Liputan6.com, Jakarta - Saham emiten tambang emas dinilai memiliki prospek yang cerah. Hal itu disebabkan oleh ketidakpastian pasar dan dibayangi potensi resesi global.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, pihaknya melihat keadaan pasar yang tidak menentu dan dibayangi potensi resesi global akan membuat permintaan terhadap emas meningkat. Dengan demikian, faktor tersebut akan mendorong peningkatan harga emas.
Baca Juga
"Kalau kita lihat sentimennya untuk gold bagus sejak beberapa hari emas berjangka naik terus. Jadi prospek nya bagus," kata Arjun saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (11/1/2023).
Advertisement
Bagi investor, Arjun merekomendasikan beli untuk saham ANTM dan MEDC.
Sementara itu, Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata mengatakan, emas dunia tengah uji resistance, saat ini di sekitar USD 1.880,2.
"Emas dunia tengah uji resistance, saat ini di sekitar USD 1.880,2. Waspada trend reversal karena adanya RSI (Relative Strength Index) divergensi negatif," kata Liza.
Dia menambahkan, jika harga emas mampu menembus USD 1886,4. Harga emas berpotensi membuka jalan penguatan menuju target USD 1.900-1.903 (dari Fibonacci retracement 61,8 persen ataupun ke arah USD 1.945). Bagi investor, saham MDKA bisa dipertimbangkan.
"MDKA, tren naik jangka pendek akan lebih steady, seandainya MDKA mampu tembus resistance 4.540-4.660," kata Liza.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Melihat Prospek Sektor Saham Energi di Tengah Koreksi Harga Komoditas
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Kamis, 5 Januari 2023.
Mengutip data RTI, IHSG anjlok 2,34 persen ke posisi 6.653,84. Indeks LQ45 melemah 2,03 persen ke posisi 906,66. Seluruh indeks acuan kompak tertekan. Pada perdagangan Kamis pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.813,42 dan terendah 6.621,98. Sebanyak 518 saham melemah sehingga menekan IHSG.
90 saham menguat dan 94 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.305.298 kali dengan volume perdagangan 23,1 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 14,2 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.452.
Indeks sektor saham mayoritas tertekan kecuali indeks sektor saham kesehatan menguat 0,45 persen. Sementara itu, sektor saham energi anjlok 5,48 persen, dan pimpin koreksi.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, saham-saham energi yang ekspansi di bidang hilirisasi masih prospektif. Tahun ini sentimen penggerak sektor saham energi, yakni permintaan komoditas energi global yang diperkirakan melemah karena potensi resesi global.
Cheryl menyebutkan, IMF juga sudah menyampaikan jika satu per tiga ekonomi global akan mengalami resesi. Bagi investor, saham ADRO, ITMG, dan INDY dapat dipertimbangkan.
Untuk saham ADRO dengan target harga Rp 3.700, ITMG dengan target harga Rp 40.300, dan INDY dengan target harga Rp 2.800.
Advertisement
Tren Penurunan Harga Komoditas
Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, saham energi yang mayoritas terdiri dari saham batu bara dan migas memang pada 2023 berpotensi terkoreksi mengikuti harga komoditas batu bara dan minyak mentah yang mengalami tren penurunan pasokan dan cadangan yang meningkat.
Akan tetapi, permintaan masih lemah menjadi faktor yang mempengaruhi penurunan harga komoditas tersebut. Selain itu juga, untuk batu bara, beberapa negara telah berencana untuk mengurangi penggunaannya sebagai sumber energi.
"Untuk sektor energi sendiri yang dapat dicermati yaitu yang melakukan diversifikasi bisnis maupun hilirisasi energi, antara lain ke energi terbarukan, bisnis terkait kendaraan listrik atau yang lainnya," kata Jono.
Emiten sektor energi yang melakukan bisnis tersebut, antara lain INDY, ADMR, dan AKRA. Namun, untuk saat ini memang sebaiknya juga menunggu kondisi bursa saham stabil, karena tekanan jual yang sedang tinggi saat ini di berbagai sektor.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, secara fundamental emiten energi masih solid berdasarkan kinerja keuangan mereka tahun ini dibandingkan sama tahun sebelumnya (year on year).
Prospek
Arjun menilai, jika dilihat saham sektor energi seperti ADRO, MEDC, PGAS dan lainnya masih cukup undervalued berdasarkan PER dan PBV dibandingkan sama rata-rata emiten lain yang berada di sektor energi.
"Dilihat dari prospek sektor, sektor energi juga masih akan prospektif pada tahun ini, walaupun kenaikannya mungkin tidak akan sebesar kenaikan 2022," kata Arjun.
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis menjelaskan, pihaknya melihat sektor energi akan cenderung melandai pada 2023. Hal ini disebabkan adanya resesi yang dapat menekan permintaan dari sektor energi.
Di sisi lain, akan adanya pembukaan kembali ekspor batu bara Australia. Hal ini dapat mengakibatkan harga komoditas khususnya batu bara juga akan mengalami penurunan.
"Bisa diperhatikan PTBA dan ITMG tetapi saat ini bisa dilakukan wait and see terlebih dahulu jika ada pembalikan arah bisa dilakukan trading buy," ujar dia.
Advertisement