Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan ikut melakukan penurunan suku bunga, mengikuti ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) pada September 2024. Sejak 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang sempat melonjak hingga 8%.
Namun, per Agustus 2024, inflasi AS telah menurun menjadi 2,9%, mendekati target 2% dari The Fed, sementara tingkat pengangguran AS meningkat dari 3,7% di Januari menjadi 4,2% di Agustus 2024 (FRED, 2024).
Baca Juga
Menurut analisis dari PT Kredit Rating Indonesia, tren ini memberikan indikasi kuat pelonggaran moneter dari The Fed dapat diikuti oleh langkah serupa dari Bank Indonesia, yang akan berdampak positif bagi perekonomian dalam negeri.
Advertisement
"Potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dapat memberikan Bank Indonesia ruang untuk menurunkan suku bunga acuannya. Hal ini akan berdampak positif pada biaya pendanaan domestik, yang pada akhirnya dapat merangsang konsumsi dan investasi di Indonesia," tulis Direktur PT Kredit Rating Indonesia dalam risetnya, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Bank Indonesia selama ini mempertahankan suku bunga yang tinggi untuk melindungi nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitas inflasi. Pada Juni 2024, nilai tukar rupiah melemah hingga Rp 16.849/USD, yang mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga ke angka 6.25 guna menahan laju depresiasi Rupiah.
Menurut PT Kredit Rating Indonesia, tingginya suku bunga domestik juga dipengaruhi oleh kebijakan moneter ketat The Fed.
Ketika The Fed menaikkan suku bunga, investor cenderung memindahkan modal ke aset-aset AS yang lebih aman, yang menyebabkan aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini menekan nilai tukar rupiah dan meningkatkan biaya pendanaan di dalam negeri.
"Jika The Fed memotong suku bunganya, tekanan ini akan berkurang, memberikan kesempatan bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah serupa," kata Syaiful.
Ekonomi Indonesia
PT Kredit Rating Indonesia mencatat bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada paruh pertama 2024. Inflasi Indonesia turun menjadi 2,1% pada Agustus 2024, dari 3,05% pada Maret 2023 (Bank Indonesia, 2024).
Tingkat pengangguran juga mengalami perbaikan, turun menjadi 4,8% pada kuartal pertama 2024. Meski demikian, PT Kredit Rating Indonesia juga memperingatkan bahwa risiko eksternal seperti fluktuasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia harus terus diwaspadai dalam merumuskan kebijakan suku bunga.
Jika Bank Indonesia mengikuti langkah The Fed dengan menurunkan suku bunganya, dapat dicermati sentimen positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
"Penurunan suku bunga akan berdampak langsung pada biaya pendanaan yang lebih rendah, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mendorong pertumbuhan investasi, terutama di sektor pasar utang yang telah menunjukkan peningkatan penerbitan obligasi pada paruh pertama 2024," ujar Syaiful.
Namun, PT Kredit Rating Indonesia juga mengingatkan bahwa penurunan suku bunga bisa memicu depresiasi lebih lanjut pada rupiah, yang dapat meningkatkan biaya impor dan menimbulkan kembali tekanan inflasi. Oleh karena itu, keseimbangan antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan suku bunga Bank Indonesia.
Advertisement
Total Emisi Sepanjang 2024
Selama sepekan dalam periode 9—13 September 2024, terdapat 1 pencatatan obligasi di pasar modal. Obligasi Berkelanjutan VI Federal International Finance Dengan Tingkat Bunga Tetap Tahap IV Tahun 2024 oleh PT Federal International Finance mulai dicatatkan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hasil pemeringkatan dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) atas obligasi tersebut adalah idAAA (Triple A) dengan Wali Amanat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang 2024 adalah 106 emisi dari 64 emiten senilai Rp89,69 triliun. Dengan pencatatan tersebut, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 587 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp462,16 triliun dan USD60,12 juta, yang diterbitkan oleh 132 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 186 seri dengan nilai nominal Rp6.182,86 triliun dan USD502,10 juta. Selain itu, di BEI telah tercatat sebanyak 9 emisi EBA dengan nilai Rp2,93 triliun.