Wall Street Merosot Usai Rilis Data Ekonomi AS Picu Kekhawatiran Inflasi hingga Suku Bunga

Wall street kompak merosot pada penutupan perdagangan saham Rabu, 6 September 2023.Indeks Nasdaq pimpin koreksi dengan turun 1 persen.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Sep 2023, 06:51 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2023, 06:51 WIB
Wall Street Tertekan Usai Rilis Data Ekonomi AS
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Rabu, 6 September 2023. (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Rabu, 6 September 2023. Indeks Nasdaq memimpin penurunan dengan merosot 1 persen. Indeks Nasdaq turun setelah data jasa lebih kuat dari perkiraan sehingga memicu kekhawatiran inflasi yang masih stabil akan menyebabkan suku bunga tetap tinggi lebih lama.

Dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (7/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 198,78 poin atau 0,57 persen ke posisi 34.443,19. Indeks S&P 500 terpangkas 31,35 poin atau 0,70 persen ke posisi 4.465,48. Indeks Nasdaq merosot 148,48 poin atau 1,06 persen ke posisi 13.872,47.

Dari 11 sektor industri utama dalam S&P 500, sektor teknologi alami koreksi terbesar dengan merosot 1,4 persen. Sedangkan sektor utilitas pimpin kenaikan dengan menguat 0,2 persen. Sektor energi menjadi satu-satunya yang mencatat keuntungan dengan bertambah 0,1 persen. Sektor energi naik seiring harga minyak yang melonjak.

Harga minyak berjangka ditutup naik pada Rabu pekan ini sehingga memicu kekhawatiran terhadap tekanan inflasi.

Institute for Suppy Management (ISM) mengatakan indeks manajer pembelian non-manufaktor naik menjadi 54,5 pada bulan lalu dibandingkan ekspektasi 52,5. Sedangkan ukuran harga yang dibayarkan oleh bisnis sektor jasa meningkat.

Pelaku pasar bertaruh pada peluang 93 persen kalau the Federal Reserve (the Fed) akan mempertahankan suku bunga setelah pertemuannya pada 20 September 2023. Sedangkan taruhan berikutnya suku bunga tetap pada November 2023 sekitar 57 persen, menurut FedWatch Tool dari CME Group.

"Data jasa ISM yang lebih kuat dari perkiraan menunjukkan investor masih belum terlalu terampil dalam membaca keadaan setelah pandemi COVID-19,” ujar Chief Investment Officer BMO Family, Carol Schleif.

Sementara itu, pelaku pasar berharap penurunan suku bunga. Schleif menuturkan, data perekonomian yang kuat dan inflasi yang tidak turun, secepat the Fed yang perlu mulai menurunkan suku bunga kapan saja pada masa mendatang,” kata dia.

Sebelumnya, Presiden the Fed Boston Susan Collins menekankan perlunya bank sentral untuk “melanjutkan dengan hati-hati” langkah kebijakan moneter berikutnya.

Saham Apple Melemah

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Prospek suku bunga yang lebih tinggi memberikan tekanan khusus pada saham-saham yang sedang berkembang karena indeks S&P 500 mencatat kinerja buruk sepanjang sesi perdagangan. Investor saham juga bereaksi terhadap kenaikan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun dan 2 tahun.

"Saham-saham yang sedang tumbuh telah memperhitungkan gagasan kalau inflasi telah tertahan dengan baik dan the Fed akan melakukan pemotongan. Jika gagasan itu tidak lagi berlaku, mereka akan menjadi rentan,” ujar Portfolio Manager Brandywine Global, Patrick Kaser.

Selain kekhawatiran terhadap suku bunga, Apple Inc melemah 3,6 persen, tertekan oleh laporan China telah melarang pejabat di lembaga pemerintah pusat memakai iPhone dan perangkat merek asing lainnya untuk bekerja.

Di sisi lain, indeks S&P 500 menunjukkan sedikit reaksi terhadap gambaran Beige Book dari the Fed mengenai perekonomian AS seminggu menjelang data inflasi yang sangat ditunggu-tunggu dan keputusan suku bunga the Fed pada 20 September 2023.

Laporan itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang “sederhana” dalam beberapa pekan terakhir. Sementara itu, pertumbuhan lapangan kerja “lemah” dan inflasi melambat di sebagian besar negara tersebut.

Gerak Saham di Wall Street

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, saham Lockheed Martin merosot 4,8 persen telah produsen senjata AS memangkas prospek pengiriman jet F-35-nya. Saham Roku bertambah 2,9 persen setelah perusahaan menuturkan akan mengurangi tenaga kerja sekitar 10 persen dan membatasi perekrutan baru.

Saham-saham yang merosot melebihi jumlah saham yang menguat di Bursa Efek New York dengan rasio 2,05 banding 1, di Nasdaq dengan rasio 1,97 banding 1 persen mendukung penurunan.

Di wall street, 9,39 miliar saham berpindah tangan dibandingkan dengan rata-rata pergerakan 10,17 miliar asham dalam 20 sesi terakhir.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya