Liputan6.com, Jakarta - Prospek perbankan pada kuartal IV 2024 menunjukkan dinamika positif tetapi disertai dengan tantangan. Meski pertumbuhan kredit baru dan penghimpunan dana masih berjalan dengan baik, tantangan dari biaya operasional dan efisiensi tetap menjadi perhatian.
Dalam waktu dekat, sektor perbankan juga diharapkan memanfaatkan sinergi kebijakan bersama otoritas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Rata-rata pertumbuhan kredit di seluruh dunia tercatat sebesar 13,7% yoy pada September 2024, dipimpin oleh BMRI (20,8%), BRIS (15,3%), dan BBCA (14,6%).
Baca Juga
Sebaliknya, BBNI dan BBRI mengalami pertumbuhan satu digit yang tinggi, yang lebih rendah dari rata-rata industri sebesar 10,9%. Meskipun terjadi peningkatan kredit, likuiditas di pasar tetap ketat.
Advertisement
DPK tumbuh rata-rata 8,4% yoy, sedikit lebih tinggi dari rata-rata industri sebesar 7,0% yoy. Khususnya, pertumbuhan dana pihak ketiga tidak mencapai pertumbuhan kredit, yang menunjukkan lingkungan likuiditas yang lebih ketat. LDR sektor perbankan mencapai 86,5%, dengan tiga bank BUMN teratas berada di 88-95%.
"Kami mengantisipasi LDR akan terus meningkat lebih lanjut di 2025 karena kredit tumbuh lebih tinggi daripada simpanan. Kondisi likuiditas diperkirakan akan tetap terbatas meskipun suku bunga acuan diantisipasi menurun. Hal ini semakin tertekan oleh produk SRBI, yang menawarkan imbal hasil yang lebih menarik sebesar 7,0% dibandingkan dengan produk perbankan tradisional," ulas Research Analyst MNC Sekuritas, Victoria Venny dalam risetnya, Jumat, 22 November 2024.
Meskipun menghadapi tantangan dari suku bunga tinggi dan likuiditas yang ketat, BBCA dan BMRI mempertahankan pertumbuhan NIM yang stabil, sementara BBNI dan BBRI menunjukkan pemulihan NIM qoq yang signifikan.
MNC Sekuritas memperkirakan NIM akan membaik secara signifikan pada 2025, naik sebesar 3-5bps, karena potensi tren penurunan suku bunga sebesar 25bps pada kuartal IV 2024 dan 50bps pada 2025.
Hal ini akan mendukung percepatan laba menjadi 11,3% yoy pada 2025, didukung oleh pertumbuhan pinjaman yang lebih kuat dan ekspansi NIM yang moderat.
Â
Dampak Penghapusan Kredit Macet UMKM
Dampak Minimal Penghapusan Utang UMKM terhadap Perbankan Terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Prabowo tentang penghapusan utang bagi UMKM, pihaknya perkirakan dampaknya terhadap sektor perbankan sangat minimal.
Peraturan tersebut menguraikan penghapusan utang bagi 1 juta UMKM di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, dengan batasan maksimal Rp 300 juta untuk perorangan dan Rp 500 juta untuk badan usaha. Victoria yakin dampak langsung terhadap perbankan akan terbatas, karena utang-utang ini telah dihapuskan dan dicoret dari neraca mereka.
"Meskipun BBRI menghadapi beberapa sentimen negatif dari berita ini, kami yakin tidak ada dampak langsung terhadap angka laba bersihnya. Kalaupun ada dampak, dampaknya diperkirakan hanya minimal, yakni sekitar 0,5%-1% terhadap laba bersih 2025, yang menunjukkan dampak jangka panjang yang terbatas terhadap laba BBRI,"
"Namun, kami yakin penghapusan pinjaman akan bermanfaat jika tepat sasaran dan dilaksanakan dengan cermat bagi nasabah yang benar-benar membutuhkannya, sehingga mereka dapat mengajukan kembali pinjaman dan meningkatkan bisnis UMKM di masa mendatang," kata Victoria.
Di sisi lain, ketidakpastian seputar penurunan suku bunga, meningkatnya ketegangan geopolitik, dan tekanan terhadap Rupiah pasca-pemilu AS, yang hampir mencapai Rp 16.000 per USD, telah membebani pasar Indonesia secara signifikan.
Faktor-faktor ini telah memicu aksi jual bersih asing yang signifikan, terutama yang berdampak pada bank-bank besar seperti BBRI Rp 6,1 triliun mom, BBCA Rp 3,0 triliun mom, dan BMRI Rp 2,8 triliun mom.
Â
Â
Â
Advertisement
Arus Keluar
Total arus keluar dari cakupan pasar mencapai Rp 15 triliun secara mom per 21 November 2024. Tekanan ini juga membebani Indeks MSCI Indonesia, yang turun sebesar 6,1% mom, dengan sektor perbankan menyumbang 60,2% dari penurunan tersebut.
"Mengingat tidak adanya katalis positif yang substansial, kami memperkirakan tekanan jual pada IHSG akan terus berlanjut dalam waktu dekat. Sementara kinerja fundamental sektor perbankan tetap kuat, sentimen investor mungkin tetap lemah karena lingkungan ekonomi makro eksternal, sehingga prospek pasar yang lebih luas tetap hati-hati.
"Kami mempertahankan peringkat overweight kami pada sektor perbankan meskipun terjadi volatilitas jangka pendek. Menurut pandangan kami, BBCA cenderung menjadi opsi yang lebih aman selama pasar lebih bergejolak mengingat fundamentalnya yang solid. Sementara itu, kami tetap menyukai BRIS yang diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang kuat, peningkatan kualitas aset, NIM yang stabil, dan tingkat kepemilikan asing yang lebih rendah," beber Victoria.
Risiko yang mungkin terjadi antara lain, pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan. Kemudian peningkatan NPL karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, dan kenaikan suku bunga BI yang tidak terduga.
Â
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.