Liputan6.com, Jakarta - Maraknya transaksi kripto menimbulkan berbagai tanya, salah satunya mengenai prospek aset tersebut sebagai sarana investasi.
Secara regulasi, Advisor Pengembangan Produk Pasar Modal BEI, Poltak Hotradero mengatakan kripto bukan merupakan sarana investasi.
Di Indonesia, kripto masuk dalam kategori komoditi yang pengawasannya dilakukan oleh Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan. Sehingga transaksi yang dilakukan menggunakan kripto dinilai sebagai bentuk barter.
Advertisement
Baca Juga
Saat ini, Poltak mengatakan seluruh otoritas terkait tengah mencermati perkembangan kripto dan menyiapkan regulasi paling ideal. Namun, dari sisi Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), cukup jelas transaksi keuangan atau aset keuangan harus jelas bentuknya.
"Sehingga di dua sisi ini, BI dan OJK tidak melihat kripto sebagai sarana investasi karena sifatnya underline-nya apa, kalau enggak ada ya enggak bisa dipakai,"
"Jalan tengahnya, semua aset kripto tidak bisa menggantikan uang. Kalau bertransaksi menggunakan kripto, pada dasarnya adalah barter,” kata Poltak dalam World of Wealth 2022, ditulis Jumat (11/3/2022).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Apa Itu Aset Digital?
Secara umum, Poltak menjelaskan aset digital yakni aset yang diterbitkan, dikelola, dan ditransaksikan secara digital. Ada teknologi di belakang itu, dalam hal ini blockchain.
"Blockcahain sifatnya terbuka, siapapun bisa membuka, membangun, sehingga muncul berbagai produk kripto. ada yang jelas, ada yang tidak jelas, ada yang sangat enggak jelas," kata Poltak.
Di pasar modal, bursa melihat teknologi blockchain itu sangat berguna lantaran bisa melakukan efisiensi hingga otentifikasi yang sangat luar biasa. Namun, tetap harus diwaspadai karena teknologi ini cukup baru di Indonesia khususnya.
"Kita harus arif untuk memisahkan ini teknologi atau produk dari teknologi. Teknologi bebas nilai, siapapun bisa membuat. Yang perlu diperhatikan, siapa yang menerbitkan siapa, bagaimana diperdagangkan, bagaimana pengawasannya, siapa saja yang bisa gunakan,” kata Poltak.
Advertisement