Ada Larangan Sementara Ekspor Batu Bara, Ini Dampaknya ke Emiten Tambang

Sejumlah saham emiten batu bara melemah pada Senin,3 Januari 2022 seiring ada sentimen larangan ekspor batu bara pada 1-31 Januari 2022.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Jan 2022, 09:54 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2022, 22:10 WIB
Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah saham emiten batu bara longsor pada perdagangan Senin (3/1/2022). Hal itu menyusul kebijakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang pelaku usaha untuk melakukan penjualan ke luar negeri atau ekspor batu bara mulai 1 Januari -31 Januari 2022.

Saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terpantau ditutup minus 40 poin atau 1,48 persen ke level 2.670 per lembar saham. Kemudian saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) minus 775 poin atau 3,08 persen ke posisi 19.625 per lembar.

PT Indika Energy Tbk (INDY) minus 70 poin atau 4,53 persen ke posisi 1.475 per lembar saham dan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) terkoreksi 800 poin atau 2,69 persen ke level 26.200 per lembar saham.

Namun, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) malah meroket 120 poin atau 5,33 persen ke level 2.370 per lembar saham. Serupa, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM), tak kalah, juga naik 175 poin atau 1,69 persen ke level 10.500 per lembar saham.

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Bageur Stock, Andy Wibowo Gunawan menilai, ada larangan ekspor batu bara sepanjang Januari 2022 dapat memberikan sentimen negatif terhadap pergerakan harga saham batu bara dalam jangka pendek.

Berdasarkan data per November 2021, kebutuhan batu bara oleh PLTU di Indonesia pada tahun lalu diperkirakan sebesar 70,3 juta ton. Sementara kebutuhan batu bara oleh PLTU di Indonesia untuk 2022 diperkirakan sebesar 119,2 juta ton.

Dari 119,2 juta ton itu, sekitar 68,4 juta ton atau 57,4 persen untuk PLTU yang dimiliki oleh PLN, dan sisanya sebesar 50,8 juta ton atau 42,6 persen untuk PLTU IPP.

“Skema proses cap DMO sebesar USD 70 per ton dapat diubah menjadi skema cost plus margin yang menurut kami adalah senbuat wi-win solution. Baik untuk PLTU dan produsen batu bara,” kata dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Senin (3/1/2022).

Sementara, berdasarkan catatan Mirae Asset Sekuritas, ADRO dan ITMG telah memenuhi persyaratan volume DMO, oleh karena itu volume penjualan di kuartal I 2022 kedua emiten itu tidak akan terpengaruh secara material.

“Setiap koreksi harga saham di ADRO dan ITMG seharusnya menjadi kesempatan yang baik untuk berakumulasi,” demikian dikutip dari riset Mirae Asset Sekuritas.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tanggapan Aspebindo

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo), Anggawira memberikan apresiasi kepada Kementerian ESDM dan PLN yang berupaya untuk menjaga kestabilan pasokan dalam negeri.

Dia menuturkan, kekayaan batu bara yang dimiliki Indonesia memang seharusnya diutamakan untuk kesejahteraan masyarakat. Meski begitu, Anggawira menyampaikan harus ada reformulasi model usaha pertambangan batubara di masa yang akan datang.

"Setiap kebijakan itu harus memperhatikan iklim bisnis dan skala usaha yang dijalankan oleh pengusaha di industri batu bara, suatu kebijakan juga harus diimplementasikan secara komprehensif,” kata Anggawira.

Dia menuturkan, UU Minerba sebenarnya dapat menjadi pintu masuk untuk membenahi iklim usaha yang ada. Tambang-tambang besar pemilik PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang akan habis kontraknya bisa dilakukan reformulasi kerja sama dengan PLN dan Pemerintah.

"Mungkin model bisnisnya yang bisa dijalankan ialah memberikan kuasa jual pada negara, dan perusahaan tambang hanya sebagai kontraktor. Sebagaimana amanat UUD Pasal 33 Ayat (3) yaitu Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat” ujar Anggawira. 

Aspebindo berharap Ditjen Minerba Kementerian ESDM bersama PLN mampu menjaga pasokan batubara dalam negeri dengan menyesuaikan  HBA Batubara DMO dengan harga internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya