Santri di Sukoharjo Tewas Diduga Jadi Korban 'Bullying' Santri Senior

Seorang santri di salah satu pondok pesantren di Sukoharjo meninggal dunia diduga karena bullying. Pihak keluarga menyebut, korban dibully karena tak memberikan rokok kepada kakak kelasnya.

oleh Fajar Abrori diperbarui 17 Sep 2024, 15:51 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2024, 15:51 WIB
Peti jenazan santri yang meninggal
Peti jenazah santri yang meninggal dunia karena diduga menjadi korban perundungan di pondok pesantren.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Solo - Tragedi memilukan terjadi di salah satu pondok pesantren di Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Santri berinisial AKPW (13) yang masih duduk di bangku SMP kelas VIII itu meninggal dunia, karena diduga menjadi korban bullying atau perundungan yang dilakukan kakak kelasnya.  

Pantauan Liputan6.com, di rumah duka yang berada di Pucangsawit, Jebres, Solo, suasana haru menyelimuti keluarga korban. Karangan bunga tampak berjajar, termasuk dari Yayasan Azzayadiyy, Komite SMPPT Az-Zayadiyy, Kapolres Sukoharjo, Kapolsek Grogol dan lainnya.

Ibunda korban, Yuli Sri Utami tak henti-hentinya menangis di samping peti jenazah putranya. Sementara sang ayah, Tri Wibowo, berusaha tegar menyambut para pelayat. Selain keluarga dan tetangga, sejumlah teman korban di pondok pesantren tampak ikut melayat dengan mengenakan pakaian serba hitam.

Ayah korban, Tri Wibowo mengungkapkan terkait dugaan bahwa anak sulungnya itu menjadi korban kekerasan yang dilakukan salah satu santri yang juga kakak tingkat korban di pondok pesantren. "

Kalau berdasarkan informasi yang saya dapatkan, memang anak saya itu mohon maaf memang bisa dibilang korban kekerasan yang dilakukan oleh salah satu santri kakak tingkatnya," ujar dia di rumah duka, Selasa (17/9/2024).

Permintaan Ditolak

Ironisnya penyebab insiden dugaan kekerasaan yang menyebabkan nyawa AKPW melayang itu hanya sepele. Kakak kelas korban yang duduk di kelas IX itu mendatangi kamar korban dan meminta rokok. Namun, menurut Tri Wibowo, permintaan itu ditolak oleh putranya karena tidak memikili rokok dan bukan sebagai perokok.

"Saya pikir, masyaallah, sebab dan musababnya hal remeh banget. Hanya minta rokok dan dengan senioritasnya dia sampai berbuat kekerasan ke anak saya sampai mengakibatkan anak saya meninggal, " jelas Wibowo. 

Meski tidak ada tanda-tanda kekerasan yang terlihat, keluarga memutuskan untuk melakukan autopsi. "Ada pemukulan. Tapi saya belum bisa pastikan di bagian mana karena saya waktu lihat secara langsung saat meninggal dunia itu bagian luar seperti tidak terlihat apa-apa," terang Wibowo.

Ia menegaskan bahwa tujuannya bukan balas dendam, melainkan mencegah terulangnya tragedi serupa. "Jangan ada lagi (tindak kekerasan di pondok pesantren), pondok pesantren tetap pilihan yang terbaik untuk anak-anak. Tapi tolong jangan sampai ada korban lagi, kasihan. Mereka sudah jauh dari orangtua mau belajar harus dikerasin, ini kasihan,” ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya