OJK Genjot Jumlah Investor Ritel di Pasar Modal Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai masa depan pasar modal Indonesia dipegang investor ritel.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Apr 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2019, 11:00 WIB
Ciptakan Investor Pasar Modal Berkualitas Lewat Kompetisi Saham
Direktur Mandiri Sekuritas Lisana Irianiwati saat melihat peserta kompetisi Trading Challenge 2017 di bursa efek indonesia, Jakarta, Kamis (7/12). Kompetisi ini diikuti oleh 120 pesera se-Jabodetabek. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Bandung - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) prediksi investor ritel akan menjadi penopang pasar modal Indonesia. Oleh karena itu, OJK berupaya untuk meningkatkan dan melindungi investor ritel.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menuturkan, pihaknya melihat peran investor ritel sebagai masa depan pasar modal Indonesia. Apalagi Indonesia akan memiliki bonus demografi pada 2030.

Oleh karena itu, OJK menyiapkan sejumlah infrastruktur, sistem dan regulasi untuk mengantisipasi peningkatan jumlah investor ritel.

"Investor ritel belum signifikan tapi tumbuh. Masa depan pasar modal itu di investor ritel," ujar Hoesen, saat acara focus group discussion, Bandung, seperti ditulis Minggu (7/4/2019).

Hoesen menilai, pertumbuhan investor institusi tidak terlalu banyak.  Oleh karena itu, OJK akan memperkuat tidak hanya jumlah investor ritel tetapi juga pemahaman investor ritel terhadap investasi. Apalagi Indonesia dinilai akan punya bonus demografi yang dapat dukung peningkatan jumlah investor ritel.

"Kami persenjatai investor ritel dengan banyak hal.  Saya percaya bonus demografi bukan investor institusi tetapi masa depan kita ritel," ujar dia.

Hoesen mengatakan, dengan menggenjot investor ritel diharapkan dapat membuat daya tahan pasar modal Indonesia lebih kuat. "Ritel digenjot supaya buffer kita kuat," kata dia.

Hoesen menuturkan, salah satu bonus demografi berasal dari generasi milenial. Saat ini transaksi perdagagan saham generasi milenial masih kecil tetapi ada kenaikan literasi mengenai pasar modal.

Namun, generasi milenial itu memiliki potensi menjadi investor menengah panjang. Apalagi karakter generasi milenial, menurut Hoesen, pintar, suka tantangan dan sangat militan.

"Milenial cukup banyak. Value investasinya kecil itu tidak apa-apa yang penting literacy meningkat. Investasi tanpa ilmu itu bahaya.Milenial dari sisi jumlah sangat dominan, value terbatas. Tapi perlu dilihat milenial akan berkembang jadi investor menengah panjang. Bonus demografi 2030 yang dimulai sejak 2024, itu harus disiapkan," kata dia.

Sedangkan untuk kualifikasi investor ritel ini, Hoesen menilai, umumnya merupakan investor individual. Selain itu, investor tersebut juga bukan merupakan pengendali dan tidak terafiliasi dengan emiten dan broker.

 

 

Arahkan Investor Asing Investasi di Produk Infrastruktur

20151117-Pasar-Modal-Jakarta-AY
Peserta mengikuti cara berinvestasi Mandiri Skuritas di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Mandiri Sekuritas terus mendorong pertumbuhan jumlah investor pasar modal di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain,  Hoesen menuturkan, aliran dana investor asing masuk ke pasar modal positif. Akan tetapi hal itu rentan karena kapan saja dapat keluar dari pasar modal sehingga bisa pengaruhi pasar.

Oleh karena itu, OJK pun mendorong investor asing untuk masuk ke produk investasi terkait infrastruktur. Produk tersebut memiliki jangka waktu lebih lama sehingga tidak cepat untuk keluar.

"Makin banyak asing, pasar kita bagus ada capital inflow tapi cenderung renta karena kapan pun bisa keluar. Kita tidak punya mekanisme tahan itu. Investor asing di arahkan ke close fund untuk infrastruktur yaitu RDPT, Dinfra dan REIT yang harus komit 5-7 tahun," ujar Hoesen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya