Bursa Asia Lesu Imbas Wall Street Tertekan

Bursa saham Asia melemah ikuti pergerakan wall street pada perdagangan saham Kamis pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Jan 2018, 08:45 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2018, 08:45 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar bursa saham Asia tertekan pada perdagangan Kamis pekan ini. Hal ini mengikuti bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang melemah.

Selain itu, investor juga fokus terhadap rilis laporan keuangan perusahaan di Jepang. Demikian mengutip laman CNBC, Kamis (11/1/2018).Pada perdagangan saham Kamis ini, indeks saham Jepang Nikkei melemah 0,26 persen usai dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan terhadap yen.

Sebagian besar eksportir termasuk produsen otomotif dan teknologi melemah pada awal perdagangan. Saham Toyota turun 1,51 persen, saham Honda susut 1,49 persen dan saham Sony tergelincir 0,05 persen.

Banyak investor juga menanti laporan keuangan perusahaan pada Kamis pekan ini. Dijadwalkan Uniqlo akan rilis laporan kuartalan yang berakhir November pada Kamis pekan ini. Saham Uniqlo naik 0,77 persen.

Di bursa saham Korea Selatan, indeks saham Kospi melemah 0,21 persen. Produsen chip membebani bursa saham Korea Selatan. Saham Samsung Electronics melemah 0,25 peren. Sedangkan SK Hynix naik 0,41 persen. Perusahaan bergerak di sektor otomotif dan manufaktur juga tertekan pada perdagangan Kamis pagi ini.

Saham Posco melemah 1,74 persen. Sedangkan Hyundai Steel turun 1,65 persen. Hyundai Motor melemah 1,29 persen.

Di bursa saham Australia, indeks saham Australia melemah 0,44 persen pada awal perdagangan. Sebagian besar sektor saham tertekan.

Sebuah laporan dari China sebagai pemegang obligasi terbesar AS mempengaruhi bursa saham. China dikabarkan berpotensi memperlambat dan mengurangi pembelian obligasi AS.

Sentimen tersebut menekan bursa saham AS atau wall street. Indeks saham Dow Jones melemah 0,07 persen ke posisi 25.369,13. Indeks saham S&P 500 dan Nasdaq susut untuk pertama kali pada 2018.

Kabar pengurangan pembelian obligasi AS oleh China juga menekan dolar AS. Indeks dolar AS pun kini diperdagangkan di kisaran 92,33. Terhadap yen, dolar AS berada di kisaran 111,40.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Wall Street Tertekan

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street cenderung tertekan. Hal itu didorong kekhawatiran investor seiring laporan China yang memperlambat pembelian obligasi pemerintah AS.

Selain itu juga sentimen Presiden AS Donald Trump juga ingin mengakhiri perjanjian perdagangan AS. Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones turun 16,67 poin atau 0,07 persen ke posisi 25.369,13. Indeks saham S&P 500 tergelincir 3,06 poin atau 0,11 persen ke posisi 2.748,23. Indeks saham Nasdaq susut 10,01 poin atau 0,14 persen ke posisi 7.153,57.

Laporan China sebagai pemegang terbesar obligasi pemerintah AS membuat investor khawatir. Lantaran China dikabarkan memperlambat pembelian obligasi. Sentimen itu juga mempengaruhi imbal hasil surat berharga AS. Indeks saham acuan S&P 500 turun usai laporan tersebut.

"Imbal hasil surat berharga AS juga tertekan seiring kabar China akan perlambat pembelian surat berharga AS," ujar Robert Pavlik, Chief Investment Strategist SlateStone Wealth seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis 11 Januari 2018.

Indeks saham S&P 500 juga tertekan usai laporan Reuters menyebutkan Kanada semakin yakin Preisden AS Donald Trump akan mengumumkan kalau AS menarik diri dari perjanjian perdagangan Amerika Utara.

Sentimen laporan China membuat indeks saham S&P 500 dan Nasdaq melemah di wall street dari level tertinggi seiring kekhawatiran investor.

"Ini refleksi kekhawatiran investor. Ini juga sebagai antisipasi kalau bursa saham Amerika Serikat sudah meningkat dalam beberapa waktu ini. Pelaku pasar mulai mewaspadai terjadi koreksi," ujar Pavlik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya