IHSG Dibuka Menghijau, Seluruh Sektor Saham Menguat

Sebanyak 114 saham tercatat menguat dan mendorong IHSG ke zona hijau. Sementara 11 saham melemah, dan 86 saham stagnan.

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Mei 2018, 09:15 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2018, 09:15 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Pekerja bercengkerama di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada pembukaan perdagangan hari ini. Semua sektor berada di zona hijau.

Pada pra pembukaan perdagangan Selasa (22/5/2018), IHSG berada di zona hijau dengan menguat 0,59 persen atau 33,77 poin ke level 5.767,62.

Penguatan kemudian berlanjut pada pembukaan pukul 09.00, IHSG naik 40,57 poin atau 0,71 persen ke level 5.774,4. Sementara indeks LQ45 menguat 0,85 persen ke posisi 914,59.

Sebanyak 114 saham tercatat menguat dan mendorong IHSG ke zona hijau. Sementara 11 saham melemah, dan 86 saham stagnan.

Total frekuensi perdagangan saham pagi ini sebanyak 4.992 kali dengan volume 67,1 miliar senilai Rp 99,7 miliar.

Investor asing melakukan penjualan di seluruh pasar senilai Rp 30,27 miliar. Kurs dolar AS diperdagangkan pada posisi Rp 14.181.

Seluruh sektor saham menguat. Terutama, sektor saham aneka industri memimpin kenaikan dengan menguat 1,59 persen. Disusul sektor saham konsumsi melaju 1,13 persen dan manufaktur naik 1,05 persen.

Adapun saham-saham yang menyokong penguatan IHSG, antara lain saham BINA yang menguat 9,30 persen menjadi 470. Diikuti saham BFI dengan kenaikan 9 persen menjadi 545, dan saham BIMA menguat 8,43 persen ke posisi 90.

Sedangkan saham-saham yang justru membebani IHSG yakni saham CSIS yang melemah 3,33 persen ke posisi 1.885, diikuti saham WAPO tergelincir 3,23 persen menjadi 90, dan saham BBRM terkoreksi 2,63 persen ke level 74.

Saham China Tambah di MSCI Picu Investor Asing Keluar dari RI

Perdagangan Saham dan Bursa
Pekerja melintasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

MSCI menambah saham perusahaan asal China dalam indeks MSCI global dan regional akan menarik dana investor asing dari pasar saham Indonesia. MSCI ini merupakan salah satu acuan bagi manajer investasi global untuk menyusun portofolio investasi sahamnya.

MSCI memasukkan saham kelas A emiten China pada 15 Mei 2018 dapat mengurangi bobot saham negara lain termasuk Indonesia. Sentimen tersebut juga dapat membuat investor asing keluar dari pasar saham Indonesia.

MSCI menambah satu saham dalam indeks MSCI Indonesia yang masuk MSCI Global Small Cap Inxes. Saham itu yaitu PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).

Selain itu, MSCI juga keluarkan lima saham Indonesia antara lain PT Indofarma Tbk (INAF), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Totalindo Eka Persada Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).

Dalam jajaran MSCI Global Standard Index, MSCI menambah satu saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Sedangkan MSCI lepas saham PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio menuturkan,MSCI memasukkan saham kelas A emiten China dapat membuat arus dana investor asing sedikit berpindah ke China. Dengan penambahan saham kelas A emiten China membuat bobot saham Indonesia di indeks MSCI menjadi terganggu.

"Bobot investasi MSCI sekarang sekitar USD 13 ribu triliun ikuti arahan sini (MSCI-red). Dari dana itu, sekitar USD 1,7 triliun masuk ke emerging market termasuk Indonesia. Pasar saham Indonesia dapat sekitar 2,54 persen sekarang turun 2,2 persen karena dilusi. Sekitar Rp 18 triliun kemungkinan bisa pindah," ujar Tito saat berbincang dengan Liputan6.com,  seperti ditulis Selasa (22/5/2018).

Pada 2017, investor asing merealisasikan keuntungan sekitar Rp 40 triliun di pasar saham Indonesia. Hingga penutupan perdagangan saham 21 Mei 2018, aksi jual investor asing mencapai Rp 41,82 triliun.

Tito menilai, aksi jual investor asing terjadi pada 2017 bukan berarti investor asing menarik seluruh dana dari pasar saham Indonesia. Akan tetapi, investor asing tersebut merealisasikan keuntungannya.

"Tahun kemarin mereka Rp 40 triliun tidak jual. Mereka  merealisasikan keuntungan karena portofolio naik Rp 200 triliun dari Januari-Desember 2017,” kata Tito.

Sedangkan aksi jual investor asing yang terjadi hingga memasuki kuartal II 2018, Tito menilai hal tersebut lantaran investor asing juga ada yang memindahkan dananya ke surat utang atau obligasi. Selain itu, investor asing juga kemungkinan masuk ke saham-saham lainnya. Tito menambahkan, ada juga pengaruh bertambahnya saham kelas A emiten China di indeks MSCI sehingga membuat investor asing menarik dananya.

"Ada beberapa switch karena china buka saham seri A dengan market capitalization besar kemungkinan akan dilusi MSCI kita bobot investasi di Indonesia. Benar-benar ancaman buat kita,” tutur Tito.

Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Aji menuturkan hal sama.  Arus dana investor asing dapat keluar dari pasar saham Indonesia dengan bertambahnya saham kelas A emiten China di indeks MSCI. Apalagi penilaian saham masuk MSCI juga melihat kapitalisasi pasar dan fundamental perusahaan.

"Salah satunya terjadi outflow dari pembobotan atau rebalancing MSCI," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.

Meski demikian, rebalancing MSCI bukan menjadi satu-satunya faktor membuat maraknya aksi jual investor asing. Nafan menilai, kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) menguat sehingga dorong penguatan dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor AS capai level tertinggi juga jadi pemicu aksi jual investor asing.

"Keadaan ekonomi AS kuat mendorong spekulasi the Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga," ujar dia.

Akan tetapi, Nafan yakin investor asing masih melihat pasar saham Indonesia. Hal ini didukung dari kegiatan internasional yang akan diselenggarakan di Indonesia antara lain Asian Games 2018, pertemuan IMF-Bank Dunia pada Oktober 2018 dapat mendorong sektor konsumsi menguat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya