Wajib Bayar Denda Rp 1 Miliar Imbas Perkara Tiket Umrah, Ini Respons Garuda Indonesia

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra menuturkan, perseroan sepenuhnya menghormati ketetapan hukum terkait putusan KPPU tersebut.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 23 Mar 2022, 21:13 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2022, 21:13 WIB
Garuda Indonesia Tutup 97 Rute Penerbangan
Pesawat Garuda berada di landasan pacu Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Banten, Rabu (17/11/2021). Maskapai Garuda Indonesia akan menutup 97 rute penerbangannya secara bertahap hingga 2022 mendatang bersamaan dengan proses restrukturisasi yang tengah dilakukan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyatakan masih menunggu pemberitahuan resmi dari Mahkamah Agung (MA) yang memperkuat keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perihal pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 1999. Seiring keputusan tersebut, Garuda Indonesia mesti membayar denda Rp 1 miliar seiring kasus penjualan tiket umrah pada 2019.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra menuturkan, perseroan sepenuhnya menghormati ketetapan hukum terkait putusan KPPU tersebut.

"Hal ini tentunya sejalan dengan komitmen Perusahaan untuk senantiasa mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik salah satunya dengan memastikan kegiatan bisnis yang dijalankan perusahaan selaras dengan iklim persaingan usaha yang sehat,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu (23/3/2022).

Ia mengatakan, selaras dengan misi tersebut, guna memperkuat ekosistem industri penerbangan yang kondusif,  Garuda Indonesia secara berkesinambungan juga telah melakukan penyesuaian skema bisnis penjualan tiket umrah sejak akhir tahun 2019.

Seluruh penyedia jasa perjalanan umrah yang telah memiliki izin resmi dari otoritas terkait dapat menjadi mitra usaha penjualan tiket penerbangan Garuda Indonesia untuk perjalanan umrah.

"Kami meyakini  bahwa iklim usaha yang sehat merupakan pondasi penting dalam upaya peningkatan daya saing industri penerbangan pada umumnya, termasuk kami sebagai pelaku industri penerbangan nasional,” ujar dia.

Oleh karenanya,  dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, menurut Irfan Garuda Indonesia senantiasa berkomitmen untuk terus menjunjung tinggi penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam praktik tata kelola Perusahaan, khususnya di tengah tantangan industri penerbangan pada situasi pandemi saat ini yang berdampak signifikan terhadap kinerja Garuda Indonesia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kasasi Ditolak, Garuda Indonesia Harus Bayar Denda Rp 1 Miliar

Garuda Indonesia Tutup 97 Rute Penerbangan
Pesawat Garuda berada di landasan pacu Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Banten, Rabu (17/11/2021). Maskapai Garuda Indonesia akan menutup 97 rute penerbangannya secara bertahap hingga 2022 mendatang bersamaan dengan proses restrukturisasi yang tengah dilakukan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) harus membayar denda Rp 1 miliar. Denda yang harus dibayar Garuda Indonesia ini berkaitan dengan kasus penjualan tiket umrah yang disebut tidak secara terbuka dan transparan.

Keharusan pembayaran denda ini tertulis dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) yang menguatkan Putusan KPPU atas perkara praktik diskriminasi Garuda Indonesia terkait pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

Berdasarkan informasi perkara di MA, dalam Putusan MA dengan register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada tanggal 9 Maret 2022 tersebut, MA menolak kasasi yang diajukan GIAA.

"Dengan adanya Putusan MA tersebut, maka Putusan KPPU telah berkuatan hukum tetap, sehingga GIAA wajib untuk melaksanakan Putusan," tulis Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur, dalam keterangan resmi, Senin, 21 Maret 2022.

Khususnya pembayaran denda sebesar Rp 1 miliar kepada kas negara selambat-lambatnya 30 hari.

"Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, GIAA dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda," terangnya.

Perkara ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktik diskriminasi yang dilakukan GIAA terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh GIAA melalui Program Wholesaler.

Dalam laporan, masyarakat dan/atau pelaku usaha merasa dirugikan dan/atau didiskriminasi akibat perilaku GIAA yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada 5 (lima) pelaku usaha, bahkan awalnya hanya kepada 3 (tiga) pelaku usaha.

Pembatasan akses tersebut dilakukan melalui terbitkannya GA INFO menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelian tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui 5 mitra dari GIAA.

 

Tidak Transparan

Garuda Indonesia
Ilustrasi maskapai penerbangan Garuda Indonesia saat berhenti di apron Bandara Adi Soemarmo.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Dalam persidangan, Majelis Komisi menilai tindakan GIAA yang menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan. Kemudian tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler.

Ini membuktikan adanya praktik diskriminasi GIAA terhadap setidaknya 301 (tiga ratus satu) pelaku usaha potensial dalam mendapatkan akses yang sama. Pemeriksaan telah dilakukan oleh KPPU sampai dengan dibacakannya Putusan dalam Sidang Majelis Komisi KPPU pada 8 Juli 2021.

Putusan tersebut pada pokoknya menyatakan GIAA terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dan mengenakan denda kepada GIAA sebesar Rp 1 miliar.

GIAA mengajukan mengajukan upaya hukum Keberatan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 29 Juli 2021 dengan Register Perkara Nomor 03/Pdt.Sus KPPU/2021/PN Niaga Jkt Pst. Keberatan ini kemudian diputus pada tanggal 3 Desember 2021 dengan amar Menolak Permohonan Keberatan dari GIAA dan memertahankan Putusan KPPU.

"GIAA tidak menerima putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, sehingga mengajukan Kasasi pada tanggal 3 Januari 2022. Kemudian diputuskan oleh MA pada tanggal 9 Maret 2022 dengan amar Putusan TOLAK terhadap Permohonan Kasasi tersebut," ujar Deswin.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya