakat untuk menciptakan proses pemilihan yang berintegritas.

Di sisi lain, politik uang jadi persoalan yang tak ada ujungnya. Untuk mencegah hal ini, Bawaslu Jambi bersama Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi telah menandatangani kesepakatan untuk mencegah money politik.

"Jadi selain bisa dijerat hukum positif, politik uang dalam pemilu ini bisa dikenakan sanksi hukum adat. Kita sudah menjalin kesepakatan dengan lembaga adat," kata Hapis.

Koordinator divisi hukum dan penyelesaian sengketa ini menilai, Pilkada serentak 2024 sudah masuk ke tahapan yang krusial. Menurut dia, pemilihan serentak kali ini begitu kompleks dengan dinamika yang muncul seperti persoalan aturan teknis dan kewenangan pemilihan. 

Selain politisasi SARA, menurut Hapis ada beberapa isu krusial dalam penyelenggaraan Pilkada tahun 2024. Isu krusial ini perlu menjadi atensi bersama. 

Keempat isu krusial ini, diantaranya isu politik uang, netralitas ASN dan Kepala Desa, TNI serta Polri, isu potensi petahana menggunakan kekuasaan berlebih, dan isu hoaks/disinformasi.

Hapis menyampaikan bahwa Bawaslu Jambi siap berkolaborasi dengan stakeholder dalam penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan digelar 27 November 2024. "Kolaborasi dan kerja sama ini diharapkan bisa menciptakan pemilihan yang bermartabat dan demokratis. Semua elemen masyarakat punya andil untuk menjadikan pemilihan yang demokratis," demikian Hapis.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya